Kasus Rusminah cermin watak korup penegak hukum
A
A
A
Sindonews.com - Beberapa ahli yang mengatakan bahwa hakim, jaksa, dan polisi hanya mengedepankan penerapan prosedur hukum secara mekanis dalam menjalankan tugas mereka. Omong kosong besar jika hakim berdalih hanya menjaga kepastian hukum.
Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerinda Habiburokhman mengatakan, dalam kasus Nenek Rasminah mereka justru mengabaikan hak tersangka untuk didampingi penasehat hukum pada awal pemeriksaan. Juga dalam kasus-kasus lain, aparat penegak hukum "terbiasa" mengabaikan hak-hak tersangka dalam proses penegakan hukum.
"Penyebab kasus-kasus seperti nenek Rasminah ini adalah watak atau naluri korup penegak hukum kita. Banyak penegak hukum yang selalu menggunakan jabatan dan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan materiil dengan cara mengeksploitasi perkara yang mereka tangani," Ucapnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (1/2/2012).
Menurutnya, dalam kondisi seperti ini maka mereka tidak akan sungkan menabrak aturan
dan prosedur hukum yang ada. "Kami bisa memaklumi jika ada pihak yang menduga bahwa aparat penegak hukum yang menangani perkara Rasminah sudah "masuk angin" sehingga sulit untuk bersikap adil dan proporsional," terangnya.
Seperti diketahui, setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus pencurian sop buntut dan 6 buah piring milik majikannya beberapa tahun lalu, Rasminah binti Rawan (55) warga Kampung Sawah, Kota Tangerang Selatan, kini kondisi kesehatannya menurun. Rasmiah makin ketakutan akan dipenjara kembali.
"Ibu begitu tahu langsung nangis aja, takut dipenjara katanya. Bahkan sekarang ibu susah disuruh makan makanya kesehatannya drop," kata Astuti, anak Rasminah.
Sebelumnya, hakim PN Tangerang sudah memutus Rasmiah dengan putusan bebas atas kasus pencurian sop buntut dan piring. Akan tetapi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tangerang, Riyadi mengajukan kasasi ke MA.
Dalam putusan itu, MA menyatakan Rasminah diputus bersalah mencuri 6 buah piring milik majikannya, Siti Aisyah Margaret Soekarnoputri. Putusan MA yang dibuat pada 31 Mei 2011 mengabulkan permohonan kasasi jaksa Kejari Tangerang dan membatalkan putusan PN Tangerang 1364/Pid.B/2010/PN. (wbs)
Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerinda Habiburokhman mengatakan, dalam kasus Nenek Rasminah mereka justru mengabaikan hak tersangka untuk didampingi penasehat hukum pada awal pemeriksaan. Juga dalam kasus-kasus lain, aparat penegak hukum "terbiasa" mengabaikan hak-hak tersangka dalam proses penegakan hukum.
"Penyebab kasus-kasus seperti nenek Rasminah ini adalah watak atau naluri korup penegak hukum kita. Banyak penegak hukum yang selalu menggunakan jabatan dan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan materiil dengan cara mengeksploitasi perkara yang mereka tangani," Ucapnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (1/2/2012).
Menurutnya, dalam kondisi seperti ini maka mereka tidak akan sungkan menabrak aturan
dan prosedur hukum yang ada. "Kami bisa memaklumi jika ada pihak yang menduga bahwa aparat penegak hukum yang menangani perkara Rasminah sudah "masuk angin" sehingga sulit untuk bersikap adil dan proporsional," terangnya.
Seperti diketahui, setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus pencurian sop buntut dan 6 buah piring milik majikannya beberapa tahun lalu, Rasminah binti Rawan (55) warga Kampung Sawah, Kota Tangerang Selatan, kini kondisi kesehatannya menurun. Rasmiah makin ketakutan akan dipenjara kembali.
"Ibu begitu tahu langsung nangis aja, takut dipenjara katanya. Bahkan sekarang ibu susah disuruh makan makanya kesehatannya drop," kata Astuti, anak Rasminah.
Sebelumnya, hakim PN Tangerang sudah memutus Rasmiah dengan putusan bebas atas kasus pencurian sop buntut dan piring. Akan tetapi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tangerang, Riyadi mengajukan kasasi ke MA.
Dalam putusan itu, MA menyatakan Rasminah diputus bersalah mencuri 6 buah piring milik majikannya, Siti Aisyah Margaret Soekarnoputri. Putusan MA yang dibuat pada 31 Mei 2011 mengabulkan permohonan kasasi jaksa Kejari Tangerang dan membatalkan putusan PN Tangerang 1364/Pid.B/2010/PN. (wbs)
()