Kasus BHIT dipolitisasi oleh kekuatan besar
A
A
A
Sindonews.com - Upaya melibatkan PT Bhakti Investama (BHIT) Tbk atas kasus tangkap tangan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultan KPP Sidoarjo Selatan Tommy Hindratno (TH) dan seorang pengusaha bernama James Gunardjo (JG) oleh KPK merupakan kejahatan politik.
"Kejahatan politik ini sengaja dilakukan bertujuan untuk menjatuhkan nama Hary Tanoesoedibjo yang saat ini menjadi politisi Partai Nas-Dem. Dia juga meyakini upaya penjatuhan nama baik ini dilakukan oleh lawan politik yang memiliki kekuatan besar," kata Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun.
Menurut dia, fenomena tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum telah diintervensi oleh kepentingan politik. Pola politik seperti ini tidak sehat, serang-menyerang yang tidak berbasis pada data objektif.
"Saya berharap ke depan politik lebih sehat dan perlu menumbuhkan etika politik dan objektivitas politik," kata Ubed di Jakarta kemarin.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terjebak pada kepentingan politik saling serang. Sebagai institusi hukum KPK tidak boleh terjebak permainan politik sebab dalam menangani kasus, KPK harus mengedepankan sikap netral dan independen.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani. Dia mengingatkan agar pimpinan KPK tidak terjebak dalam permainan politik untuk kepentingan partai politik tertentu terkait kasus tertangkapnya TH dan JG.
"Saya berharap lima pimpinan KPK tidak terjebak permainan politik, harus menjelaskan secara transparan soal temuannya itu. Jangan sampai ada politisasi, jangan sampai pembunuhan karakter. Usut juga pejabat pajak," kata Yani.
Dia mendukung pemberantasan mafia pajak, tetapi jangan sekadar asumsi. KPK harus menemukan bukti yang lain. Menurut dia, KPK seharusnya dapat dengan mudah menanyakan kepada TH dan JG perusahaan mana saja yang diurus, apa betul pengusaha JG itu bagian dari perusahaan Bhakti.
"Kalau bukan, ini pembunuhan karakter. Lihat dari keputusan tersebut apakah ada SK atau tidak, apakah direksi apa bukan. Kasihan dunia usaha bisa anjlok," katanya.
Sementara itu, PT BHIT Tbk membantah pihaknya terkait penangkapan TH dan JG. BHIT juga menegaskan JG bukan karyawan BHIT dan tidak pernah menjadi karyawan di perusahaan itu. Sampai saat ini, BHIT mengaku sama sekali belum pernah dimintai keterangan atas kasus tersebut secara langsung oleh KPK.
Menurut BHIT, akibat pernyataan dan tindakan penggeledahan yang dilakukan KPK ke kantor BHIT, serta pemberitaan di media massa, seolaholah terindikasi tindakan suap yang dilakukan JG dan TH terkait dengan dugaan kecurangan restitusi pajak BHIT sebesar Rp3,4 miliar.
Padahal tuduhan itu sama sekali tidak benar. Lebih jauh,BHIT menjelaskan selama ini perseroan selalu tertib membayar pajak. Sebagai perusahaan publik yang besar, jumlah pajak yang disetorkan ke negara oleh grup BHIT, termasuk di dalamnya PPh 21, PPh 25, PPN, dan lain-lain setiap tahun sejumlah Rp1 triliun lebih.
"Karena itu, sangat tidak mungkin dan tidak masuk akal bilamana BHIT dikatakan melakukan kecurangan pajak senilai Rp3,4 miliar, yang porsinya sangat kecil dibandingkan dengan nilai pajak yang disetor BHIT ke kas negara," jelas BHIT dalam pernyataannya di Jakarta, kemarin.
Apalagi pada kenyataannya BHIT memang tidak pernah melakukan kecurangan pajak. BHIT menekankan bahwa dugaan kecurangan restitusi pajak yang dilakukan BHIT sebagaimana diberitakan media massa dengan nilai restitusi sebesar Rp3,4 miliar adalah tidak benar.
Faktanya, nilai restitusi sebesar Rp3,4 miliar itu sebagian besar adalah akumulasi dari jumlah kelebihan bayar PPN BHIT sejak 2003 sampai 2010 yang berjumlah sekitar Rp3 miliar. "Angka ini telah diperiksa setiap tahun serta telah dikonfirmasi dan disetujui oleh kantor pajak yang berwenang," terangnya.
Dengan demikian, kelebihan bayar PPN yang telah dikonfirmasikan dan disetujui oleh kantor pajak yang berwenang tersebut merupakan hak BHIT. Terkait restitusi pajak yang diberikan dan telah disetujui kantor pajak tersebut, seandainya dianggap ada urusan perpajakan BHIT yang ganjil, KPK seharusnya memverifikasi dahulu perhitungan dan kewajaran pajak dimaksud ke kantor pajak.
Dan kalau kantor pajak merasa ganjil, seharusnya juga melakukan upaya hukum perpajakan termasuk menggugat ke pengadilan pajak. Dalam kesempatan tersebut, BHIT menegaskan bahwa pemberitaan yang marak di media mengenai keterkaitan antara kasus JG dan TH dengan BHIT tidak benar.
Kasus yang terjadi terkait JG dan TH sama sekali tidak relevan dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan BHIT. "Kami harap agar publik tidak terpengaruh dengan segala macam bentuk pemberitaan yang menyudutkan BHIT dengan mengkaitkan kasus JG dan TH dengan BHIT," tandasnya. (san)
"Kejahatan politik ini sengaja dilakukan bertujuan untuk menjatuhkan nama Hary Tanoesoedibjo yang saat ini menjadi politisi Partai Nas-Dem. Dia juga meyakini upaya penjatuhan nama baik ini dilakukan oleh lawan politik yang memiliki kekuatan besar," kata Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun.
Menurut dia, fenomena tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum telah diintervensi oleh kepentingan politik. Pola politik seperti ini tidak sehat, serang-menyerang yang tidak berbasis pada data objektif.
"Saya berharap ke depan politik lebih sehat dan perlu menumbuhkan etika politik dan objektivitas politik," kata Ubed di Jakarta kemarin.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terjebak pada kepentingan politik saling serang. Sebagai institusi hukum KPK tidak boleh terjebak permainan politik sebab dalam menangani kasus, KPK harus mengedepankan sikap netral dan independen.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani. Dia mengingatkan agar pimpinan KPK tidak terjebak dalam permainan politik untuk kepentingan partai politik tertentu terkait kasus tertangkapnya TH dan JG.
"Saya berharap lima pimpinan KPK tidak terjebak permainan politik, harus menjelaskan secara transparan soal temuannya itu. Jangan sampai ada politisasi, jangan sampai pembunuhan karakter. Usut juga pejabat pajak," kata Yani.
Dia mendukung pemberantasan mafia pajak, tetapi jangan sekadar asumsi. KPK harus menemukan bukti yang lain. Menurut dia, KPK seharusnya dapat dengan mudah menanyakan kepada TH dan JG perusahaan mana saja yang diurus, apa betul pengusaha JG itu bagian dari perusahaan Bhakti.
"Kalau bukan, ini pembunuhan karakter. Lihat dari keputusan tersebut apakah ada SK atau tidak, apakah direksi apa bukan. Kasihan dunia usaha bisa anjlok," katanya.
Sementara itu, PT BHIT Tbk membantah pihaknya terkait penangkapan TH dan JG. BHIT juga menegaskan JG bukan karyawan BHIT dan tidak pernah menjadi karyawan di perusahaan itu. Sampai saat ini, BHIT mengaku sama sekali belum pernah dimintai keterangan atas kasus tersebut secara langsung oleh KPK.
Menurut BHIT, akibat pernyataan dan tindakan penggeledahan yang dilakukan KPK ke kantor BHIT, serta pemberitaan di media massa, seolaholah terindikasi tindakan suap yang dilakukan JG dan TH terkait dengan dugaan kecurangan restitusi pajak BHIT sebesar Rp3,4 miliar.
Padahal tuduhan itu sama sekali tidak benar. Lebih jauh,BHIT menjelaskan selama ini perseroan selalu tertib membayar pajak. Sebagai perusahaan publik yang besar, jumlah pajak yang disetorkan ke negara oleh grup BHIT, termasuk di dalamnya PPh 21, PPh 25, PPN, dan lain-lain setiap tahun sejumlah Rp1 triliun lebih.
"Karena itu, sangat tidak mungkin dan tidak masuk akal bilamana BHIT dikatakan melakukan kecurangan pajak senilai Rp3,4 miliar, yang porsinya sangat kecil dibandingkan dengan nilai pajak yang disetor BHIT ke kas negara," jelas BHIT dalam pernyataannya di Jakarta, kemarin.
Apalagi pada kenyataannya BHIT memang tidak pernah melakukan kecurangan pajak. BHIT menekankan bahwa dugaan kecurangan restitusi pajak yang dilakukan BHIT sebagaimana diberitakan media massa dengan nilai restitusi sebesar Rp3,4 miliar adalah tidak benar.
Faktanya, nilai restitusi sebesar Rp3,4 miliar itu sebagian besar adalah akumulasi dari jumlah kelebihan bayar PPN BHIT sejak 2003 sampai 2010 yang berjumlah sekitar Rp3 miliar. "Angka ini telah diperiksa setiap tahun serta telah dikonfirmasi dan disetujui oleh kantor pajak yang berwenang," terangnya.
Dengan demikian, kelebihan bayar PPN yang telah dikonfirmasikan dan disetujui oleh kantor pajak yang berwenang tersebut merupakan hak BHIT. Terkait restitusi pajak yang diberikan dan telah disetujui kantor pajak tersebut, seandainya dianggap ada urusan perpajakan BHIT yang ganjil, KPK seharusnya memverifikasi dahulu perhitungan dan kewajaran pajak dimaksud ke kantor pajak.
Dan kalau kantor pajak merasa ganjil, seharusnya juga melakukan upaya hukum perpajakan termasuk menggugat ke pengadilan pajak. Dalam kesempatan tersebut, BHIT menegaskan bahwa pemberitaan yang marak di media mengenai keterkaitan antara kasus JG dan TH dengan BHIT tidak benar.
Kasus yang terjadi terkait JG dan TH sama sekali tidak relevan dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan BHIT. "Kami harap agar publik tidak terpengaruh dengan segala macam bentuk pemberitaan yang menyudutkan BHIT dengan mengkaitkan kasus JG dan TH dengan BHIT," tandasnya. (san)
()