Tembaki warga, reformasi mental polisi

Senin, 30 Juli 2012 - 04:25 WIB
Tembaki warga, reformasi mental polisi
Tembaki warga, reformasi mental polisi
A A A
Sindonews.com - Penanganan konflik agraria oleh anggota Brigade Mobil (Brimob) kerap memakan korban jiwa. Perlu ada reformasi mental di kalangan polisi. Karena polisi saat ini sudah tertular penyakit tentara di zaman Orde Baru (Orba) yang lebih mengedepankan kekerasan saat berhadapan dengan rakyat.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Menurutnya yang terjadi pada aparat kepolisian saat berhadapan dengan rakyat, sama dengan yang terjadi pada tentara saat zaman Orba. Dimana tentara hanya mengedepankan kekerasan dari nilai-nilai kemanusiaan.

"Jawaban atas ini semua harus ada reformasi mental di kalangan polisi. Penyakit buruk tentara semasa orde baru yakni selalu berpihak pada penguasa dan pengusaha dengan menjadikan rakyat sebagai korban kini beralih ke polisi," ujar Ray saat berbincang dengan Sindonews, Minggu 30 Juli 2012 malam.

Ditambahkan Ray, hampir dalam setiap kasus warga, aparat kepolisian tidak pernah menunjukkan sikap netralnya. Mereka selalu berpihak kepada pengusaha yang "merampok" tanah rakyat. Seperti yang terjadi dalam kasus sengketa tanah warga di Ogan Ilir dengan perusahaan tebu yang menyebabkan korban tewas berusia 12 tahun.

"Di mana-mana kita lihat polisi tak mampu memperlihatkan kemampuan independensi dan pelayanannya. Alasan penggunaan senjata selalu klasik, mempertahankan diri dari serangan rakyat yang beringas. Kata beringas saja sudah menyiratkan pertanyaan. Apa yang membuat rakyat jadi beringas," tegasnya.

Menurut Ray, jalan yang harus ditempuh oleh polisi saat berhadapan dengan rakyat adalah berunding dengan membuat mediasi antar kedua pihak yang bertikai. Ray menyakini, pendekatan berunding cukup efektif dalam menjembatani konflik kedua kelompok.

"Amuk massa selalu terjadi akibat sumbatan penyaluran formal tak bekerja. Oleh karena itu, lebih dari sekedar mencari siapa pelaku penembakan, kepolisian benar-benar harus mereformasi diri," terangnya.

Lebih lanjut, Ray mengaku cemas melihat sikap polisi yang selalu mengedepankan kekerasan. Dampak terburuk dari sikap itu adalah dibencinya polisi oleh masyarakat. Seperti yang terjadi pada zaman Orba dengan tentara.

"Kepolisian dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) harus segera membentuk tim indpenden untuk mengusut kasus ini. Kita berharap agar kepolisian tidak memupuk kebencian masyarakat atas mereka," tukasnya.

Bentrok warga dengan Brimob dipicu oleh sengketa lahan tebu antara warga Ogan Ilir dengan PTPN VII Cinta Manis Ogan Ilir. Bentrokan berawal dari adu mulut yang berujung saling lempar batu antara warga dan anggota Brimob yang melakukan patroli di Desa Limbang Jaya.

Brimob langsung menembaki warga di desa tersebut, sehingga menyebabkan seorang anak berusia 12 tahun Angga bin Darmawan tewas tertembus peluru, dan empat warga lainnya menderita luka tembak.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7725 seconds (0.1#10.140)