Pemerintah kalah lagi

Rabu, 06 Juni 2012 - 08:24 WIB
Pemerintah kalah lagi
Pemerintah kalah lagi
A A A
Keputusan pemerintah kembali dimentahkan oleh rakyatnya. Kali ini keputusan pengangkatan 19 wakil menteri (wamen) di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai hal yang inkonstitusional.

Bukan pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang dianggap bersalah. Namun, MK menganggap penjelasan dalam pasal tersebut, yang berbunyi: yang dimaksud dengan wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet-inkonstitusional.

Hasil kalah ini harus menjadi pelajaran bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengambil keputusan. Jika nanti ada keputusan-keputusan lagi yang dikalahkan oleh rakyatnya, kredibilitas pemerintahan yang dipimpin Presiden tentu akan menjadi taruhannya.

Bagaimana rakyat bisa percaya lagi kepada pemerintah jika setiap keputusannya dianggap inkonstitusional? Dan hasil kalah beberapa kali telah menjadi pertanyaan besar rakyat tentang kemampuan Presiden dan timnya dalam mengambil keputusan.

Masih ada dua keputusan pemerintah yang saat ini tengah diuji oleh MK yaitu persoalan UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang menjelaskan rancangan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan grasi terhadap terdakwa kasus narkoba Schapelle Corby asal Australia.

Pemerintah lebih baik mengkaji kembali dua keputusan yang tengah di meja para hakim MK itu. Presiden SBY bisa memanggil kembali para pakar hukum yang memberi nasihat tentang dua keputusan tersebut.

Presiden SBY harus mengambil langkah-langkah yang taktis dan jitu dengan membahas dua keputusan di atas. Jika dua keputusan pemerintah yang tengah digugat rakyat kembali dimentahkan,kredibilitas pemerintah tentu akan semakin turun.

Rakyat bisa tidak percaya lagi dengan pemerintah karena gagal dalam setiap mengambil keputusan.

Kondisi nasional akan bisa lebih parah jika rakyat yang memberikan mandat dan memiliki saham mayoritas terhadap negeri ini sudah tidak percaya dengan pemimpinnya.

Kondisi ini bukan isapan jempol belaka karena benih-benih ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah sudah ada. Hal lain yang patut dipertanyakan adalah tim penasihat hukum di lingkaran Presiden.

Beberapa keputusan yang dikalahkan rakyat ini tentu bukan semata karena kesalahan Presiden dalam mengambil keputusan, melainkan juga karena orang-orang hukum di sekitar Presiden kurang peka terhadap kondisi hukum dan kondisi rakyat saat ini.

Ini perlu menjadi catatan Presiden untuk mereviu beberapa posisi penasihat hukumnya. Perlu ada penilaian, apakah mereka yang berada di sekitar Presiden masih layak untuk dipertahankan.

Ada baiknya, Presiden membuka keran komunikasi dengan beberapa pakar hukum di Tanah Air untuk membahas keputusan-keputusan hukum yang akan dikeluarkan atau yang sudah dikeluarkan.

Jika perlu, Presiden mengundang para pakar hukum yang melakukan gugatan terhadap keputusan pemerintah agar bisa menemui titik temu tentang keputusan yang tidak menyimpang dari aturan hukum.

Presiden SBY pernah melakukan pertemuan dengan Yusril Ihza Mahendra untuk membahas keputusan-keputusan pemerintah yang dianggap salah oleh MK. Yusril yang selama ini menggugat keputusan Presiden SBY, dari pengangkatan Jaksa Agung Hendarman Supandji hingga pengangkatan wakil menteri, tampaknya selalu terbuka untuk diajak berdialog.

Kita yakin banyak pakar hukum di Tanah Air ini yang siap memberi masukkan kepada pemerintah.

Pemerintah tak perlu merasa sungkan jika memang tujuannya untuk roda pemerintahan yang mulus. Kesempatan untuk menjalin komunikasi lebih luas dengan para pakar hukum Tanah Air harus dibuka lebar demi nama baik pemerintahan SBY. Namun, semua kembali ke pemerintah.(*)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0724 seconds (0.1#10.140)