Syarat capres jangan diperlonggar

Selasa, 22 Mei 2012 - 12:06 WIB
Syarat capres jangan...
Syarat capres jangan diperlonggar
A A A
Sindonews.com - Partai Nasional Demokrat (NasDem) berharap agar ketentuan syarat dukungan untuk mengusung calon presiden (capres) tidak ubah. Pasalnya, substansi yang terkandung dalam Undang-Undang (UU) Pilpres saat ini masih sangat relevan.

“Bagi Nas-Dem, sebaiknya UU Pilpres yang lama jangan diubah lagi. Masa baru dicoba sekali sudah diubah. Apalagi, substansi dari UU tersebut masih sangat relevan untuk Pilpres 2014,” tandas Sekjen Partai NasDem Ahmad Rofiq kepada SINDO kemarin.

Rofiq menjelaskan, capres dan cawapres sudah sangat pas jika didukung 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara pemilihan yang sah.

Artinya, gabungan partai-partai boleh mencalonkan pasangan capres-cawapres asalkan dapat memenuhi ketentuan suara yang ditetapkan. Jika ketentuan ini semakin diperlonggar, ungkapnya, maka seleksi kepemimpinan bangsa akan semakin longgar dan pada gilirannya dapat menurunkan kualitas kepemimpinan.

“Penurunan syarat capres juga dapat menimbulkan ketidakpastian arah kepemimpinan bangsa dan proses demokrasi kita juga semakin tidak stabil,” terangnya.

Rofiq menambahkan, jumlah kontestan pilpres idealnya cukup tiga pasangan, sehingga proses konsolidasi kepemimpinan sudah terbangun sejak awal. Hal ini juga bisa mematangkan skema koalisi dan oposisi karena dibangun melalui dasar dan argumentasi kebersamaan yang kuat.

“Jadi, kalau syarat capres diturunkan maka proses konsolidasi kepemimpinan akan lemah. Dan arah kepemimpinan nasional juga simpang siur. Ini dapat menghambat proses pembangunan nasional,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Ja’far mengatakan, penurunan persentase syarat dukungan capres sangat tidak tepat karena kontraproduktif dengan upaya penguatan sistem presidensial yang sudah disepakati.

Selain itu, syarat yang ketat juga mampu menjaga kewibawaan presiden dalam percaturan politik nasional. “PKB akan kukuh bahwa syarat capres harus diperketat. Ini bukan untuk menghalanghalangi siapa pun warga negara untuk mencalonkan diri menjadi capres atau cawapres.Tetapi untuk menjamin kewibawaan yang kuat bagi pemerintah dalam rangka berbangsa dan bernegara, ”ujarnya.

Marwan menjelaskan, syarat capres semestinya dinaikkan dari 20 persen kursi DPR menjadi 25 persen, serta dari 25 persen jumlah suara sah menjadi 30 persen, sehingga masing-masing ada kenaikan 5 persen.

Kenaikan syarat ini, terangnya, akan menjamin bahwa munculnya calon presiden bukanlah iseng-iseng, apalagi main-main. Seorang capres, ujarnya,harus memiliki modal dukungan kuat dari parlemen. Sehingga, ketika berhasil menjadi presiden mereka tidak mudah diombang-ambingkan melalui parlemen.

Marwan tidak sependapat dengan usulan agar hanya partai yang lolos parliamentary threshold (PT) yang bisa mengusung capres atau cawapres. Hal ini justru akan menimbulkan ketidakstabilan pemerintah lantaran tersandera hirukpikuk politik di parlemen, sehingga program pemerintahan terganjal dan pada gilirannya merugikan rakyat.

Sedangkan Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan, Golkar justru mengusulkan perlunya aturan tegas mengenai presidential threshold pada Pilpres 2014, mengingat selama ini belum ada aturan yang tegas soal itu. Menurut dia, presidential threshold bisa dilakukan jika semua fraksi sepakat untuk membahasnya di DPR.

Golkar, ujarnya, khawatir jika jumlah capres tidak dibatasi, maka akan muncul ribuan capres dan itu bisa menimbulkan kerepotan tersendiri bagi negara. “Jika tidak dibatasi atau dibebaskan, hal itu akan menyusahkan semua pihak. Apakah semua orang boleh mencalonkan?.Jika tidak dibatasi, bisa-bisa akan ada 1.000 capres nantinya. Itu tidak baik,” tandasnya.

Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menyatakan, yang patut direvisi dalam tata cara penentuan capres/cawapres sesungguhnya bukan semata soal presidential threshold, melainkan soal mekanisme penentuan calon oleh internal parpol/ gabungan parpol yang harus benar-benar dilakukan secara terbuka dan memperhatikan preferensi publik.

“Ini yang belum pernah ditemukan dalam sejarah pilpres kita.Rakyat selalu saja dijadikan juru coblos,sementara haknya untuk mengusulkan calon kepada parpol tidak pernah didengarkan,” ujarnya.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1315 seconds (0.1#10.140)