Iklan politik tak disentuh dalam RUU Pemilu

Rabu, 14 Maret 2012 - 09:17 WIB
Iklan politik tak disentuh...
Iklan politik tak disentuh dalam RUU Pemilu
A A A
Sindonews.com - Pengaturan pembatasan iklan politik tidak banyak dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu DPR Ramadhan Pohan mengungkapkan, Parlemen khawatir pengaturan iklan politik akan tumpang tindih dengan revisi UU Penyiaran.

"Di RUU Pemilu hanya diatur pembatasan uang kampanye bagi parpol, sementara telah diatur bahwa media harus menyediakan space dan durasi yang sama bagi setiap parpol," ungkapnya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Menurut politikus Partai Demokrat itu, pembatasan iklan politik di media akan mengalami problematika tersendiri. Bagaimanapun sulit menelusuri seorang politisi yang diundang talkshow atau diskusi di media sebenarnya sedang beriklan atau tidak.

Mantan jurnalis itu menyarankan, persoalan tersebut sebaiknya diatur dalam UU Penyiaran termasuk, media online. Sekretaris Panja RUU Penyiaran Teguh Juwarno mengungkapkan, pihaknya menargetkan draf revisi UU Penyiaran bisa diserahkan ke Badan Legislatif (Baleg) akhir Juni mendatang.

Teguh mengaku sudah meminta masukan dari sejumlah kalangan untuk perbaikan UU Penyiaran. Politikus PAN itu mengaku akan mendalami berbagai masukan termasuk dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengenai iklan politik di media penyiaran.

Sementara itu, Komite Pemilih Indonesia (Tepi) mengusulkan agar kampanye pemilu di media massa diatur secara ketat agar memberikan kompetisi yang adil di ruang publik.

"Tidak semua parpol sanggup berkampanye melalui media massa karena tidak sedikit dana yang harus dikeluarkan. Selain itu, media juga cenderung menyorot tokoh-tokoh parpol yang sudah populer atau dikenal publik. Terkadang porsi atau spaceyang diberikan tidak sama terhadap seluruh parpol. Kalau terjadi pelanggaran, apakah media atau partainya yang mesti ditindak? Kantidak bisa juga serta merta menyalahkan medianya," ungkap Jeirry.

Meski begitu, lanjut dia, hanya media yang bisa mengatur persolan itu. Media mempunyai otoritas untuk menentukan itu. Namun, terkadang subjektivitas media menguntungkan partai tertentu.

"Ada wilayah yang sangat tidak mungkin diintervensi. Tapi, subjektivitas media bukan sesuatu yang salah. Dan tidak bisa kita katakan sesuatu yang tidak adil," kata penggiat pemilu itu.

Pengamat media dari Universitas Indonesia (UI), Ade Armando,menilai media cetak lebih sulit diatur dibandingkan media elektronik seperti televisi dan radio terkait aturan main kampanye pemilu. Karena kebebasannya, media cetak boleh berpihak atau menjadi salah satu partisipan parpol. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0454 seconds (0.1#10.140)