Yusril: Pjs diperpanjang itu bertentangan
Kamis, 11 Oktober 2012 - 17:48 WIB

Yusril: Pjs diperpanjang itu bertentangan
A
A
A
Sindonews.com - Dikeluarkannya Keppres No20/ M/Tahun 2012 untuk memperpanjang masa jabatan Syamsul Arif Rivai sebagai pejabat sementara (Pjs) Gubernur Papua digugat masyarakat. Pakar hukum menilai, Keppres tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP)
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Kepres tersebut dinilai bertentangan dengan PP yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika dipaksakan dapat menimbulkan pemerintahan di Papua tidak kondusif.
PP sendiri ketentuan hukumnya lebih kuat dan tinggi dari pada Kepres, sehingga gugatan yang dilakukan KP-MPKP sangat memungkinkan di kabulkan oleh PTUN. "Dari segi aturan dapat di batalkan (kepres), karena bertentangan dengan PP," ujarnya, Kamis (11/10/2012).
Menurut Yusril, Kepres tersebut dapat digunakan untuk kepentingan lain di luar kepentingan masyarakat Papua itu sendiri. Maka dari itu, kuasa hukum kepresidenan harus dapat menjelaskan dengan detail mengapa Keppres tersebut di keluarkan.
"Kalau tidak bisa menjelaskan, maka presiden akan kalah di PTUN untuk kesekian kalinya. Namun, hal ini pertimbangan seluruhnya berada pada hakim di PTUN," katanya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf menambahkan, ini merupakan kelalaian dan rendahnya komitmen pemerintah dalam menjalankan UU dengan mengeluarkan produk hukum yang keliru.
Dalam PP sendiri PJs masa jabatannya satu tahun, yang artinya itu hukum yang mengikat, tidak bisa di tambahkan atau di kurangi. "Jangan abaikan kepentingan masyarakat demi kepentingan kekuasaan maupun kelompok, pribadi tertentu," tandasnya.
Asep mengatakan, jalan keluar mengatasi masalah tersebut yakni mempercepat pemilihan Gubernur Papua, Mendagri menunjuk Sekda Papua melalui pleno DPRD dengan terlebih dahulu berdiskusi dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
"Paling efektif merubah PP, namun itu akan aneh dan semakin menunjukan pemerintah tidak konsisten," katanya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Kepres tersebut dinilai bertentangan dengan PP yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika dipaksakan dapat menimbulkan pemerintahan di Papua tidak kondusif.
PP sendiri ketentuan hukumnya lebih kuat dan tinggi dari pada Kepres, sehingga gugatan yang dilakukan KP-MPKP sangat memungkinkan di kabulkan oleh PTUN. "Dari segi aturan dapat di batalkan (kepres), karena bertentangan dengan PP," ujarnya, Kamis (11/10/2012).
Menurut Yusril, Kepres tersebut dapat digunakan untuk kepentingan lain di luar kepentingan masyarakat Papua itu sendiri. Maka dari itu, kuasa hukum kepresidenan harus dapat menjelaskan dengan detail mengapa Keppres tersebut di keluarkan.
"Kalau tidak bisa menjelaskan, maka presiden akan kalah di PTUN untuk kesekian kalinya. Namun, hal ini pertimbangan seluruhnya berada pada hakim di PTUN," katanya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf menambahkan, ini merupakan kelalaian dan rendahnya komitmen pemerintah dalam menjalankan UU dengan mengeluarkan produk hukum yang keliru.
Dalam PP sendiri PJs masa jabatannya satu tahun, yang artinya itu hukum yang mengikat, tidak bisa di tambahkan atau di kurangi. "Jangan abaikan kepentingan masyarakat demi kepentingan kekuasaan maupun kelompok, pribadi tertentu," tandasnya.
Asep mengatakan, jalan keluar mengatasi masalah tersebut yakni mempercepat pemilihan Gubernur Papua, Mendagri menunjuk Sekda Papua melalui pleno DPRD dengan terlebih dahulu berdiskusi dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
"Paling efektif merubah PP, namun itu akan aneh dan semakin menunjukan pemerintah tidak konsisten," katanya.
(ysw)