Mengapa Jokowi unggul?

Kamis, 12 Juli 2012 - 12:03 WIB
Mengapa Jokowi unggul?
Mengapa Jokowi unggul?
A A A
HASIL hitung cepat (quick count) berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa pasangan Jokowi-Ahok menempati peringkat paling atas dengan kisaran 42,74%. Meskipun menang menurut hasil hitung cepat, keunggulan Jokowi-Ahok tidak mencapai 50% plus.

Akibatnya, pertarungan pilkada harus dilanjutkan di putaran kedua antara pasangan Jokowi-Ahok versus Fauzi-Nara yang menempati peringkat kedua dengan kisaran 33,57%. Pasangan lain tidak lolos putaran kedua yakni Hidayat-Didik (11,96%), Faisal- Biem(4,94%), Alex-Nono(4,74%), dan Hendarji-Riza (2,05%).

Pertanyaan utamanya, mengapa Jokowi-Ahok unggul dibanding incumbent yang menurut banyak lembaga survei akan menang di putaran pertama? Hasil exit poll yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan data menarik di balik kesuksesan Jokowi-Ahok di pilkada putaran pertama ini. Hasil wawancara terhadap 767 responden setelah mereka mencoblos di TPS yang terpilih secara random dengan margin of error 3,5% plus-minus memberikan jawaban atas pertanyaan di balik misteri kemenangan Jokowi-Ahok.

Menurut exit poll, ada dua alasan yang paling banyak dipilih masyarakat terkait pilihan mereka terhadap calon-calon gubernur dan wakil gubernur. Pertama, sebagian besar warga Jakarta memilih gubernur karena alasan program-program yang dijalankan atau dijanjikan paling meyakinkan (37,7%). Kedua, banyak pemilih yang memilih calon gubernur dan wakil karena dianggap paling memperjuangkan rakyat kecil (28,8%).

Dua alasan ini jika ditotal mencapai 66,5%. Sementara faktor-faktor lain hanya dipilih kurang dari 10%. Di antara dua alasan yang paling mendasari pilihan warga tersebut Jokowi-Ahok unggul dibanding Fauzi-Nara. Dalam soal program memang Jokowi-Ahok hanya unggul tipis. Keunggulan telak yang diraih Jokowi-Ahok di variabel "memperjuangkan kepentingan rakyat kecil."

Sebagian besar pemilih Jokowi-Ahok berdasarkan alasan pasangan ini dianggap paling punya keberpihakan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil (38,8%). Sementara hanya 21,2% pemilih yang memilih Fauzi-Nara karena alasan memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Ada beberapa alasan mengapa Jokowi-Ahok dicitrakan mampu memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Kebersahajaan dan kesederhanaan Jokowi berhasil menyihir pemilih Jakarta dari kelas menengah bawah.

Penampilan Jokowi merepresentasikan sebagian besar wajah warga kota yang termarginalkan oleh derap pembangunan Jakarta. Kesuksesan Jokowi sebagai Wali Kota Solo dalam membenahi pedagang kaki lima dan memberdayakan pedagang pasar tradisional makin melekatkan dirinya dengan imej dekat dengan wong cilik. Hasil exit poll juga menunjukkan bahwa Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli hanya unggul dalam soal sosialisasi.

Ketika ditanyakan kepada semua responden, iklan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur mana yang paling banyak dibaca di koran dalam sebulan terakhir,mayoritas menjawab Fauzi-Nara (48%). Responden juga paling sering melihat iklan pasangan Fauzi-Nara di televisi (46,5%) dan paling sering mendengar iklan Fauzi-Nara di radio (34,4%). Spanduk/stiker/poster Fauzi-Nachrowi juga paling banyak dilihat warga di lingkungan mereka (50,7%).

Lebih daripada itu, timses Fauzi-Nachrowi juga paling agresif dibandingkan timses pasangan lain dalam mendatangi rumah-rumah warga. Kendati demikian, keunggulan komparatif yang dimiliki Fauzi-Nachrowi dalam bersosialisasi tidak diikuti dengan peningkatan kualitas personal di mata warga. Meski lebih populer dan agresif dalam bersosialisasi, tingkat kedisukaan warga Jakarta terhadap Jokowi lebih tinggi dibanding Fauzi Bowo.

Jokowi juga dianggap lebih peduli dan perhatian terhadap rakyat ketimbang Fauzi Bowo. Dalam soal kapasitas memimpin, Jokowi dianggap memiliki kualitas yang sama dengan Fauzi yang menjadi petahana. Jokowi juga dianggap lebih punya integritas dibanding calon-calon lain. Jokowi juga unggul jauh dalam soal persepsi paling bersih dari korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa modal besar dalam kampanye tidak mampu mengubah pilihan warga Jakarta.

Agresivitas dan penetrasi sosialisasi pasangan Fauzi-Nachrowi tidak mampu mengubah persepsi positif ke pasangan incumbent. Padahal Fauzi Bowo memiliki keunggulan komparatif karena sosialisasi program dan keberhasilan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta makin digencarkan melalui iklan selama dua bulan terakhir. Hanya, posisi Fauzi Bowo sebagai gubernur incumbent bagaikan pisau bermata dua.

Di satu sisi, Fauzi Bowo bisa “mencuri start” kampanye lebih awal karena lima tahun sebagai gubernur membuat dirinya lebih punya kesempatan mensosialisasikan ke publik Jakarta dibanding calon gubernur yang lain. Namun di sisi lain, posisi Fauzi sebagai incumbent bisa menjadi bumerang jika approval rating-nya rendah.

Inilah yang terjadi dalam kasus Fauzi Bowo. Di atas segalanya, apa pun bisa terjadi putaran kedua nanti. Jokowi-Ahok tak bisa tersenyum lega karena masih ada putaran final melawan Fauzi-Nara. Berdasarkan hasil exit poll, pendukung Hidayat-Didik sedikit lebih banyak yang menjatuhkan pilihan ke Fauzi jika putaran kedua digelar. Hal ini menunjukkan pertarungan Fauzi dan Jokowi masih jauh dari selesai.

BURHANUDDIN MUHTADI
Pengajar FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI)
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2257 seconds (0.1#10.140)