RUU Kamnas jangan dibuat militerisasi
A
A
A
Sindonews.com - Muhammadiyah berkomitmen dalam menyusun sistem kenegaraan yang lebih baik, termasuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) agar tidak kembali militerisasi. Sayangnya meski Muhammadiyah dikenal sebagai ormas besar, suaranya sering diabaikan oleh pemerintah dan DPR, sering tidak diajak bicara.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, RUU Keamanan Nasional dinilai Din sangat urgen mengingat Indonesia saat ini tidak memiliki dua hal. Pertama, self defense mechanism (mekanisme mempertahankan diri), baik dari ancaman subversi fisik maupun subversi budaya.
Yang kedua, strategi nasional yang menyangkut strategi kebudayaan, strategi peradaban, termasuk strategi keamanan untuk menghadapi perubahan yang deras dan cepat.
“RUU Kamnas ini diharapkan bagian dari strategi nasional itu, walau saat ini RUU nya masih harus dikaji lebih komprehensif lagi,” kata Din di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2012).
Menurutnya, reformasi telah melahirkan egoisme sektoral yang menjalar menjadi konflik sosial. Ironisnya lagi, kekerasan pemilik modal (capital violence) telah bersekongkol dengan kekerasan oleh negara (state violence) yang didukung oleh aparat kepolisian.
Kasus-kasus seperti di Mesuji, Bima dan Timika adalah bukti adanya ancaman capital dan state violence itu. “Itulah sebabnya harus ditarik ke dalam sebuah sistem national security,” ujar Din.
Meski demikian Din menampik tuduhan adanya remiliterisasi. Dia mewanti-wanti agar UU itu nantinya tidak menjadikan militer masuk terlalu jauh dan dia yakin tidak akan terjadi. Untuk itu pihaknya meminta kalangan akademisi dan mahasiswa selalu mengkritisi RUU Kemnas yang dibahas itu.
“RUU ini adalah kepentingan kita sebab menyangkut keamanan nasional (national scurity), bukan hanya keamanan negara (state security),” pungkas Din.(wbs)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, RUU Keamanan Nasional dinilai Din sangat urgen mengingat Indonesia saat ini tidak memiliki dua hal. Pertama, self defense mechanism (mekanisme mempertahankan diri), baik dari ancaman subversi fisik maupun subversi budaya.
Yang kedua, strategi nasional yang menyangkut strategi kebudayaan, strategi peradaban, termasuk strategi keamanan untuk menghadapi perubahan yang deras dan cepat.
“RUU Kamnas ini diharapkan bagian dari strategi nasional itu, walau saat ini RUU nya masih harus dikaji lebih komprehensif lagi,” kata Din di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2012).
Menurutnya, reformasi telah melahirkan egoisme sektoral yang menjalar menjadi konflik sosial. Ironisnya lagi, kekerasan pemilik modal (capital violence) telah bersekongkol dengan kekerasan oleh negara (state violence) yang didukung oleh aparat kepolisian.
Kasus-kasus seperti di Mesuji, Bima dan Timika adalah bukti adanya ancaman capital dan state violence itu. “Itulah sebabnya harus ditarik ke dalam sebuah sistem national security,” ujar Din.
Meski demikian Din menampik tuduhan adanya remiliterisasi. Dia mewanti-wanti agar UU itu nantinya tidak menjadikan militer masuk terlalu jauh dan dia yakin tidak akan terjadi. Untuk itu pihaknya meminta kalangan akademisi dan mahasiswa selalu mengkritisi RUU Kemnas yang dibahas itu.
“RUU ini adalah kepentingan kita sebab menyangkut keamanan nasional (national scurity), bukan hanya keamanan negara (state security),” pungkas Din.(wbs)
()