Kuasa hukum Gayus serang peneliti PUKAT UGM
A
A
A
Sindonews.com - Kuasa Hukum Gayus Tambunan, Hotma Sitompul, balik menyerang Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Oce Madril, karena tulisannya di kolom opini koran Suara Pembaharuan yang meminta Gayus dihukum seberat-beratnya.
Menurut Hotma, Oce tidak mengerti hukum dan telah membuat opini sesat. "Bahwa Gayus sudah membuat geger negara, justru Oce yang membuat geger negara, karena telah membuat opini yang tidak sesuai hukum," ujarnya di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (19/1/2012).
Lebih jauh, Hotma menuding Oce beraliran klasik dan tidak modern, dengan menyatakan bahwa hukuman berat dapat memberikan efek jera kepada seorang tersangka. "Memberikan hukuman dengan tujuan memberikan efek jera, merupakan pemikiran klasik. Tidak modern sama sekali," terangnya.
Ditambahkan dia, sebagai peneliti, Oce harus lebih banyak belajar soal hukum agar keterangan yang disampaikannya kepada masyarakat tidak sesat. "Baru saja menjadi peneliti sudah memberikan statemen yang tidak berdasarkan hukum. Sepertinya Oce harus belajar hukum lagi," cibirnya.
Seperti diketahui, saat ini Gayus tengah menjalani sidang pledoi di Pengadilan Tipikor. Dalam sidang sebelumnya, mantan pegawai Dirjen Pajak Gayus ini dituntut delapan tahun penjara dengan denda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tipikor.
Jaksa menilai, Gayus telah melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan, gratifikasi, dan pencucian uang yang melanggar 4 pasal primer dalam tindak pidana korupsi.
"Kami meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana kepada Gayus Halomoan Tambunan berupa pidana penjara delapan tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan penjara," terangnya waktu lalu.
Edy menjelaskan, Gayus Halomoan Tambunan telah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan kesatu primer yakni Pasal 12 b ayat 1 dan 2 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 65 ayat 1, karena menerima sesuatu terkait dengan wewenang dan jabatannya.
Dakwaan kedua primer Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 Undang-Undang Tipikor jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena menerima gratifikasi dan suap senilai Rp74 miliar yang disimpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.
Gayus dijerat dakwaan primer ketiga dengan tuduhan melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat 1 KUHP serta Keempat primer Pasal 5 ayat 1 huruf a jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena melakukan tindak pidana pencucian uang senilai USD659 ribu dan 9,68 juta dolar Singapura.
Selain itu, jaksa mememinta kepada majelis hakim agar merampas harta Gayus untuk negara berupa uang tunai senilai Rp206 juta, 34 juta dolar Singapura, USD659 ribu, 9,8 juta dolar Singapura dan beberapa tabungan sebagaimana tersebut dalam barang bukti.
"Serta mobil Honda Jazz dan mobil Ford Everest disita negara. Selain itu, barang bukti komputer desktop dan external hardisk dikembalikan kepada Dirjen Pajak," terang Edy.
Hal-hal yang memberatkan Gayus antara lain, tidak mencerminkan jiwa pengabdian sebagai abdi negara dalam masa baktinya selama empat tahun. Perilaku Gayus juga merusak Dirjen Pajak yang seharusnya menjadi percontohan birokrasi yang bersih.
Selain itu, Gayus juga diberatkan karena masih berusia muda sudah melakukan tindakan yang tidak terpuji. Gayus juga menyangkal perbuatannya bahkan memberikan keterangan yang berbelit-belit dan tidak ada rasa penyesalan atas usaha menyuap aparat hukum. Satu-satunya hal yang meringankan Gayus hanya perilaku sopan selama menjalani persidangan. (san)
Menurut Hotma, Oce tidak mengerti hukum dan telah membuat opini sesat. "Bahwa Gayus sudah membuat geger negara, justru Oce yang membuat geger negara, karena telah membuat opini yang tidak sesuai hukum," ujarnya di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (19/1/2012).
Lebih jauh, Hotma menuding Oce beraliran klasik dan tidak modern, dengan menyatakan bahwa hukuman berat dapat memberikan efek jera kepada seorang tersangka. "Memberikan hukuman dengan tujuan memberikan efek jera, merupakan pemikiran klasik. Tidak modern sama sekali," terangnya.
Ditambahkan dia, sebagai peneliti, Oce harus lebih banyak belajar soal hukum agar keterangan yang disampaikannya kepada masyarakat tidak sesat. "Baru saja menjadi peneliti sudah memberikan statemen yang tidak berdasarkan hukum. Sepertinya Oce harus belajar hukum lagi," cibirnya.
Seperti diketahui, saat ini Gayus tengah menjalani sidang pledoi di Pengadilan Tipikor. Dalam sidang sebelumnya, mantan pegawai Dirjen Pajak Gayus ini dituntut delapan tahun penjara dengan denda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tipikor.
Jaksa menilai, Gayus telah melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan, gratifikasi, dan pencucian uang yang melanggar 4 pasal primer dalam tindak pidana korupsi.
"Kami meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana kepada Gayus Halomoan Tambunan berupa pidana penjara delapan tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan penjara," terangnya waktu lalu.
Edy menjelaskan, Gayus Halomoan Tambunan telah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan kesatu primer yakni Pasal 12 b ayat 1 dan 2 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 65 ayat 1, karena menerima sesuatu terkait dengan wewenang dan jabatannya.
Dakwaan kedua primer Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 Undang-Undang Tipikor jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena menerima gratifikasi dan suap senilai Rp74 miliar yang disimpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.
Gayus dijerat dakwaan primer ketiga dengan tuduhan melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat 1 KUHP serta Keempat primer Pasal 5 ayat 1 huruf a jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena melakukan tindak pidana pencucian uang senilai USD659 ribu dan 9,68 juta dolar Singapura.
Selain itu, jaksa mememinta kepada majelis hakim agar merampas harta Gayus untuk negara berupa uang tunai senilai Rp206 juta, 34 juta dolar Singapura, USD659 ribu, 9,8 juta dolar Singapura dan beberapa tabungan sebagaimana tersebut dalam barang bukti.
"Serta mobil Honda Jazz dan mobil Ford Everest disita negara. Selain itu, barang bukti komputer desktop dan external hardisk dikembalikan kepada Dirjen Pajak," terang Edy.
Hal-hal yang memberatkan Gayus antara lain, tidak mencerminkan jiwa pengabdian sebagai abdi negara dalam masa baktinya selama empat tahun. Perilaku Gayus juga merusak Dirjen Pajak yang seharusnya menjadi percontohan birokrasi yang bersih.
Selain itu, Gayus juga diberatkan karena masih berusia muda sudah melakukan tindakan yang tidak terpuji. Gayus juga menyangkal perbuatannya bahkan memberikan keterangan yang berbelit-belit dan tidak ada rasa penyesalan atas usaha menyuap aparat hukum. Satu-satunya hal yang meringankan Gayus hanya perilaku sopan selama menjalani persidangan. (san)
()