Piala Thomas dan Uber
A
A
A
Hari ini tim bulu tangkis Indonesia mulai unjuk kebolehan di ajang Piala Thomas dan Uber yang berlangsung di Wuhan, China. Masyarakat Indonesia sangat berharap tim Garuda bisa mengukir prestasi yang membanggakan di event bergengsi tersebut.
Sudah waktunya Indonesia kembali membawa pulang Piala Thomas dan Uber ke Tanah Air. Harapan ini bukan sebuah hal yang mustahil. Kalau kita mengenang sejarah, tim bulutangkis kita dulu telah banyak mengukir prestasi.
Tim merah putih benar-benar bisa menggetarkan dunia bulu tangkis. Saat itu, Indonesia menjadi tim yang sangat ditakuti tim lawan dari seluruh dunia. Kita pasti ingat nama-nama legendaris seperti Rudi Hartono atau Liem Swie King yang sangat berjaya di eranya.
Kita juga sangat mengenal Susi Susanti dengan segenap prestasinya. Berdasarkan catatan, kita telah mampu menjadi juara Piala Thomas sebanyak 13 kali sejak pertama kali diraih Indonesia tahun 1958.
Untuk Piala Uber, kita juga telah 3 kali menjadi juara sejak pertama kali tahun 1975 dan empat kali menjadi runner up. Prestasi ini jelas sangat membanggakan kita semua. Tak salah bila saat itu Indonesia menjadi salah satu kiblat dunia dalam bidang bulu tangkis.
Namun, dominasi bulu tangkis Indonesia mulai meredup sejak 2002. Dan memang kita harus akui sejak saat itu prestasi bulu tangkis Indonesia sangat menurun drastis. Tak ada lagi prestasi yang pantas dibanggakan seperti era-era sebelumnya.
Fenomena ini patut menjadi perhatian kita semua. Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi keterpurukan bulu tangkis Indonesia. Salah satunya adalah kegagalan Indonesia dalam melakukan regenerasi para atlet muda.
Misalnya di tunggal putra, kita bisa bayangkan hampir tidak ada pemain bulu tangkis kita yang memiliki prestasi gemilang setelah era Taufik Hidayat yang pernah meraih medali emas Olimpiade 2004.
Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap para atlet olah raga, termasuk bulutangkis. Terutama ketika mereka telah tidak lagi bisa membela negara dalam turnamen dunia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak mantan atlet kita hidupnya terlunta-lunta setelah mereka pensiun. Tentunya kenyataan-kenyataan ini sangat menghambat bagaimana Indonesia bisa mendapatkan bibit atlet yang andal karena banyak orang tidak mau berspekulasi berkarier di bidang olahraga yang masa depannya tidak jelas.
Sejumlah faktor di atas sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua, terutama pemerintah, untuk segera melakukan perbaikan dalam mengelola olahraga kita, termasuk bulutangkis.
Regenerasi olahraga sangat mutlak diperlukan agar kita terus berprestasi di ajang-ajang bergengsi dunia. Kita sangat mengapresiasi pihak-pihak swasta yang mau memberikan perhatian dan sumbangsihnya untuk kemajuan bulu tangkis kita.
Namun, dukungan dari pihak swasta ini jangan sampai menjadikan pemerintah untuk lepas tangan akan tanggung jawabnya dalam memajukan olahraga kita, termasuk bulutangkis.
Yang tak kalah penting adalah bagaimana pemerintah juga memperhatikan nasib mantan atlet yang sebelumnya telah mengorbankan seluruh waktu dan kemampuannya membela negara.
Perhatian dan dukungan pemerintah ini pada gilirannya akan meningkatkan semangat nasionalisme dan patriotisme bagi warga negaranya.
Pada event Piala Thomas Uber 2012 di Wuhan China ini, kita berharap tim merah putih bisa menjadi juara. Hari kebangkitan nasional ini bisa dijadikan momentum bagi tim Garuda untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia.
Semua sadar lawan yang dihadapi memang sangat berat, terutama China yang telah mendominasi bulutangkis dunia saat ini.Namun, dengan semangat dan daya juang yang tinggi, bukan tidak mungkin Piala Thomas dan Uber bisa kita bawa pulang.(*)
Sudah waktunya Indonesia kembali membawa pulang Piala Thomas dan Uber ke Tanah Air. Harapan ini bukan sebuah hal yang mustahil. Kalau kita mengenang sejarah, tim bulutangkis kita dulu telah banyak mengukir prestasi.
Tim merah putih benar-benar bisa menggetarkan dunia bulu tangkis. Saat itu, Indonesia menjadi tim yang sangat ditakuti tim lawan dari seluruh dunia. Kita pasti ingat nama-nama legendaris seperti Rudi Hartono atau Liem Swie King yang sangat berjaya di eranya.
Kita juga sangat mengenal Susi Susanti dengan segenap prestasinya. Berdasarkan catatan, kita telah mampu menjadi juara Piala Thomas sebanyak 13 kali sejak pertama kali diraih Indonesia tahun 1958.
Untuk Piala Uber, kita juga telah 3 kali menjadi juara sejak pertama kali tahun 1975 dan empat kali menjadi runner up. Prestasi ini jelas sangat membanggakan kita semua. Tak salah bila saat itu Indonesia menjadi salah satu kiblat dunia dalam bidang bulu tangkis.
Namun, dominasi bulu tangkis Indonesia mulai meredup sejak 2002. Dan memang kita harus akui sejak saat itu prestasi bulu tangkis Indonesia sangat menurun drastis. Tak ada lagi prestasi yang pantas dibanggakan seperti era-era sebelumnya.
Fenomena ini patut menjadi perhatian kita semua. Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi keterpurukan bulu tangkis Indonesia. Salah satunya adalah kegagalan Indonesia dalam melakukan regenerasi para atlet muda.
Misalnya di tunggal putra, kita bisa bayangkan hampir tidak ada pemain bulu tangkis kita yang memiliki prestasi gemilang setelah era Taufik Hidayat yang pernah meraih medali emas Olimpiade 2004.
Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap para atlet olah raga, termasuk bulutangkis. Terutama ketika mereka telah tidak lagi bisa membela negara dalam turnamen dunia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak mantan atlet kita hidupnya terlunta-lunta setelah mereka pensiun. Tentunya kenyataan-kenyataan ini sangat menghambat bagaimana Indonesia bisa mendapatkan bibit atlet yang andal karena banyak orang tidak mau berspekulasi berkarier di bidang olahraga yang masa depannya tidak jelas.
Sejumlah faktor di atas sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua, terutama pemerintah, untuk segera melakukan perbaikan dalam mengelola olahraga kita, termasuk bulutangkis.
Regenerasi olahraga sangat mutlak diperlukan agar kita terus berprestasi di ajang-ajang bergengsi dunia. Kita sangat mengapresiasi pihak-pihak swasta yang mau memberikan perhatian dan sumbangsihnya untuk kemajuan bulu tangkis kita.
Namun, dukungan dari pihak swasta ini jangan sampai menjadikan pemerintah untuk lepas tangan akan tanggung jawabnya dalam memajukan olahraga kita, termasuk bulutangkis.
Yang tak kalah penting adalah bagaimana pemerintah juga memperhatikan nasib mantan atlet yang sebelumnya telah mengorbankan seluruh waktu dan kemampuannya membela negara.
Perhatian dan dukungan pemerintah ini pada gilirannya akan meningkatkan semangat nasionalisme dan patriotisme bagi warga negaranya.
Pada event Piala Thomas Uber 2012 di Wuhan China ini, kita berharap tim merah putih bisa menjadi juara. Hari kebangkitan nasional ini bisa dijadikan momentum bagi tim Garuda untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia.
Semua sadar lawan yang dihadapi memang sangat berat, terutama China yang telah mendominasi bulutangkis dunia saat ini.Namun, dengan semangat dan daya juang yang tinggi, bukan tidak mungkin Piala Thomas dan Uber bisa kita bawa pulang.(*)
()