Mengurai asap berbuah emas
A
A
A
ASAP rokok kerap dianggap mengganggu oleh sejumlah kalangan. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan menghadirkan teknologi yang mampu mengurai asap. Tidak perlu harga mahal untuk menghadirkan teknologi yang mampu menyerap asap.
Dua siswa SMAN 3 Semarang yaitu Zihrama Afdi dan Hermawan Maulana berhasil menghadirkan Thunder Box (T-Box), sebuah alat yang mampu mengurai asap rokok. Melalui alat ini, kandungan-kandungan zat berbahaya yang terkandung pada asap rokok dapat direduksi. Alat ini bisa dipergunakan di ruang yang banyak disinggahi perokok, salah satunya adalah ruangan khusus merokok (smoking room).
Karena itu, inovasi yang dilakukan keduanya mendapatkan medali emas dalam ajang International Exhibition for Young Inventors (IEYI) di Bangkok beberapa waktu lalu. Selain T-Box, alat ini juga dikenal dengan sebutan Carbofil ApplicationforCarbon-Oxygen Separation in Smoking Room. Afdi menyatakan, T-Box mampu menyerap gas CO2 yang ada pada smoking room dan menguraikannya menjadi karbon ataupun oksigen.
“Dari hasil uraiannya tersebut, karbonnya dapat dimanfaatkan lagi, sementara oksigen yang dihasilkan dapat dialirkan kembali ke dalam smoking room, sehingga dapat membuat udara di dalam ruangan tetap segar,” ujarnya. Ide pembuatan T-Box bermula dari banyaknya para perokok yang menghisap rokok di tempat umum. Meski sejumlah smoking room sudah disediakan, para perokok enggan menggunakannya karena selain terlalu sempit.
Ruangan yang sempit itu tidak disukai perokok karena asap berkumpul di dalam ruangan dan berdampak pada pengapnya ruangan. Akhirnya, semakin banyak orang yang enggan merokok di smoking room. “Karena banyak orang enggan merokok di smoking room, tetapi di tempat umum, asapnya justru mengganggu orang lain yang tidak perokok. Agar para perokok tetap nyaman di smoking roomdan tidak terganggu dengan asap yang mereka hasilkan sendiri, kami mencari jalan lain dengan T-Box ini,” katanya.
Proyek pembuatan alat yang semula mereka kerjakan saat science camp di SMAN 3 Semarang itu, kemudian diikutkan pada lomba yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada perlombaan ini, karya mereka hanya masuk pada level finalis. Agar lebih sempurna, proyek ini kemudian diperbarui dan dilengkapi segala kekurangannya. “Oleh pihak LIPI, kami kemudian diminta untuk mengikuti ajang IEYI. Mereka beralasan, proyek yang kami miliki sesuai dengan tema lingkungan yang ada pada IEYI. Kami terus menyempurnakan proyek kami dan akhirnya ikut,” bebernya dengan diamini oleh Hermawan.
Saat mengikuti IEYI, memang sempat muncul rasa pesimistis setelah berhadapan dengan berbagai tim dari negara lain yang berjumlah 206 tim. “Terutama dengan tim yang berada di sebelah kami. Mereka dari negara Jepang yang sudah terkenal dengan kemajuan teknologinya. Namun, setelah kami pikir-pikir, tidak ada gunanya pesimistis, pokoknya percaya diri saja dengan proyek yang sudah kami buat dan ikutkan ini,” imbuh Hermawan.
Melalui kepercayaan diri itu, proyek yang mereka ikutkan akhirnya berhasil menyabet emas. Meski berhasil meraih emas, mereka tetap bertekad akan terus menyempurnakannya. Selain T-Box, mereka juga mengembangkan proyek iptek lainnya untuk diikutkan di lomba yang diadakan LIPI nantinya. “Kami juga berharap T-Box ini nanti dapat dipatenkan. Kami berharap dapat terus menuntut pendidikan setinggi-tingginya. Syukur-syukur kami bisa dapat beasiswa,” katanya.
Kepala SMAN 3 Semarang Hari Waluyo mengaku sangat bangga dengan prestasi yang diraih anak didiknya. Dia berharap keduanya dapat memberikan inspirasi kepada para siswa lainnya. “Prestasi ini merupakan satu upaya kami memenuhi persyaratan sebagai satuan pendidikan berstatus RSBI dengan memiliki prestasi tingkat internasional. Kami mengucapkan selamat kepada kedua siswa kami yang sudah berprestasi tersebut,”imbuhnya.
Menurut peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI Bogie Soedjatmiko Eko Tjahjono, karya kedua siswa di atas bisa lebih dikembangkan. Jika saat ini hanya bisa menjangkau ruangan yang luasnya terbatas, ke depan ruangan umum yang luas diharapkan bisa menggunakan produk mereka.
“Seperti di bandara misalnya, dengan pengembangan yang baik alat ini bisa menjangkau areal yang luas. Bogie yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan LIPI, menyatakan pihaknya memberikan pendampingan agar karya bisa diaplikasikan lebih luas.
Tentunya LIPI juga membantu dalam proses paten mereka, sehingga mereka juga bisa mendapatkan manfaat materi dari inovasi dan temuan mereka.
Dua siswa SMAN 3 Semarang yaitu Zihrama Afdi dan Hermawan Maulana berhasil menghadirkan Thunder Box (T-Box), sebuah alat yang mampu mengurai asap rokok. Melalui alat ini, kandungan-kandungan zat berbahaya yang terkandung pada asap rokok dapat direduksi. Alat ini bisa dipergunakan di ruang yang banyak disinggahi perokok, salah satunya adalah ruangan khusus merokok (smoking room).
Karena itu, inovasi yang dilakukan keduanya mendapatkan medali emas dalam ajang International Exhibition for Young Inventors (IEYI) di Bangkok beberapa waktu lalu. Selain T-Box, alat ini juga dikenal dengan sebutan Carbofil ApplicationforCarbon-Oxygen Separation in Smoking Room. Afdi menyatakan, T-Box mampu menyerap gas CO2 yang ada pada smoking room dan menguraikannya menjadi karbon ataupun oksigen.
“Dari hasil uraiannya tersebut, karbonnya dapat dimanfaatkan lagi, sementara oksigen yang dihasilkan dapat dialirkan kembali ke dalam smoking room, sehingga dapat membuat udara di dalam ruangan tetap segar,” ujarnya. Ide pembuatan T-Box bermula dari banyaknya para perokok yang menghisap rokok di tempat umum. Meski sejumlah smoking room sudah disediakan, para perokok enggan menggunakannya karena selain terlalu sempit.
Ruangan yang sempit itu tidak disukai perokok karena asap berkumpul di dalam ruangan dan berdampak pada pengapnya ruangan. Akhirnya, semakin banyak orang yang enggan merokok di smoking room. “Karena banyak orang enggan merokok di smoking room, tetapi di tempat umum, asapnya justru mengganggu orang lain yang tidak perokok. Agar para perokok tetap nyaman di smoking roomdan tidak terganggu dengan asap yang mereka hasilkan sendiri, kami mencari jalan lain dengan T-Box ini,” katanya.
Proyek pembuatan alat yang semula mereka kerjakan saat science camp di SMAN 3 Semarang itu, kemudian diikutkan pada lomba yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada perlombaan ini, karya mereka hanya masuk pada level finalis. Agar lebih sempurna, proyek ini kemudian diperbarui dan dilengkapi segala kekurangannya. “Oleh pihak LIPI, kami kemudian diminta untuk mengikuti ajang IEYI. Mereka beralasan, proyek yang kami miliki sesuai dengan tema lingkungan yang ada pada IEYI. Kami terus menyempurnakan proyek kami dan akhirnya ikut,” bebernya dengan diamini oleh Hermawan.
Saat mengikuti IEYI, memang sempat muncul rasa pesimistis setelah berhadapan dengan berbagai tim dari negara lain yang berjumlah 206 tim. “Terutama dengan tim yang berada di sebelah kami. Mereka dari negara Jepang yang sudah terkenal dengan kemajuan teknologinya. Namun, setelah kami pikir-pikir, tidak ada gunanya pesimistis, pokoknya percaya diri saja dengan proyek yang sudah kami buat dan ikutkan ini,” imbuh Hermawan.
Melalui kepercayaan diri itu, proyek yang mereka ikutkan akhirnya berhasil menyabet emas. Meski berhasil meraih emas, mereka tetap bertekad akan terus menyempurnakannya. Selain T-Box, mereka juga mengembangkan proyek iptek lainnya untuk diikutkan di lomba yang diadakan LIPI nantinya. “Kami juga berharap T-Box ini nanti dapat dipatenkan. Kami berharap dapat terus menuntut pendidikan setinggi-tingginya. Syukur-syukur kami bisa dapat beasiswa,” katanya.
Kepala SMAN 3 Semarang Hari Waluyo mengaku sangat bangga dengan prestasi yang diraih anak didiknya. Dia berharap keduanya dapat memberikan inspirasi kepada para siswa lainnya. “Prestasi ini merupakan satu upaya kami memenuhi persyaratan sebagai satuan pendidikan berstatus RSBI dengan memiliki prestasi tingkat internasional. Kami mengucapkan selamat kepada kedua siswa kami yang sudah berprestasi tersebut,”imbuhnya.
Menurut peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI Bogie Soedjatmiko Eko Tjahjono, karya kedua siswa di atas bisa lebih dikembangkan. Jika saat ini hanya bisa menjangkau ruangan yang luasnya terbatas, ke depan ruangan umum yang luas diharapkan bisa menggunakan produk mereka.
“Seperti di bandara misalnya, dengan pengembangan yang baik alat ini bisa menjangkau areal yang luas. Bogie yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan LIPI, menyatakan pihaknya memberikan pendampingan agar karya bisa diaplikasikan lebih luas.
Tentunya LIPI juga membantu dalam proses paten mereka, sehingga mereka juga bisa mendapatkan manfaat materi dari inovasi dan temuan mereka.
(hyk)