Ancam kepala daerah, bukti SBY panik
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi melarang para kepala daerah ikut dalam aksi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan reaksi ketakutan berlebihan dari suatu kekuasaan.
"Lontaran Mendagri itu menunjukan keinginan untuk terus menerus mengkoptasi daerah demi kepentingan pusat dan menaklukan mereka dalam keinginan tunggal pemerintah pusat. Bukan saja menunjukan kepanikan, tetapi sekaligus memperlihatkan pemahaman yang tidak tepat atas hubungan pusat dan daerah," ungkap Ray dalam pesan BlackBerry kepada Sindonews, Kamis (29/3/2012).
Padahal, tambah Ray, sesuai dengan UU otonomi, pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan pengaturan nasional di luar ketentuan yang telah ditetapkan oleh konstitusi. Artinya, pemerintah pusat tidak bisa sesuka hati membuat kebijakan nasional dan menerapkannya kepada pemerintah daerah.
"Tindakan kepala daerah yang ikut serta menolak kebijakan penetapan kenaikan harga BBM secara nasional, sejatinya menggambarkan miskinnya komunikasi pusat-daerah. Pemerintah Pusat menganggap, seharusnya pemerintah daerah wajib tunduk pada apapun yang menjadi keputusan mereka, sekalipun tanpa konsultasi memadai dengan pemda-pemda," tambahnya.
Peristiwa yang terjadi saat ini, sambung Ray, menyiratkan pentingnya pemerintah pusat untuk terlebih dahulu mendengarkan aspirasi pemda-pemda sebelum menetapkan kebijakan yang bersifat nasional.
"Dari pada berpikir memberi sanksi, pemerintah pusat sebaiknya memikirkan pola hubungan yang lebih dialogis, yang memungkinkan adanya ruang dan tempat bagi pemda-pemda untuk menyatakan pandangannya atas suatu rencana kebijakan nasional yang telah ditetapkan bagi pemerintah pusat," tegasnya. (san)
"Lontaran Mendagri itu menunjukan keinginan untuk terus menerus mengkoptasi daerah demi kepentingan pusat dan menaklukan mereka dalam keinginan tunggal pemerintah pusat. Bukan saja menunjukan kepanikan, tetapi sekaligus memperlihatkan pemahaman yang tidak tepat atas hubungan pusat dan daerah," ungkap Ray dalam pesan BlackBerry kepada Sindonews, Kamis (29/3/2012).
Padahal, tambah Ray, sesuai dengan UU otonomi, pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan pengaturan nasional di luar ketentuan yang telah ditetapkan oleh konstitusi. Artinya, pemerintah pusat tidak bisa sesuka hati membuat kebijakan nasional dan menerapkannya kepada pemerintah daerah.
"Tindakan kepala daerah yang ikut serta menolak kebijakan penetapan kenaikan harga BBM secara nasional, sejatinya menggambarkan miskinnya komunikasi pusat-daerah. Pemerintah Pusat menganggap, seharusnya pemerintah daerah wajib tunduk pada apapun yang menjadi keputusan mereka, sekalipun tanpa konsultasi memadai dengan pemda-pemda," tambahnya.
Peristiwa yang terjadi saat ini, sambung Ray, menyiratkan pentingnya pemerintah pusat untuk terlebih dahulu mendengarkan aspirasi pemda-pemda sebelum menetapkan kebijakan yang bersifat nasional.
"Dari pada berpikir memberi sanksi, pemerintah pusat sebaiknya memikirkan pola hubungan yang lebih dialogis, yang memungkinkan adanya ruang dan tempat bagi pemda-pemda untuk menyatakan pandangannya atas suatu rencana kebijakan nasional yang telah ditetapkan bagi pemerintah pusat," tegasnya. (san)
()