Menelisik kontribusi daerah
A
A
A
Di tengah kinerja ekonomi yang kuat dalam negeri, nyatanya Indonesia menghadapi tantangan serius yang melumpuhkan pembangunan sektor swasta.
Hal ini dipengaruhi kurangnya tenaga kerja profesional, buruknya infrastruktur, dan sistem birokrasi yang memberatkan pelaku usaha.
Selain itu, sebagaimana yang dijelaskan pada laporan Doing Bussines in Indonesia (DBI) 2012, yang dilansir Bank Dunia dan the International Finance Corporation (IFC), hampir 30% perusahaan di Indonesia tidak mempunyai izin yang terdaftar secara resmi.
Persoalannya karena urusan perizinan di tingkat birokrasi menyulitkan pengusaha. Pada survei 2010,Yogyakarta menduduki peringkat pertama dalam urusan kemudahan memulai usaha.
Sedangkan, Balikpapan merupakan kota yang paling mudah mendapatkan izin kesepakatan dengan konstruksi, serta Jakarta dan Bandung merupakan dua kota yang mudah mendaftar properti.
“Yang paling sulit untuk memulai bisnis adalah di Manado, mendaftar properti di Batam, dan Jakarta adalah kota yang paling sulit mendapatkan izin konstruksi. Sedangkan, di Gorontalo tidak ada izin untuk bangunan komersial. Hal itu sudah diterbitkan sejak 2008,”tulis Bank Dunia.
Dibanding hasil survei 2012, beberapa kecenderungan muncul. Pertama, Yogyakarta tetap menjadi kota termudah dalam perizinan memulai usaha dan Bandung sebagai surganya mendaftarkan properti.
Kedua, Semarang kini menjadi salah satu kota yang mudah dalam urusan memulai bisnis dibanding dua tahun lalu. Sementara, Banda Aceh menjadi kota yang masuk dalam deretan termudah mengenai kemudahan izin konstruksi.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan,masih banyaknya kota-kota di Indonesia yang menyulitkan proses izin memulai usaha menyebabkan ekspansi daya saing ekonomi dalam negeri terhambat.
“Mestinya jika pengurusan izin memulai usaha ini dimudahkan, potensi meningkatkan daya saing ekonomi dengan menciptakan iklim usaha yang menyehatkan akan tercipta.Tidak stagnan seperti sekarang,” kata Aviliani kepada Seputar Indonesia (SINDO), Minggu 16 September 2012.
Reformasi di sektor bisnis akan mendorong investasi dan meningkatkan lapangan pekerjaan di kota-kota di seluruh negeri. “Hal ini menjadi kerja yang utama sebagai suatu negara yang memakai sistem desentralisasi,” kata Aviliani.
Sementara, pengamat ekonomi A Prasetyantoko mengatakan, ada tiga persoalan serius yang menghambat daya saing ekonomi, yaitu infrastruktur yang tidak memadai, rumitnya birokrasi dan korupsi.
“Untuk persoalan kemudahan izin memulai usaha, sebenarnya sudah disederhanakan oleh BKPM,namun prosedur perizinannya yang masih menyulitkan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua LPPM Unika Atma Jaya, Jakarta, ini.
Menurutnya, kenyataan bahwa di sejumlah daerah lebih sulit pengurusan izin memulai usaha dikarenakan setiap daerah memiliki kompleksitas masing-masing.
Karena itu, pemerintah daerah sebenarnya dituntut lebih kreatif dalam memfasilitasi investorinvestor yang ingin menanamkan atau mendirikan usaha. Di Jakarta, misalnya, urusan perizinan tidak terlalu menyulitkan.
Pasalnya, Jakarta merupakan Ibu Kota yang merupakan pusat pemerintahan, sehingga kontrol pusat lebih kuat dan memudahkan bagi proses izin memulai usaha. Hanya, tidak bisa dimungkiri kendala tetap ada akibat praktikpraktik suap dan korupsi yang masih menggejala.
Kenyataan itu yang membuat Jakarta berada di peringkat ke-8 dalam urusan kemudahan memulai usaha. Sementara, Yogyakarta pantas menyabet peringkat pertama dalam hal ini karena skala daerahnya yang tidak begitu luas dan mudah dikontrol.
“Yogyakarta itu kawasannya kecil dibanding Jakarta atau beberapa daerah lain, sehingga mudah dikendalikan proses birokrasinya,” kata Prasetyantoko kepada SINDO, Minggu 16 September 2012.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus bekerja lebih kreatif untuk bisa menarik investor-investor besar ke daerah masing-masing
Hal ini dipengaruhi kurangnya tenaga kerja profesional, buruknya infrastruktur, dan sistem birokrasi yang memberatkan pelaku usaha.
Selain itu, sebagaimana yang dijelaskan pada laporan Doing Bussines in Indonesia (DBI) 2012, yang dilansir Bank Dunia dan the International Finance Corporation (IFC), hampir 30% perusahaan di Indonesia tidak mempunyai izin yang terdaftar secara resmi.
Persoalannya karena urusan perizinan di tingkat birokrasi menyulitkan pengusaha. Pada survei 2010,Yogyakarta menduduki peringkat pertama dalam urusan kemudahan memulai usaha.
Sedangkan, Balikpapan merupakan kota yang paling mudah mendapatkan izin kesepakatan dengan konstruksi, serta Jakarta dan Bandung merupakan dua kota yang mudah mendaftar properti.
“Yang paling sulit untuk memulai bisnis adalah di Manado, mendaftar properti di Batam, dan Jakarta adalah kota yang paling sulit mendapatkan izin konstruksi. Sedangkan, di Gorontalo tidak ada izin untuk bangunan komersial. Hal itu sudah diterbitkan sejak 2008,”tulis Bank Dunia.
Dibanding hasil survei 2012, beberapa kecenderungan muncul. Pertama, Yogyakarta tetap menjadi kota termudah dalam perizinan memulai usaha dan Bandung sebagai surganya mendaftarkan properti.
Kedua, Semarang kini menjadi salah satu kota yang mudah dalam urusan memulai bisnis dibanding dua tahun lalu. Sementara, Banda Aceh menjadi kota yang masuk dalam deretan termudah mengenai kemudahan izin konstruksi.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan,masih banyaknya kota-kota di Indonesia yang menyulitkan proses izin memulai usaha menyebabkan ekspansi daya saing ekonomi dalam negeri terhambat.
“Mestinya jika pengurusan izin memulai usaha ini dimudahkan, potensi meningkatkan daya saing ekonomi dengan menciptakan iklim usaha yang menyehatkan akan tercipta.Tidak stagnan seperti sekarang,” kata Aviliani kepada Seputar Indonesia (SINDO), Minggu 16 September 2012.
Reformasi di sektor bisnis akan mendorong investasi dan meningkatkan lapangan pekerjaan di kota-kota di seluruh negeri. “Hal ini menjadi kerja yang utama sebagai suatu negara yang memakai sistem desentralisasi,” kata Aviliani.
Sementara, pengamat ekonomi A Prasetyantoko mengatakan, ada tiga persoalan serius yang menghambat daya saing ekonomi, yaitu infrastruktur yang tidak memadai, rumitnya birokrasi dan korupsi.
“Untuk persoalan kemudahan izin memulai usaha, sebenarnya sudah disederhanakan oleh BKPM,namun prosedur perizinannya yang masih menyulitkan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua LPPM Unika Atma Jaya, Jakarta, ini.
Menurutnya, kenyataan bahwa di sejumlah daerah lebih sulit pengurusan izin memulai usaha dikarenakan setiap daerah memiliki kompleksitas masing-masing.
Karena itu, pemerintah daerah sebenarnya dituntut lebih kreatif dalam memfasilitasi investorinvestor yang ingin menanamkan atau mendirikan usaha. Di Jakarta, misalnya, urusan perizinan tidak terlalu menyulitkan.
Pasalnya, Jakarta merupakan Ibu Kota yang merupakan pusat pemerintahan, sehingga kontrol pusat lebih kuat dan memudahkan bagi proses izin memulai usaha. Hanya, tidak bisa dimungkiri kendala tetap ada akibat praktikpraktik suap dan korupsi yang masih menggejala.
Kenyataan itu yang membuat Jakarta berada di peringkat ke-8 dalam urusan kemudahan memulai usaha. Sementara, Yogyakarta pantas menyabet peringkat pertama dalam hal ini karena skala daerahnya yang tidak begitu luas dan mudah dikontrol.
“Yogyakarta itu kawasannya kecil dibanding Jakarta atau beberapa daerah lain, sehingga mudah dikendalikan proses birokrasinya,” kata Prasetyantoko kepada SINDO, Minggu 16 September 2012.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus bekerja lebih kreatif untuk bisa menarik investor-investor besar ke daerah masing-masing
(kur)