Membantu kaum disabel
A
A
A
BAGI penyandang disabilitas, banyak keterbatasan yang mereka hadapi. Nadya Almaas Lutfiahardha Arief, siswi SD Muhammadiyah Manyar Gresik mencoba memberikan bantuan kepada mereka dengan menghadirkan Glass Braille.
Kepedulian Fia, begitu dia biasa disapa, kepada kaum disabel, khususnya tunanetra bermula ketika pada kelas IV SD membaca kisah Louis Braille, penemu huruf braille. “Dari situ saya terinspirasi. Saya membuat gelas braille supaya dapat menolong mereka ketika menuangkan minuman ke gelas. Gelas ini akan menjaga agar air minum tidak tumpah dan menyebabkan mereka terpeleset,” kata Fia kepada Seputar Indonesia (SINDO).
Fia tidak hanya bangga bisa membantu kaum disabel, namun juga bangga mendapatkan medali perunggu di ajang internasional. Perempuan kelahiran 3 Agustus 2000 mengaku mempersiapkan segala hal sebelum mengikuti ajang IEYI di Bangkok.
“Alhamdulillah, Bronze Medali dapat saya bawa pulang. Terima kasih semunya yang telah mendoakan dan memberi dukungan penuh kepada Fia. Semua yang telah Fia lalui akan menjadi rangkaian kenangan manis yang Fia bawa dari Negeri Thai," kata perempuan yang punya hobi membaca, browsing internet dan menggambar ini.
Prestasi Fia di bidang akademik bukan baru kali ini saja. Perempuan yang baru melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Gresik ini telah beberapa kali menjadi peserta di ajang kompetisi ilmu pengetahuan.
Setiap keikutsertaannya, tidak jarang ia menyabet piala juara. Sepanjang tahun 2011, Fia tercatat lima kali menorehkan prestasi gemilang di ajang Karya Ilmiah Remaja (KIR). Ia juga menjadi juara kedua pada Gresik Science Festival (GSF) dan meraih peringkat pertama IPA pada Seleksi Pembinaan International Mathematic and Science Olympiade (IMSO) yang keduanya diselenggarakan Dinas Pendidikan (Dispendik) Gresik.
Selain itu, Fia menyabet juara kedua pada Olimpiade MIPA YIMI Islamic Festival SD/MI se-Kabupaten Gresik, Surabaya, dan Lamongan. Pernah juga menjadi Duta Tim Kabupaten Gresik dalam Seleksi International Mathematic and Science Olympiade (IMSO) oleh Dirjen Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan Nasional (Dikdas Depdiknas).
Kepala SD Muhammadiyah Manyar, Fadloli Aziz, mengatakan Fia merupakan siswi yang cerdas, aktif dan komunikatif. Para guru di sekolah menilai perempuan berkerudung ini pandai dalam bidang akademik. “Ia juga pintar dalam mempraktekkan bahasa Inggris setiap hari. Fia hampir selalu menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya dengan baik,” kata Fadloli.
Sementara ayah Fia, Syaiful, mengungkapkan dalam keluarga, Fia menjadi anak tertua karena kakaknya telah tiada. Ia harus bisa menjadi contoh bagi adiknya. Jika adiknya belajar dua jam di rumah, Fia harus menghabiskan 3 sampai 4 jam untuk belajar. “Kita selalu mereviu materi-materi sekolah hari itu, untuk dipelajari lagi di rumah,” ujar Syaiful.
Dikatakan, Fia mempunyai hobi tidak biasa di usia anak semasanya. Hampir semua buku yang ada di rumah dipelajarinya, mulai buku pelajaran sampai referensi bacaan lainnya. “Dia anak yang haus buku. Ketika keluarga lain menikmati liburan dengan berwisata, Fia malah mengajak saya bergerilya ke toko-toko buku. Tak heran jika Fia tumbuh sebagai anak yang cerdas. Saya bersyukur atas kepandaian yang dia miliki,”ungkap pria yang berprofesi sebagai kontraktor ini.
Selain Fia, peraih perunggu pada ajang IEYI adalah dua siswa dari SMA Negeri 2 Yogyakarta, Muhammad Luqman dan Fishal Fuad Rahman. Kedua pelajar ini berhasil menciptakan inovasi Edges Shoes, yaitu sepatu yang membantu tunanetra berjalan dengan kecanggihan sensor warna.
“Kami memanfaatkan aplikasi teknologi robot dan follower untuk mengenal perbedaan warna pada sepatu sehingga tunanetra dapat berjalan di jalan layaknya orang normal. Track itu hanya perlu warna yang berbeda saja. Jadi, jalur untuk tunanetra yang biasa menggunakan track braille di tempat umum seperti Malioboro, bisa diubah hanya dengan perbedaan warna cat pada jalan,” kata Fishal.
Sepatu temuan itu sendiri telah diuji cobakan di sebuah sekolah luar biasa di Yogyakarta. Cukup dengan menggunakan sepatu dan jalur yang telah disiapkan, penderita tunanetra tidak lagi takut untuk berjalan ke arah yang salah. Keberhasilan anak-anak cerdas ini merebut medali di ajang IEYI turut mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Mereka berhasil menyingkirkan sekitar 200 dari 207 peserta dari sembilan negara yang turut meramaikan kompetisi para peneliti muda ini.
Kecemerlangan mereka mempertegas penolakan terhadap fenomena tawuran yang kerap dipertontonkan para pelajar di Tanah Air. Masa depan Indonesia ada di pundak anak-anak seperti mereka.
Kepedulian Fia, begitu dia biasa disapa, kepada kaum disabel, khususnya tunanetra bermula ketika pada kelas IV SD membaca kisah Louis Braille, penemu huruf braille. “Dari situ saya terinspirasi. Saya membuat gelas braille supaya dapat menolong mereka ketika menuangkan minuman ke gelas. Gelas ini akan menjaga agar air minum tidak tumpah dan menyebabkan mereka terpeleset,” kata Fia kepada Seputar Indonesia (SINDO).
Fia tidak hanya bangga bisa membantu kaum disabel, namun juga bangga mendapatkan medali perunggu di ajang internasional. Perempuan kelahiran 3 Agustus 2000 mengaku mempersiapkan segala hal sebelum mengikuti ajang IEYI di Bangkok.
“Alhamdulillah, Bronze Medali dapat saya bawa pulang. Terima kasih semunya yang telah mendoakan dan memberi dukungan penuh kepada Fia. Semua yang telah Fia lalui akan menjadi rangkaian kenangan manis yang Fia bawa dari Negeri Thai," kata perempuan yang punya hobi membaca, browsing internet dan menggambar ini.
Prestasi Fia di bidang akademik bukan baru kali ini saja. Perempuan yang baru melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Gresik ini telah beberapa kali menjadi peserta di ajang kompetisi ilmu pengetahuan.
Setiap keikutsertaannya, tidak jarang ia menyabet piala juara. Sepanjang tahun 2011, Fia tercatat lima kali menorehkan prestasi gemilang di ajang Karya Ilmiah Remaja (KIR). Ia juga menjadi juara kedua pada Gresik Science Festival (GSF) dan meraih peringkat pertama IPA pada Seleksi Pembinaan International Mathematic and Science Olympiade (IMSO) yang keduanya diselenggarakan Dinas Pendidikan (Dispendik) Gresik.
Selain itu, Fia menyabet juara kedua pada Olimpiade MIPA YIMI Islamic Festival SD/MI se-Kabupaten Gresik, Surabaya, dan Lamongan. Pernah juga menjadi Duta Tim Kabupaten Gresik dalam Seleksi International Mathematic and Science Olympiade (IMSO) oleh Dirjen Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan Nasional (Dikdas Depdiknas).
Kepala SD Muhammadiyah Manyar, Fadloli Aziz, mengatakan Fia merupakan siswi yang cerdas, aktif dan komunikatif. Para guru di sekolah menilai perempuan berkerudung ini pandai dalam bidang akademik. “Ia juga pintar dalam mempraktekkan bahasa Inggris setiap hari. Fia hampir selalu menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya dengan baik,” kata Fadloli.
Sementara ayah Fia, Syaiful, mengungkapkan dalam keluarga, Fia menjadi anak tertua karena kakaknya telah tiada. Ia harus bisa menjadi contoh bagi adiknya. Jika adiknya belajar dua jam di rumah, Fia harus menghabiskan 3 sampai 4 jam untuk belajar. “Kita selalu mereviu materi-materi sekolah hari itu, untuk dipelajari lagi di rumah,” ujar Syaiful.
Dikatakan, Fia mempunyai hobi tidak biasa di usia anak semasanya. Hampir semua buku yang ada di rumah dipelajarinya, mulai buku pelajaran sampai referensi bacaan lainnya. “Dia anak yang haus buku. Ketika keluarga lain menikmati liburan dengan berwisata, Fia malah mengajak saya bergerilya ke toko-toko buku. Tak heran jika Fia tumbuh sebagai anak yang cerdas. Saya bersyukur atas kepandaian yang dia miliki,”ungkap pria yang berprofesi sebagai kontraktor ini.
Selain Fia, peraih perunggu pada ajang IEYI adalah dua siswa dari SMA Negeri 2 Yogyakarta, Muhammad Luqman dan Fishal Fuad Rahman. Kedua pelajar ini berhasil menciptakan inovasi Edges Shoes, yaitu sepatu yang membantu tunanetra berjalan dengan kecanggihan sensor warna.
“Kami memanfaatkan aplikasi teknologi robot dan follower untuk mengenal perbedaan warna pada sepatu sehingga tunanetra dapat berjalan di jalan layaknya orang normal. Track itu hanya perlu warna yang berbeda saja. Jadi, jalur untuk tunanetra yang biasa menggunakan track braille di tempat umum seperti Malioboro, bisa diubah hanya dengan perbedaan warna cat pada jalan,” kata Fishal.
Sepatu temuan itu sendiri telah diuji cobakan di sebuah sekolah luar biasa di Yogyakarta. Cukup dengan menggunakan sepatu dan jalur yang telah disiapkan, penderita tunanetra tidak lagi takut untuk berjalan ke arah yang salah. Keberhasilan anak-anak cerdas ini merebut medali di ajang IEYI turut mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Mereka berhasil menyingkirkan sekitar 200 dari 207 peserta dari sembilan negara yang turut meramaikan kompetisi para peneliti muda ini.
Kecemerlangan mereka mempertegas penolakan terhadap fenomena tawuran yang kerap dipertontonkan para pelajar di Tanah Air. Masa depan Indonesia ada di pundak anak-anak seperti mereka.
(hyk)