Cabut SKB kode etik, KY proses 5 Hakim Agung
A
A
A
Sindonews.com – Komisi Yudisial (KY) segera memproses lima hakim agung yang memutus pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atas dugaan pelanggaran etika.
Penelitian awal yang dilakukan tenaga ahli KY terhadap pengaduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan tentang dugaan pelanggaran etika oleh lima hakim agung, menghasilkan rekomendasi untuk segera membentuk panel pemeriksa.
Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, mulai pekan ini para komisioner akan memulai pemeriksaan dengan memanggil para pelapor untuk menjelaskan lebih terperinci.
Kemudian, KY juga akan memanggil para ahli serta pihak terlapor yaitu lima hakim agung.
“Anggota panelnya adalah Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh, Komisioner Bidang Rekrutmen Hakim Taufikurrahman Syahuri, dan Komisioner Bidang Hubungan Antarlembaga Ibrahim,” ujarnya saat diskusi Forum Jurnalis KY, “Tantangan Pasca Pencabutan SKB” di Jakarta, kemarin.
Dalam aduannya, koalisi menganggap bahwa tindakan hakim mencabut delapan poin Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim menyalahi aturan kekuasaan kehakiman dalam Pasal 17 ayat (5) Undang- Undang No 48/2009.
Mereka mempunyai konflik kepentingan dengan perkara yang diperiksa sehingga tidak bisa objektif dalam menilai perkara yang menyangkut etika bagi mereka sendiri.
Dalam UU Kekuasaan Kehakiman, hakim agung dilarang memutus perkara yang berkaitan dengan dirinya. Hakim yang dilaporkan adalah Paulus Effendie Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehgena Purba, Takdir Rahmadi, Supandi.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Leica Marzuki dalam diskusi mengatakan, putusan MA atas uji materiil SKB tersebut mengandung tiga kesalahan sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
Pertama, SKB tersebut pada dasarnya tidak termasuk sebagai aturan perundangan namun hanya policy rule (kebijakan) hasil kesepakatan dua lembaga sehingga MA tidak berhak melakukan review.
Kedua, pemohonya itu empat orang advokat tidak mempunyai legal standing (kedudukan hukum) dalam perkara ini. “Kesalahan ketiga, para hakim agung tidak boleh mengadili diri sendiri yang menyangkut kepentingannya,” ujar Leica, yang juga mantan hakim konstitusi ini.(lin)
Penelitian awal yang dilakukan tenaga ahli KY terhadap pengaduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Peradilan tentang dugaan pelanggaran etika oleh lima hakim agung, menghasilkan rekomendasi untuk segera membentuk panel pemeriksa.
Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, mulai pekan ini para komisioner akan memulai pemeriksaan dengan memanggil para pelapor untuk menjelaskan lebih terperinci.
Kemudian, KY juga akan memanggil para ahli serta pihak terlapor yaitu lima hakim agung.
“Anggota panelnya adalah Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh, Komisioner Bidang Rekrutmen Hakim Taufikurrahman Syahuri, dan Komisioner Bidang Hubungan Antarlembaga Ibrahim,” ujarnya saat diskusi Forum Jurnalis KY, “Tantangan Pasca Pencabutan SKB” di Jakarta, kemarin.
Dalam aduannya, koalisi menganggap bahwa tindakan hakim mencabut delapan poin Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim menyalahi aturan kekuasaan kehakiman dalam Pasal 17 ayat (5) Undang- Undang No 48/2009.
Mereka mempunyai konflik kepentingan dengan perkara yang diperiksa sehingga tidak bisa objektif dalam menilai perkara yang menyangkut etika bagi mereka sendiri.
Dalam UU Kekuasaan Kehakiman, hakim agung dilarang memutus perkara yang berkaitan dengan dirinya. Hakim yang dilaporkan adalah Paulus Effendie Lotulung, Ahmad Sukardja, Rehgena Purba, Takdir Rahmadi, Supandi.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Leica Marzuki dalam diskusi mengatakan, putusan MA atas uji materiil SKB tersebut mengandung tiga kesalahan sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
Pertama, SKB tersebut pada dasarnya tidak termasuk sebagai aturan perundangan namun hanya policy rule (kebijakan) hasil kesepakatan dua lembaga sehingga MA tidak berhak melakukan review.
Kedua, pemohonya itu empat orang advokat tidak mempunyai legal standing (kedudukan hukum) dalam perkara ini. “Kesalahan ketiga, para hakim agung tidak boleh mengadili diri sendiri yang menyangkut kepentingannya,” ujar Leica, yang juga mantan hakim konstitusi ini.(lin)
()