Negeri tak bertuan

Kamis, 28 Juni 2012 - 08:01 WIB
Negeri tak bertuan
Negeri tak bertuan
A A A
Sekelompok orang dari ormas tertentu menenteng senjata tajam sambil melintas di flyover Ciputat. Anggota ormas itu berkonvoi dengan menggunakan sepeda motor.

Demikianlah salah satu berita media internet kemarin. Berita yang banyak menarik perhatian ini mendapat puluhan komentar dari masyarakat. Komentarnya beragam.

Ada yang mengungkapkan sumpah serapah terhadap ormas yang memang sudah kerapkali melakukan tindakan anarkistis di Ibu Kota hingga menyayangkan ketidaktegasan aparat hingga ketidakberwibawaan negara menghadapi anasir-anasir berwajah beringas yang menebar teror secara terang-terangan di tengah masyarakat.

Aneka aspirasi masyarakat yang disampaikan terkait persoalan tersebut selama ini ibaratnya seperti teriakan di tengah rimba belantara yang tidak ada satu pun pihak yang berperan sebagai pelindung dan pengayom pihak yang lemah.

Sebaliknya yang ada adalah binatang buas yang siap menerkam. Kita tidak menafikan peran aparat keamanan, seperti yang dilakukan Polsek Ciputat yang mengusir gerombolan yang melewati wilayahnya tersebut.

Tapi dapat dipastikan, tindakan tersebut tidak akan mampu memberikan shock therapy, dan dapat dipastikan pula mereka akan mengulangi dan mengulang lagi perbuatan tersebut di kemudian hari.

Kenapa? Karena mereka sangat paham bahwa aparat tidak akan pernah berani menindak tegas mereka dan hukum tidak akan pernah berdaya melawan mereka.

Mereka juga sangat paham bahwa ancaman pembubaran ormas anarkistis hanyalah wacana belaka, dan pada akhirnya mereka sangat percaya diri bahwa negara tidak pernah berwibawa di depan mereka! Cerita ketidakberdayaan aparat, hukum, dan negara yang dirasakan masyarakat bukan hanya ketika dihadapkan pada kasus tindakan anarkistis ormas.

Kejahatan yang dilakukan secara terbuka dan di siang bolong setiap saat mengancam pengendara yang melewati tol Jakarta–Cikampek. Banyak kisah yang menyebutkan ada tindakan kejahatan bermodus petugas derek, tapi terus berulang dan tidak pernah mendapat perhatian aparat.

Padahal tindakan mereka sangat keji. Sejumlah kesaksian menyebut bagaimana pengemudi yang tengah menikmati perjalanan tiba-tiba kendaraannya dipotong, mesin dimatikan paksa, diintimidasi, dan bahkan ada yang sampai dihajar.

Tidak berhenti di sini, mobil dan sang pengendara lantas dibawa ke sebuah tempat yang konon sudah dimafhumi berada di kawasan Cililitan, disekap, dan kemudian diminta uang tebusan yang nilainya hingga jutaan rupiah.

Jika menilik fakta tersebut, kasusnya bukanlah sekadar derek liar, tapi sudah perampokan dan penculikan. Semestinya, demi penegakan hukum dan ketenteraman masyarakat, pihak terkait maupun aparat tidak berdiam menunggu laporan yang masuk, tetapi berinisiatif melakukan pembungkaman.

Tetapi apa yang terjadi, kasus tersebut kembali berulang, berulang, dan terus berulang entah sampai kapan. Kembali kepada berita yang dirilis sebuah media internet.

Komentar yang merespons tindak anarkistis ormas terus bertambah. Malah kemudian ada yang berkomentar, ”Pak Harto.... aku kangen banget sama Bapak.’’ Secara kuantitas, banyaknya respons yang muncul bisa dipahami sebagai tingginya perhatian masyarakat terhadap persoalan tersebut.

Secara substantif bisa mencerminkan rasa frustrasi terhadap kondisi keamanan yang mereka rasakan atau ketidakpercayaan terhadap kemampuan aparat dan negara memberi perlindungan kepada mereka.

Benarkah sedemikian parah adanya? Persoalannya kembali kepada tuan di negeri ini, apakah mampu memenuhi harapan masyarakat untuk menindak tegas siapa pun yang mengancam keamanan dan terang-terangan mengganggu ketertiban masyarakat dan melakukan pelanggaran hukum dalam bentuk apa pun. Atau memang negeri ini benar-benar tidak bertuan.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0673 seconds (0.1#10.140)