Politik dinasti perlu diatur UU
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah anggota Komisi II DPR mengusulkan perlunya regulasi formal untuk mengatur praktik politik dinasti. Dengan aturan melalui undang-undang (UU), kemunculan pemimpin baru yang masih anggota keluarga atau kerabat pemimpin sebelumnya tak menjadi tradisi baik di tingkat pusat maupun daerah.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Malik Haramain menilai politik dinasti merupakan salah satu bentuk anomali demokrasi.Karena itu,harus dibatasi karena bisa merusak demokrasi dan berpotensi menutupruangbagiwarganegara lainnya untuk menjadi pemimpin.
Menurut dia,dalam konteks kepemimpinan di daerah, sebenarnya draf Rancangan Undang- Undang (RUU) Pemilukada usulan pemerintah telah secara eksplisit melarang istri, suami, anak-anak, menantu, bapak, kakak, atau adik kepala daerah sebelumnya untuk maju sebagai calon kepala daerah. ”Saya setuju,pelanggengan politik dinasti harus dihapus. Terobosan pemerintah melalui Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) harus didukung.
Dengan semangat menjaga kemurnian demokrasi, saya berharap DPR menolak segala upaya untuk melanggengkan politik oligarki,”kata Malik di Jakarta kemarin. Hal senada dikatakan Wakil Ketua Pansus RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) Chatibul Umam Wiranu. Dia menilai, draf usulan revisi atas UU No 32/2004 tentang Pemda yang mengatur perlunya larangan calon kepala daerah dari jalur keluarga incumbent perlu pula diadopsi dalam RUU Pemilihan Presiden (Pilpres).
”Kalau mau adil, ya harusnya diberlakukan semuanya, baik pilkada maupun pilpres. UU Pemda yang sekarang sedang direvisi, mengusulkan larangan praktik politik dinasti. Harusnya UU Pilpres juga mengatur itu,” kata anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat ini. Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun menilai fenomena politik dinasti dan oligarki sesungguhnya merusak kualitas demokrasi bahkan bisa merusak substansi demokrasi.
”Substansi demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Jika dinasti dan oligarki yang berkuasa, kedaulatan tidak lagi milik rakyat, tetapi milik keluarga penguasa (dinasti),”kata Ubed. Menurut dia, politik dinasti sangat berbahaya karena keuntungan dari segala potensi dan sumber kekayaan di suatu daerah atau negara akan lebih banyak masuk ke pundi-pundi penguasa. (wbs)
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Malik Haramain menilai politik dinasti merupakan salah satu bentuk anomali demokrasi.Karena itu,harus dibatasi karena bisa merusak demokrasi dan berpotensi menutupruangbagiwarganegara lainnya untuk menjadi pemimpin.
Menurut dia,dalam konteks kepemimpinan di daerah, sebenarnya draf Rancangan Undang- Undang (RUU) Pemilukada usulan pemerintah telah secara eksplisit melarang istri, suami, anak-anak, menantu, bapak, kakak, atau adik kepala daerah sebelumnya untuk maju sebagai calon kepala daerah. ”Saya setuju,pelanggengan politik dinasti harus dihapus. Terobosan pemerintah melalui Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) harus didukung.
Dengan semangat menjaga kemurnian demokrasi, saya berharap DPR menolak segala upaya untuk melanggengkan politik oligarki,”kata Malik di Jakarta kemarin. Hal senada dikatakan Wakil Ketua Pansus RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) Chatibul Umam Wiranu. Dia menilai, draf usulan revisi atas UU No 32/2004 tentang Pemda yang mengatur perlunya larangan calon kepala daerah dari jalur keluarga incumbent perlu pula diadopsi dalam RUU Pemilihan Presiden (Pilpres).
”Kalau mau adil, ya harusnya diberlakukan semuanya, baik pilkada maupun pilpres. UU Pemda yang sekarang sedang direvisi, mengusulkan larangan praktik politik dinasti. Harusnya UU Pilpres juga mengatur itu,” kata anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat ini. Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun menilai fenomena politik dinasti dan oligarki sesungguhnya merusak kualitas demokrasi bahkan bisa merusak substansi demokrasi.
”Substansi demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Jika dinasti dan oligarki yang berkuasa, kedaulatan tidak lagi milik rakyat, tetapi milik keluarga penguasa (dinasti),”kata Ubed. Menurut dia, politik dinasti sangat berbahaya karena keuntungan dari segala potensi dan sumber kekayaan di suatu daerah atau negara akan lebih banyak masuk ke pundi-pundi penguasa. (wbs)
()