Wakil kepala daerah dilemahkan
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dinilai berupaya melakukan birokratisasi jabatan politik dengan mengubah mekanisme pengisian jabatan wakil kepala daerah.
Usulan agar wakil kepala daerah tak lagi dipilih dalam pilkada, melainkan dengan penunjukan PNS senior, bisa memperlemah jabatan politik. "Usulan ini cenderung mencampuradukkan wilayah kerja jabatan politik (kebijakan) dengan jabatan karier (teknis)," kata anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain di Jakarta, Minggu 10 Juni 2012 kemarin.
Malik menjelaskan, argumentasi yang dijadikan alasan Kemendagri memang masuk akal, yakni fenomena banyaknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang pecah kongsi ataupun mengalami disharmoni.
Namun, terang dia, jalan keluarnya tentu tak serta-merta dengan mengalihkan mekanisme pengisian jabatan wakil kepala daerah ini langsung dari PNS karier. Usulan Kemendagri ini akan berkonsekuensi serius secara hukum dan politik. Sebab jika kepala daerah berhalangan tetap dan harus diganti.
"Maka pertanyaannya siapa yang berhak mengganti? Seorang wakil yang diangkat tanpa melalui pilkada secara politik tak bisa mengganti secara otomatis. Apalagi jika usulan Mendagri diikuti,bahwa jumlah wakil bisa bervariasi lebih dari satu, pasti ini akan menimbulkan komplikasi hukum maupun politik," ujar Malik.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengusulkan agar pengisian jabatan wakil kepala daerah ini harus tetap memakai mekanisme politik meskipun tidak menjadi paket pasangan calon saat pilkada.
Dia memberi contoh pemberian keleluasaan bagi calon kepala daerah untuk mengusulkan nama-nama calon wakil kepala daerah kepada partai politik yang mengusungnya. Dengan demikian, posisi wakil kepala daerah benarbenar orang yang sehati dan sejalan dengan kepala daerah karena dialah yang mengusulkan sejak awal.
"Atau kalau masih ragu mereka bisa kompak, bisa saja seorang calon kepala daerah diberi wewenang penuh menentukan siapa wakilnya, sedangkan partai pendukung harus setuju. Nah soal sumber wakil kepala daerah ini bisa dari karier pensiunan PNS ataupun nonkarier PNS," jelasnya.
Prinsipnya kepala daerah dan wakil kepala daerah tetap dipilih langsung dan berpasangan dalam pilkada. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, posisi wakil kepala daerah memang sangat lemah dan keberadaannya dalam tatanan pemerintahan masih dapat diperdebatkan.
Sebab,terang dia, UUD 1945 Pasal 18 ayat 4 sama sekali tak menyebut wakil kepala daerah dan berbunyi bahwa kepala daerah gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis.
"Tapi dalam praktik bernegara yang sudah lama kita jalani, wakil kepala darah itu ada. Sementara dalam realitasnya, fungsi wakil ternyata tak efektif karena pengaruh laten politik. Kita mendapati fakta bahwa hanya 24 pasang calon kepala daerah dan wakil yang maju kembali sebagai pasangan incumbent dalam pilkada. Persentasenya hanya 7,41% karena 324 kepala daerah dan wakil kepala daerah mengalami pecah kongsi saat pilkada," ungkapnya.
Gamawan juga menjelaskan bahwa akibat adanya pecah kongsi dan pengaruh laten politik itu, birokrasi di daerah terfragmentasi sehingga jalannya pemerintahan tidak efektif. Bahkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa birokrasi sering kali tak bisa netral, pelayanan publik terbengkalai, bahkan harmoni pemerintahan menjadi rusak.
"Dengan alasan-alasan inilah, kita usulkan bagaimana jika wakil tak usah dipilih sebagai paket dalam pilkada. Konstitusi kita nggak mengenal wakil kepala daerah karena amanat UUD hanya memilih gubernur, bupati,dan wali kota," ujarnya.
Untuk mengisi jabatan wakil kepala daerah, Gamawan menyatakan bisa dipilih dari pejabat karier senior.Bahkan jumlah wakil ini pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang dilihat berdasarkan kondisi demografis yang berlainan antara daerah satu dengan daerah lainnya. Kemudian berdasarkan kepadatan penduduk daerah, beban kerja daerah, serta tingkat kesulitan daerah yang semuanya dapat diukur.
"Dengan demikian, wakil kepala daerah tak lagi dilihat sebagai jabatan politik. Makanya kami usulkan agar posisi wakil kepala darah tak ada lagi tercantum dalam RUU Pilkada ini. Nama wakil kepala darah cukup diatur dalam UU Pemda saja," ungkap Gamawan.
Kekuatan politik gubernur juga akan berkurang jika pada pelaksanaan pilkada dipilih oleh DPRD Provinsi. Karena itu, usulan pemerintah dalam RUU Pilkada perlu dipertimbangkan. (san)
Usulan agar wakil kepala daerah tak lagi dipilih dalam pilkada, melainkan dengan penunjukan PNS senior, bisa memperlemah jabatan politik. "Usulan ini cenderung mencampuradukkan wilayah kerja jabatan politik (kebijakan) dengan jabatan karier (teknis)," kata anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain di Jakarta, Minggu 10 Juni 2012 kemarin.
Malik menjelaskan, argumentasi yang dijadikan alasan Kemendagri memang masuk akal, yakni fenomena banyaknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang pecah kongsi ataupun mengalami disharmoni.
Namun, terang dia, jalan keluarnya tentu tak serta-merta dengan mengalihkan mekanisme pengisian jabatan wakil kepala daerah ini langsung dari PNS karier. Usulan Kemendagri ini akan berkonsekuensi serius secara hukum dan politik. Sebab jika kepala daerah berhalangan tetap dan harus diganti.
"Maka pertanyaannya siapa yang berhak mengganti? Seorang wakil yang diangkat tanpa melalui pilkada secara politik tak bisa mengganti secara otomatis. Apalagi jika usulan Mendagri diikuti,bahwa jumlah wakil bisa bervariasi lebih dari satu, pasti ini akan menimbulkan komplikasi hukum maupun politik," ujar Malik.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengusulkan agar pengisian jabatan wakil kepala daerah ini harus tetap memakai mekanisme politik meskipun tidak menjadi paket pasangan calon saat pilkada.
Dia memberi contoh pemberian keleluasaan bagi calon kepala daerah untuk mengusulkan nama-nama calon wakil kepala daerah kepada partai politik yang mengusungnya. Dengan demikian, posisi wakil kepala daerah benarbenar orang yang sehati dan sejalan dengan kepala daerah karena dialah yang mengusulkan sejak awal.
"Atau kalau masih ragu mereka bisa kompak, bisa saja seorang calon kepala daerah diberi wewenang penuh menentukan siapa wakilnya, sedangkan partai pendukung harus setuju. Nah soal sumber wakil kepala daerah ini bisa dari karier pensiunan PNS ataupun nonkarier PNS," jelasnya.
Prinsipnya kepala daerah dan wakil kepala daerah tetap dipilih langsung dan berpasangan dalam pilkada. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, posisi wakil kepala daerah memang sangat lemah dan keberadaannya dalam tatanan pemerintahan masih dapat diperdebatkan.
Sebab,terang dia, UUD 1945 Pasal 18 ayat 4 sama sekali tak menyebut wakil kepala daerah dan berbunyi bahwa kepala daerah gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis.
"Tapi dalam praktik bernegara yang sudah lama kita jalani, wakil kepala darah itu ada. Sementara dalam realitasnya, fungsi wakil ternyata tak efektif karena pengaruh laten politik. Kita mendapati fakta bahwa hanya 24 pasang calon kepala daerah dan wakil yang maju kembali sebagai pasangan incumbent dalam pilkada. Persentasenya hanya 7,41% karena 324 kepala daerah dan wakil kepala daerah mengalami pecah kongsi saat pilkada," ungkapnya.
Gamawan juga menjelaskan bahwa akibat adanya pecah kongsi dan pengaruh laten politik itu, birokrasi di daerah terfragmentasi sehingga jalannya pemerintahan tidak efektif. Bahkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa birokrasi sering kali tak bisa netral, pelayanan publik terbengkalai, bahkan harmoni pemerintahan menjadi rusak.
"Dengan alasan-alasan inilah, kita usulkan bagaimana jika wakil tak usah dipilih sebagai paket dalam pilkada. Konstitusi kita nggak mengenal wakil kepala daerah karena amanat UUD hanya memilih gubernur, bupati,dan wali kota," ujarnya.
Untuk mengisi jabatan wakil kepala daerah, Gamawan menyatakan bisa dipilih dari pejabat karier senior.Bahkan jumlah wakil ini pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang dilihat berdasarkan kondisi demografis yang berlainan antara daerah satu dengan daerah lainnya. Kemudian berdasarkan kepadatan penduduk daerah, beban kerja daerah, serta tingkat kesulitan daerah yang semuanya dapat diukur.
"Dengan demikian, wakil kepala daerah tak lagi dilihat sebagai jabatan politik. Makanya kami usulkan agar posisi wakil kepala darah tak ada lagi tercantum dalam RUU Pilkada ini. Nama wakil kepala darah cukup diatur dalam UU Pemda saja," ungkap Gamawan.
Kekuatan politik gubernur juga akan berkurang jika pada pelaksanaan pilkada dipilih oleh DPRD Provinsi. Karena itu, usulan pemerintah dalam RUU Pilkada perlu dipertimbangkan. (san)
()