MA berhentikan 2 Hakim ad hoc Tipikor

Selasa, 21 Agustus 2012 - 00:02 WIB
MA berhentikan 2 Hakim ad hoc Tipikor
MA berhentikan 2 Hakim ad hoc Tipikor
A A A
Sindonews.com - Mahkamah Agung (MA) memastikan memberhentikan dua hakim ad hoc Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) yakni Kartini Juliana Mandalena Marpaung (hakim ad hoc pada PN Tipikor Semarang) dan Heru Kisbandono (hakim ad hoc pada PN Tipikor Pontianak) pascapenetapan mereka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan.

Ketua MA Hatta Ali mengatakan hakim Kartini yang tertangkap tangan menerima suap sudah dalam pantauan MA bekerjasama dengan KPK. Menurutnya, dua hakim itu telah dipantau MA sejak saat terpilih. Dia mengaku Kartini yang merupakan hakim ad hoc pada PN Tipikor Semarang banyak memberikan putusan bebas terhadap para koruptor yang disidang di Jawa Tengah. Untuk itu kata dia, Kartini dan Heru akan dikenakan sangsi tegas berupa pemberhentian secara tidak hormat sebagai hakim.

"Sanksi tegas akan diberlakukan oleh MA kalau memang benar ada bukti yang kuat akan diberhentikan. Kalau kedua orang itu sudah ditetapkan status tersangka, sudah pasti akan keluar SK pemberhentian, sambil menunggu proses hukum di KPK," kata Hatta kepada wartawan di kediamannya di Jakarta kemarin.

Dia menyatakan, kasus suap yang dilakukan dua hakim itu akan dijadikan momentum untuk bersih-bersih di lembaga kehakiman. Untuk itu Hatta menambahkan, MA sangat senang dengan penangkapan yang dilakukan oleh tim MA dan KPK. Dia menyatakan, kedepan lembaga kehakiman itu akan lebih intensif dan terus menerus memantau track record para hakim sejak mendaftar sebagai hakim, menempati posisi hakim pertama, hakim kedua, dan menjabat sebagai pimpinan.

"Kalau memang ada kasus seperti itu. Kami lebih senang karena ini dijadikan momentum membersihkan hakim dan terutama hakim ad hoc yang akan dibersihkan. Oleh karena itu dengan pimpinan MA, kita melihat track recordnya dan melakukan fit and proper test, terutama bagi ketua pengadilan. Kalau dia (hakim) suka menyimpang pasti kedengaran saya dan MA," paparnya.

Saat ditanyakan terkait dugaan 'permainan' yang dilakukan hakim Kartini terkait kasus-kasus sebelumnya yang ditangani, Hatta mengatakan tidak tertutup kemungkinan penyimpangan tersebut bisa terjadi.

Dia menuturkan, MA memberikan kepercayaan penuh kepada KPK untuk melakukan penyidikan terhadap dua anggota korps kehakiman itu. Sebelumnya kata dia, dari pemeriksaan yang dilakukan Komisi Yudisial dan Badan Pengawas (Banwas) Kehakiman terhadap dua hakim ad hoc itu, hasilnya belum menemukan indikasi adanya penyuapan dalam kasus tersebut. Pasalnya kata dia, dari tindakan keduanya KY dan Banwas sulit menemukan adanya penyuapan. Bahkan yang kongkrit kesalahannya apa belum ditemukan.

"Tapi kita pantau terus. Baru satu kasus saja ini yang kita pantau. Ya tentunya bekerjasama dengan KPK. Kita kan tidak punya alat perekam seperti KPK," paparnya.

Hatta menegaskan, terkuaknya kasus suap yang melibatkan dua hakim ad hoc dan satu pengusaha itu tidak dapat serta merta disematkan kesalahan kepada institusi kehakiman atau dihubung-hubungkan dengan rendahnya gaji hakim. Menurutnya, kesalahan atau tindak pidana yang dilakukan oknum hakin dikembalikan ke persona seorang hakim. Dalam pandangannya, sekecil apapun dan sebesar apapun gaji hakim kalau integritasnya rendah, akan terus terjadi penyuapan.

"Saya kira adanya hakim kasus penyuapan kembali kepada manusianya. Namun kalau integritasnya tinggi, sebesar apapun gaji dan sekecil apapun gaji tidak akan terjadi. Makanya itu kita naikkan kesejahteraan hakim untuk mengurangi suap dan penyimpangan hakim," ungkapnya.

Terkait kenaikan gaji hakim itu, dia mengungkapkan, gaji itu akan disesuaikan dengan layak berdasarkan beban dan tanggungjawab hakim. Namun dia belum dapat memastikan, berapa besarannya. Pasalnya tutur dia, besaran itu nanti yang menentukannya adalah Kementerian Keuangan

Dia menjelaskan, faktor human error yang terus mendorong seorang hakim melakukan penyimpangan memang tidak bisa dikesampingkan. Karenanya kata dia, kasus suap dua hakim ad hoc yang mengulang beberapa kasus di korps kehakiman itu tidak bisa serta merta dikatakan bahwa pengawasan MA terlalu lemah. Menurutnya, dari data MA tersebar sekitar 7.000 hakim ad hoc keseluruh Indonesia yang berbeda karakter dan sifat.

"Ini namanya manusia, tidak gampang. Makanya saya bilang kembali kepada manusia, berapapun besar gajinya kalau memang orangnya suka melakukan korupsi pasti akan melakukan," tandasnya.
(azh)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.2193 seconds (0.1#10.140)