Lima Bupati menangkan gugatan sengketa hutan

Rabu, 22 Februari 2012 - 09:06 WIB
Lima Bupati menangkan...
Lima Bupati menangkan gugatan sengketa hutan
A A A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 1 angka 3 UU No 41/1999 tentang Kehutanan.

Dengan putusan ini, penunjukan kawasan hutan harus melibatkan berbagai pemangku kepentingn di kawasan hutan. “Frasa ‘ditunjuk dan atau’ dalam Pasal 1 angka 3 UU No 41/1999 bertentangan dengan UU 1945,” ujar Wakil Ketua MK Ahmad Sodiki saat membacakan putusan Selasa.

Gugatan terhadap UU ini diajukan oleh lima bupati di Provinsi Kalimantan Tengah dan seorang pengusaha.

Mereka adalah M.Mawardi (Bupati Kapuas),Hambit Bintih (Bupati Gunung Mas),Duwel Rawing (Bupati Katingan), Zain Alkim (Bupati Barito Timur),Ahmad Dirman (Bupati Sukarama), dan Akhmad Taufik. Menurut mereka UU ini merugikan hak konstitusional. Mereka bisa dipidana jika memberi pemberian izin baru atau perpanjangan usaha pertambangan, perkebunan, atau usaha lain di wilayahnya karena masuk kawasan hutan. Sehingga tak ada kepastian hukum dalam menjalankan kewenangannya.

Dalam aturan ini, kawasan hutan hanya ditafsirkan sebagai kegiatan penunjukan/ penetapan kawasan hutan, bukan kegiatan pengukuhan kawasan hutan.

Padahal penunjukan kawasan hutan hanyalah kegiatan awal untuk mengukuhkan kawasan hutan yang meliputi kegiatan penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan. Pemerintah pusat dapat sewenang-wenang dalam memberikan status kawasan hutan di daerah para pemohon. Majelis Hakim berpendapat penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan.

Maka frasa, “ditunjuk dan atau” yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan bertentangan dengan asas negara hukum. Frasa ini “ditunjuk dan atau” tidak sinkron dengan Pasal 15 UU tersebut.

“Dengan demikian ketidaksinkronan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil,” ujar hakim Konstitsi Mohammad Alim.

Penunjukan kawasan hutan, menurut MK harus melalui tahap-tahap yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Tidak seharusnya suatu kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, menguasai hajat hidup orang banyak, hanya dilakukan melalui penunjukan.

“Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, merupakan pelaksanaan pemerintahan otoriter,” ujarnya.(azh)

()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6183 seconds (0.1#10.140)