Mendagri salah tafsirkan Pancasila dalam Pemilukada langsung
Jum'at, 21 September 2012 - 10:08 WIB

Mendagri salah tafsirkan Pancasila dalam Pemilukada langsung
A
A
A
Sindonews.com - Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang menegaskan kembali sikap Pemerintah untuk menghapus Pemilukada langsung harus ditolak keras. Penghapusan ini cukup mengkhawatirkan bagi prospek demokratisasi di Indonesia.
Penegasan yang disampaikan Gamawan seperti sudah menjadi semacam agenda pemerintah yang wajib terealisasi. Skenario yang dibangun untuk itu pun tampaknya begitu sistemis.
"Seolah tidak cukup hanya disuarakan berulang-ulang oleh para pejabat Kemendagri, salah satu organisasi agama berpengaruh pun beberapa waktu lalu merekomendasikan hal serupa. Bahkan, sejumlah parpol dan pejabat negara juga mulai turut menyuarakan hal yang sama. Terbaru, suara itu disampaikan oleh ketua DPR RI Marzuki Ali di Gedung DPR kemarin (19 September)," kata Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin dalam rilis yang di terima SINDO di Jakarta, Jumat (21/9/2012).
Said melanjutkan, uniknya, bak kehabisan ide, Mendagri mengeluarkan argumentasi baru yang cukup membingungkan terkait upayanya meyakinkan publik bahwa Pemilukada harus dihilangkan. Alasan Gamawan adalah bunyi dari sila ke empat Pancasila, yakni 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan' dan 4 pilar bangsa.
"Baginya, Pemilihan langsung, utamanya untuk pemilukada Gubernur, tidak konsisten dengan penegakan Pancasila dan 4 pilar bangsa itu," lanjutnya.
Said mempertanyakan penafsiran Mendagri tentang Pancasila dan 4 pilar bangsa dalam kaitannya dengan penghapusan Pilkada langsung oleh rakyat yang membingungkan.
Apakah pilpres dan Pileg yang pemilihannya dilakukan secara langsung juga harus disebut telah menyalahi Pancasila dan 4 pilar bangsa? Bukankah dulu Gamawan juga pernah mengecap jabatan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) dari hasil Pilkada langsung?
"Lantas dimana letak perbedaan diantara pemilihan-pemilihan itu dalam kaitannya dengan penegakan Pancasila dan 4 pilar bangsa ?" tanyanya.
Said menyarankan Mendagri untuk tidak memahami secara sempit, apalagi coba mendistorsi makna demokrasi yang sesungguhnya dengan mengajukan alasan yang mengada-ada begitu. "Salah-salah, ini malah bisa menyesatkan publik," tandasnya.
Penegasan yang disampaikan Gamawan seperti sudah menjadi semacam agenda pemerintah yang wajib terealisasi. Skenario yang dibangun untuk itu pun tampaknya begitu sistemis.
"Seolah tidak cukup hanya disuarakan berulang-ulang oleh para pejabat Kemendagri, salah satu organisasi agama berpengaruh pun beberapa waktu lalu merekomendasikan hal serupa. Bahkan, sejumlah parpol dan pejabat negara juga mulai turut menyuarakan hal yang sama. Terbaru, suara itu disampaikan oleh ketua DPR RI Marzuki Ali di Gedung DPR kemarin (19 September)," kata Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin dalam rilis yang di terima SINDO di Jakarta, Jumat (21/9/2012).
Said melanjutkan, uniknya, bak kehabisan ide, Mendagri mengeluarkan argumentasi baru yang cukup membingungkan terkait upayanya meyakinkan publik bahwa Pemilukada harus dihilangkan. Alasan Gamawan adalah bunyi dari sila ke empat Pancasila, yakni 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan' dan 4 pilar bangsa.
"Baginya, Pemilihan langsung, utamanya untuk pemilukada Gubernur, tidak konsisten dengan penegakan Pancasila dan 4 pilar bangsa itu," lanjutnya.
Said mempertanyakan penafsiran Mendagri tentang Pancasila dan 4 pilar bangsa dalam kaitannya dengan penghapusan Pilkada langsung oleh rakyat yang membingungkan.
Apakah pilpres dan Pileg yang pemilihannya dilakukan secara langsung juga harus disebut telah menyalahi Pancasila dan 4 pilar bangsa? Bukankah dulu Gamawan juga pernah mengecap jabatan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) dari hasil Pilkada langsung?
"Lantas dimana letak perbedaan diantara pemilihan-pemilihan itu dalam kaitannya dengan penegakan Pancasila dan 4 pilar bangsa ?" tanyanya.
Said menyarankan Mendagri untuk tidak memahami secara sempit, apalagi coba mendistorsi makna demokrasi yang sesungguhnya dengan mengajukan alasan yang mengada-ada begitu. "Salah-salah, ini malah bisa menyesatkan publik," tandasnya.
(hyk)