Mencetak wirausaha muda naturalis
A
A
A
Dunia usaha kian diminati kalangan muda. Sebagian besar di antara mereka mengambil jalan bisnis karena tertantang membuka peluang kerja baru.
Semakin hari, jumlah anak muda yang berani terjun di dunia bisnis terus bertambah. Salah satu yang melatarbelakangi mereka ialah adanya dorongan realitas yang timpang. Peluang kerja semakin sempit, namun jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat.
Karena itu, perlu usaha mandiri yang bisa mengangkat potensi mereka. Bagi anak muda, menjatuhkan pilihan pada dunia bisnis bukanlah sebuah kesalahan, tapi sebuah ke-tegasan.
Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa bisnis yang dilakukan tidak boleh keluar dari etika kenaturalan sebagai seorang wirausahawan. Sebab, modal materi saja tidak cukup untuk menekuni di bidang ini. Wirausahan muda perlu memiliki sifat-sifat naturalistis agar siap mengalami jatuh bangun berbisnis.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali, yang dimaksud dengan sifat kenaturalan adalah harta yang tidak terlihat seperti kepercayaan, kegigihan, penuh inisiatif, kreatif, dan berjiwa pantang menyerah.
“Saat ini jumlah wirausahawan muda cukup banyak. Bahkan, kuantitasnya setiap tahun meningkat. Sayangnya, belakangan ini kemunculan mereka masih terkesan kurang natural. Sebab, mereka dibentuk dari lembaga pendidikan.
Jadi yang lulusan kedokteran malah tidak membuka usaha di bidang kedokteran,” Ujar Rhenald kepada Seputar Indonesia (SINDO).
Meski dalam dunia usaha hal ini tidak ada persoalan, dampak ke depan bagi dunia pendidikan akan tidak baik. Ketiadaan sifat-sifat natural dalam berbisnis akan menjadikan para wirausahawan muda ini hanya berorientasi pada materi semata.
Padahal untuk bisa menjadi wirausahawan, modal pertama yang dibutuhkan ialah kepercayaan, kreativitas dan kegigihan. Belum lagi persoalan penjurusan pendidikan mereka yang tidak ada kaitannya dengan dunia bisnis.
“Akan lebih baik bila bisnis yang ditekuni sesuai dengan jurusan pendidikannya. Sementara yang banyak dipikirkan wirausahawan muda sekarang ini yang penting adalah keuntungannya,” tandas Rhenald.
Akibatnya,ketidaknaturalan tersebut mengubah intisari dari modal wirausaha. Para wirausahawan yang bisa bertahan dan berkembang sampai sekarang adalah mereka yang rata-rata memiliki kegigihan dan andal melihat peluang.
Berbeda dengan fenomena wirausahawan muda sekarang, awalnya menggebu-gebu membuka usaha, tetapi ketika usahanya tidak laku, lalu ditinggalkan begitu saja. Selain itu, kebanyakan mereka memilih franchise yang sebetulnya berupa “gerobakchise” yang menawarkan jajanan camilan di jalanan. “Ini malah akan menggempur pedagang kecil,” ungkap Rhenald.
Langkah menciptakan sifat-sifat natural dalam berwirausaha bisa dilakukan dengan cara supaya para mentor tidak mengiming-imingi calon wirausaha muda dengan kata-kata misalnya, usaha itu gampang asal ada kemauan tanpa harus belajar, asal ada modal tanpa harus kerja keras. Kata-kata tersebut kerap diberikan motivator bisnis untuk memberi semangat calon usahawan muda.
Rhenald menegaskan, langkah yang tepat adalah supaya para mentor bisnis bisa menjembatani antara wirausaha dengan stakeholder, seperti mencarikan investor.
Selain itu, mengajarkan kemampuan melihat peluang dan tidak lupa sifat kenaturalan dalam berwirausaha harus terus ditanamkan. “Dengan ini juga mereka jadi akan punya rasa tanggung jawab yang tinggi,” ujar Pendiri Rumah Perubahan ini.
Sebenarnya tidak bisa dinafikan juga bahwa saat ini banyak wirausahawan muda yang memiliki sifat-sifat natural, namun harus tetap dikembangkan ke arah yang lebih baik lagi.
Artinya, kebanyakan wirausaha muda yang muncul hari ini hanya bergerak di sektor usaha kecil. “Nah, cara berpikir seperti ini yang harus diubah supaya mereka mulai masuk ke sektor usaha besar,” ungkap Rhenald.
Sementara, Direktur sekaligus Founder Pillar Business Accelerator Lyra Puspa kepada SINDO mengungkapkan, saat ini kaum muda banyak yang sudah terjun di bidang usaha. Tidak sedikit di antara mereka yang sudah berpenghasilan miliaran rupiah per tahun.
Kendati tidak sedikit pula yang masih coba-coba, kemauan untuk berwirausaha bagi kaum muda tidak boleh ditunda- tunda. Namun, yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan bagi kelangsungan usaha mereka.
Target kaum muda terjun di dunia usaha adalah pilihan cerdas sebab kemampuan mereka lebih dahsyat, energinya lebih tinggi, tidak punya beban memikirkan keluarga dan lebih berani.
“Selain itu, optimalisasi berbisnis mereka harus berfokus pada pembangunan kapasitas berwirausaha. Bukan sekadar memotivasi mereka, tapi juga pendampingan seumur hidup. Memberikan akses jaringan untuk masuk komunitas usaha,” kata Lyra.
Jika kaum muda yang menjadi wirausaha, gerak mereka akan lebih cepat,apalagi jika didampingi dengan mentoring. Kondisi demikian akan sangat berbeda dengan mereka yang baru terjun ke dunia usaha saat berusia 35 tahun ke atas.
Usia yang tidak lagi produktif, penuh pertimbangan, dan beban pikiran sudah bermacammacam. Sementara yang masih usia muda, mereka sudah bisa langsung tancap gas alias speed up.
Semakin hari, jumlah anak muda yang berani terjun di dunia bisnis terus bertambah. Salah satu yang melatarbelakangi mereka ialah adanya dorongan realitas yang timpang. Peluang kerja semakin sempit, namun jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat.
Karena itu, perlu usaha mandiri yang bisa mengangkat potensi mereka. Bagi anak muda, menjatuhkan pilihan pada dunia bisnis bukanlah sebuah kesalahan, tapi sebuah ke-tegasan.
Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa bisnis yang dilakukan tidak boleh keluar dari etika kenaturalan sebagai seorang wirausahawan. Sebab, modal materi saja tidak cukup untuk menekuni di bidang ini. Wirausahan muda perlu memiliki sifat-sifat naturalistis agar siap mengalami jatuh bangun berbisnis.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali, yang dimaksud dengan sifat kenaturalan adalah harta yang tidak terlihat seperti kepercayaan, kegigihan, penuh inisiatif, kreatif, dan berjiwa pantang menyerah.
“Saat ini jumlah wirausahawan muda cukup banyak. Bahkan, kuantitasnya setiap tahun meningkat. Sayangnya, belakangan ini kemunculan mereka masih terkesan kurang natural. Sebab, mereka dibentuk dari lembaga pendidikan.
Jadi yang lulusan kedokteran malah tidak membuka usaha di bidang kedokteran,” Ujar Rhenald kepada Seputar Indonesia (SINDO).
Meski dalam dunia usaha hal ini tidak ada persoalan, dampak ke depan bagi dunia pendidikan akan tidak baik. Ketiadaan sifat-sifat natural dalam berbisnis akan menjadikan para wirausahawan muda ini hanya berorientasi pada materi semata.
Padahal untuk bisa menjadi wirausahawan, modal pertama yang dibutuhkan ialah kepercayaan, kreativitas dan kegigihan. Belum lagi persoalan penjurusan pendidikan mereka yang tidak ada kaitannya dengan dunia bisnis.
“Akan lebih baik bila bisnis yang ditekuni sesuai dengan jurusan pendidikannya. Sementara yang banyak dipikirkan wirausahawan muda sekarang ini yang penting adalah keuntungannya,” tandas Rhenald.
Akibatnya,ketidaknaturalan tersebut mengubah intisari dari modal wirausaha. Para wirausahawan yang bisa bertahan dan berkembang sampai sekarang adalah mereka yang rata-rata memiliki kegigihan dan andal melihat peluang.
Berbeda dengan fenomena wirausahawan muda sekarang, awalnya menggebu-gebu membuka usaha, tetapi ketika usahanya tidak laku, lalu ditinggalkan begitu saja. Selain itu, kebanyakan mereka memilih franchise yang sebetulnya berupa “gerobakchise” yang menawarkan jajanan camilan di jalanan. “Ini malah akan menggempur pedagang kecil,” ungkap Rhenald.
Langkah menciptakan sifat-sifat natural dalam berwirausaha bisa dilakukan dengan cara supaya para mentor tidak mengiming-imingi calon wirausaha muda dengan kata-kata misalnya, usaha itu gampang asal ada kemauan tanpa harus belajar, asal ada modal tanpa harus kerja keras. Kata-kata tersebut kerap diberikan motivator bisnis untuk memberi semangat calon usahawan muda.
Rhenald menegaskan, langkah yang tepat adalah supaya para mentor bisnis bisa menjembatani antara wirausaha dengan stakeholder, seperti mencarikan investor.
Selain itu, mengajarkan kemampuan melihat peluang dan tidak lupa sifat kenaturalan dalam berwirausaha harus terus ditanamkan. “Dengan ini juga mereka jadi akan punya rasa tanggung jawab yang tinggi,” ujar Pendiri Rumah Perubahan ini.
Sebenarnya tidak bisa dinafikan juga bahwa saat ini banyak wirausahawan muda yang memiliki sifat-sifat natural, namun harus tetap dikembangkan ke arah yang lebih baik lagi.
Artinya, kebanyakan wirausaha muda yang muncul hari ini hanya bergerak di sektor usaha kecil. “Nah, cara berpikir seperti ini yang harus diubah supaya mereka mulai masuk ke sektor usaha besar,” ungkap Rhenald.
Sementara, Direktur sekaligus Founder Pillar Business Accelerator Lyra Puspa kepada SINDO mengungkapkan, saat ini kaum muda banyak yang sudah terjun di bidang usaha. Tidak sedikit di antara mereka yang sudah berpenghasilan miliaran rupiah per tahun.
Kendati tidak sedikit pula yang masih coba-coba, kemauan untuk berwirausaha bagi kaum muda tidak boleh ditunda- tunda. Namun, yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan bagi kelangsungan usaha mereka.
Target kaum muda terjun di dunia usaha adalah pilihan cerdas sebab kemampuan mereka lebih dahsyat, energinya lebih tinggi, tidak punya beban memikirkan keluarga dan lebih berani.
“Selain itu, optimalisasi berbisnis mereka harus berfokus pada pembangunan kapasitas berwirausaha. Bukan sekadar memotivasi mereka, tapi juga pendampingan seumur hidup. Memberikan akses jaringan untuk masuk komunitas usaha,” kata Lyra.
Jika kaum muda yang menjadi wirausaha, gerak mereka akan lebih cepat,apalagi jika didampingi dengan mentoring. Kondisi demikian akan sangat berbeda dengan mereka yang baru terjun ke dunia usaha saat berusia 35 tahun ke atas.
Usia yang tidak lagi produktif, penuh pertimbangan, dan beban pikiran sudah bermacammacam. Sementara yang masih usia muda, mereka sudah bisa langsung tancap gas alias speed up.
(kur)