Potensi yang luar biasa
A
A
A
Kita memiliki potensi pariwisata atau turisme yang luar biasa. Sayang, potensi demikian hanya dipandang atau diberlakukan secara biasa. Potensi pariwisata ini bisa dilihat dari program Beyond Bali yang meliputi 15 daerah yang sebagian besar berada di luar Bali (harian Seputar Indonesia, Minggu, 25 Maret 2012).
Dari Pelabuhan Sabang di ujung Pulau Sumatera hingga Raja Ampat di timur Indonesia, semua memiliki nilai jual untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Potensi pariwisata yang kita miliki punya nilai jual yang tinggi dan bukan pada tahun-tahun belakangan ini saja muncul, tetapi sejak belasan atau bahkan puluhan tahun yang lalu.
Potensi yang luar biasa, tetapi dilihat atau diberlakukan biasa dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum peduli dengan potensi luar biasa ini. Kita masih terpaku pada jualan tentang komoditas perdagangan, baik komoditas pertanian ataupun energi bumi (minyak atau gas).
Tengok saja agenda lawatan pemerintah kita ke luar negeri yang selalu lebih banyak diisi dengan agenda perdagangan, bukan pariwisata. Padahal, dalam hal perdagangan kita lebih banyak dirugikan negara-negara berekonomi kuat.
Kita yang disebut penghasil minyak mentah, tetapi justru melakukan impor minyak jadi dari negara bukan penghasil minyak. Kita adalah salah satu penghasil minyak sawit terbesar di dunia, tetapi dalam kebijakan perdagangan luar negeri kita selalu dikerjain.
Ini bukan berarti mengecilkan potensi perdagangan hasil bumi atau energi bumi. Tapi seharusnya pemerintah juga melihat dengan jelas potensi pariwisata kita yang luar biasa. Kita bisa menengok Prancis yang pada 2011 berpenduduk sekitar 63 juta jiwa.
Jumlah wisatawan yang masuk ke Prancis pada 2011 mencapai 78 juta wisatawan asing dan bisa mendatangkan devisa sekitar USD45 miliar atau sekitar Rp405 triliun. Padahal “jualan” Prancis hanyalah Menara Eifel, wisata belanja, atau tempat-tempat bersejarah milik mereka.
Adapun potensi pariwisata milik Prancis takseberapa dibandingkan dengan potensi pariwisata Indonesia. Artinya, potensi wisata di Prancis hanya biasa, tetapi dipandang atau diberlakukan secara luar biasa.
Kita hanya mampu mendatangkan 7,5 juta wisatawan asing, itu pun lebih banyak didominasi dari Malaysia dan Singapura. Negara tetangga Singapura yang nyaris hanya menjual wisata belanja saja mampu mendatangkan wisatawan sekitar 13 juta dengan potensi devisa sekitar 33 miliar dolar Singapura atau sekitar Rp161 triliun.
Karena potensi yang luar biasa hanya dipandang atau diberlakukan biasa ini, jumlah wisatawan kita masih jauh dari Prancis atau bahkan Singapura. Ada beberapa bukti kuat kenapa potensi pariwisata yang luar biasa ini hanya dipandang biasa. Pertama tentang infrastruktur kita.
Bandara, pelabuhan, jalan hingga fasilitas transportasi darat kita sangat tidak layak untuk menerima kunjungan wisatawan. Aksesibilitas kita masih sangat buruk. Ini seolah kita memiliki barang yang bagus, tetapi untuk membeli barang tersebut sangat sulit.
Kabar terakhir, bandara terbesar milik kita termasuk salah satu bandara terburuk di dunia. Kedua adalah tentang kemudahan dalam melakukan kunjungan ke Indonesia. Jika ingin mendatangkan belasan juta atau bahkan puluhan juta wisatawan, kemudahan untuk masuk ke negeri ini harus dipermudah.
Selain birokrasi sulit dan berbelit, ditambah lagi banyaknya oknum aparat yang justru melakukan pungutan liar kepada wisatawan. Sekali lagi ini potensi luar biasa. Bayangkan jika kita mampu mendatangkan wisatawan dalam jumlah belasan ribu atau puluhan ribu, mungkin devisa yang dihasilkan bukan hanya Rp81 triliun, tetapi mencapai ratusan triliun.
Singapura yang hanya memiliki wisata belanja dan Prancis yang memiliki Eifel serta wisata belanja saja bisa menghasilkan ratusan triliun, kenapa kita yang punya potensi luar biasa tak bisa melebihi mereka? Kita bisa asalkan potensi ini dipandang dan diberlakukan dengan cara luar biasa.(*)
Dari Pelabuhan Sabang di ujung Pulau Sumatera hingga Raja Ampat di timur Indonesia, semua memiliki nilai jual untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Potensi pariwisata yang kita miliki punya nilai jual yang tinggi dan bukan pada tahun-tahun belakangan ini saja muncul, tetapi sejak belasan atau bahkan puluhan tahun yang lalu.
Potensi yang luar biasa, tetapi dilihat atau diberlakukan biasa dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum peduli dengan potensi luar biasa ini. Kita masih terpaku pada jualan tentang komoditas perdagangan, baik komoditas pertanian ataupun energi bumi (minyak atau gas).
Tengok saja agenda lawatan pemerintah kita ke luar negeri yang selalu lebih banyak diisi dengan agenda perdagangan, bukan pariwisata. Padahal, dalam hal perdagangan kita lebih banyak dirugikan negara-negara berekonomi kuat.
Kita yang disebut penghasil minyak mentah, tetapi justru melakukan impor minyak jadi dari negara bukan penghasil minyak. Kita adalah salah satu penghasil minyak sawit terbesar di dunia, tetapi dalam kebijakan perdagangan luar negeri kita selalu dikerjain.
Ini bukan berarti mengecilkan potensi perdagangan hasil bumi atau energi bumi. Tapi seharusnya pemerintah juga melihat dengan jelas potensi pariwisata kita yang luar biasa. Kita bisa menengok Prancis yang pada 2011 berpenduduk sekitar 63 juta jiwa.
Jumlah wisatawan yang masuk ke Prancis pada 2011 mencapai 78 juta wisatawan asing dan bisa mendatangkan devisa sekitar USD45 miliar atau sekitar Rp405 triliun. Padahal “jualan” Prancis hanyalah Menara Eifel, wisata belanja, atau tempat-tempat bersejarah milik mereka.
Adapun potensi pariwisata milik Prancis takseberapa dibandingkan dengan potensi pariwisata Indonesia. Artinya, potensi wisata di Prancis hanya biasa, tetapi dipandang atau diberlakukan secara luar biasa.
Kita hanya mampu mendatangkan 7,5 juta wisatawan asing, itu pun lebih banyak didominasi dari Malaysia dan Singapura. Negara tetangga Singapura yang nyaris hanya menjual wisata belanja saja mampu mendatangkan wisatawan sekitar 13 juta dengan potensi devisa sekitar 33 miliar dolar Singapura atau sekitar Rp161 triliun.
Karena potensi yang luar biasa hanya dipandang atau diberlakukan biasa ini, jumlah wisatawan kita masih jauh dari Prancis atau bahkan Singapura. Ada beberapa bukti kuat kenapa potensi pariwisata yang luar biasa ini hanya dipandang biasa. Pertama tentang infrastruktur kita.
Bandara, pelabuhan, jalan hingga fasilitas transportasi darat kita sangat tidak layak untuk menerima kunjungan wisatawan. Aksesibilitas kita masih sangat buruk. Ini seolah kita memiliki barang yang bagus, tetapi untuk membeli barang tersebut sangat sulit.
Kabar terakhir, bandara terbesar milik kita termasuk salah satu bandara terburuk di dunia. Kedua adalah tentang kemudahan dalam melakukan kunjungan ke Indonesia. Jika ingin mendatangkan belasan juta atau bahkan puluhan juta wisatawan, kemudahan untuk masuk ke negeri ini harus dipermudah.
Selain birokrasi sulit dan berbelit, ditambah lagi banyaknya oknum aparat yang justru melakukan pungutan liar kepada wisatawan. Sekali lagi ini potensi luar biasa. Bayangkan jika kita mampu mendatangkan wisatawan dalam jumlah belasan ribu atau puluhan ribu, mungkin devisa yang dihasilkan bukan hanya Rp81 triliun, tetapi mencapai ratusan triliun.
Singapura yang hanya memiliki wisata belanja dan Prancis yang memiliki Eifel serta wisata belanja saja bisa menghasilkan ratusan triliun, kenapa kita yang punya potensi luar biasa tak bisa melebihi mereka? Kita bisa asalkan potensi ini dipandang dan diberlakukan dengan cara luar biasa.(*)
()