Kejagung sulit jerat kepala daerah korupsi
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai bimbang dalam menentukan korupsi yang dilakukan kepala daerah. Banyaknya laporan korupsi yang diporkan dan belum selesai diungkap menjadi bukti masih lemahnya pemberantasan korupsi di daerah.
Jaksa Agung Basrie Arief mengatakan, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu meneliti terlebih dahulu kerugian negara sebelum mengajukan ijin kepada presiden terkait dugaan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah.
"Saya kira tidak ada masalah, presiden juga tidak menghambat dalam pemberian ijin. Persoalannya adalah ketika diajukan ijin, apakah sudah lengkap mengenai perhitungan kerugian negara atau tidak," katanya di Kejagung, Jakarta, Jumat (3/2/2012).
Dia mencontoh, apabila seorang kepala daerah melanggar Pasal 2 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), maka harus ditentukan terlebih dahulu kerugian negaranya. "Jangan nanti ijin dari presiden sudah turun dan disidik, kerugian negaranya tidak ada. Ini kan jadi mubazir," tukasnya.
Pihaknya sendiri sudah melakukan koordinasi dengan aparat kejaksaan di daerah. "Saya sudah meminta kepada para aparat di bawah, tentukan dulu kerugian negaranya. Baru kemudian laporkan ke Jaksa Agung. Setelah ada, kita koordinasikan baru saya mintakan ijin kepada presiden," jelasnya.
Sementara itu, belum rampungnya pemberkasan kasus dugaan korupsi yang dilakukan kepala daerah, Basrie mengatakan masih menghitung kerugian negara yang ditimbulkan.
"Masalah kerugian negara yang belum dapat, masih dihitung. Kalau itu belum selesai, kami tidak akan mengajukan. Makanya kami minta semuanya kepada daerah untuk menghitung dulu kerugian negaranya, baru akan kita ajukan ijin ke presiden," jelasnya. (san)
Jaksa Agung Basrie Arief mengatakan, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu meneliti terlebih dahulu kerugian negara sebelum mengajukan ijin kepada presiden terkait dugaan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah.
"Saya kira tidak ada masalah, presiden juga tidak menghambat dalam pemberian ijin. Persoalannya adalah ketika diajukan ijin, apakah sudah lengkap mengenai perhitungan kerugian negara atau tidak," katanya di Kejagung, Jakarta, Jumat (3/2/2012).
Dia mencontoh, apabila seorang kepala daerah melanggar Pasal 2 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), maka harus ditentukan terlebih dahulu kerugian negaranya. "Jangan nanti ijin dari presiden sudah turun dan disidik, kerugian negaranya tidak ada. Ini kan jadi mubazir," tukasnya.
Pihaknya sendiri sudah melakukan koordinasi dengan aparat kejaksaan di daerah. "Saya sudah meminta kepada para aparat di bawah, tentukan dulu kerugian negaranya. Baru kemudian laporkan ke Jaksa Agung. Setelah ada, kita koordinasikan baru saya mintakan ijin kepada presiden," jelasnya.
Sementara itu, belum rampungnya pemberkasan kasus dugaan korupsi yang dilakukan kepala daerah, Basrie mengatakan masih menghitung kerugian negara yang ditimbulkan.
"Masalah kerugian negara yang belum dapat, masih dihitung. Kalau itu belum selesai, kami tidak akan mengajukan. Makanya kami minta semuanya kepada daerah untuk menghitung dulu kerugian negaranya, baru akan kita ajukan ijin ke presiden," jelasnya. (san)
()