Gugatan Kemendagri ke MK salah alamat

Kamis, 12 Januari 2012 - 06:22 WIB
Gugatan Kemendagri ke...
Gugatan Kemendagri ke MK salah alamat
A A A
Sindonews.com - Pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait permintaan pemunduran jadwal pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Aceh, dinilai salah alamat.

Jika Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bermaksud menggugat substansi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pedoman penyusunan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemilukada maka lembaga yang berwenang adalah Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk uji materiil.

Jika, materi yang hendak digugat oleh Mendagri adalah terkait Keputusan Komisi Pemilihan Independen Aceh (KPIA) tentang penetapan Tahapan dan Jadwal Pemilukada Aceh, beserta keputusan penetapan pasangan calon dalam Pemilukada Aceh, maka Pengadilan yang berwenang mengadili tentu bukan MK. Melainkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Setempat. Untuk itu Mendagri tidak memiliki legal standing menggugat keputusan KPIA tersebut.

"Mendagri telah 'latah' menempatkan MK sebagai pusat penyelesaian segala masalah," ujar Ketua Kelompok Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) di Komisi II DPR Arif Wibowo, dalam siaran pers tertulisnya yang diterima Sindonews, Jakarta, Rabu 11 Januari 2012.

Dia menjelaskan, secara yuridis, baik Konstitusi, UU MK maupun UU No.12 Tahun 2008 perubahan kedua UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, membatasi kewenangan MK.

Dia menyebutkan ada enam hal yang bisa diuji oleh MK, yaitu UU terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, dan memutus pembubaran partai politik.

Selanjutnya, memutus perselisihan tentang hasil Pemilu, termasuk mengenai pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kewenangan berikutnya adalah, penanganan sengketa hasil penghitungan suara Pemilukada. "MK tidak memiliki kompetensi absolut untuk mengadili semua sengketa selain enam kewenangan tersebut," jelasnya.

Sikap Kemendagri ini sarat adanya kepentingan politik serta semakin menguatkan dugaan bahwa pemerintah masuk dalam pusaran kepentingan salah satu kekuatan politik di Aceh. Padahal, KPIA dan Bawaslu bersikukuh tak melakukan perpanjangan waktu pendaftaran calon mengingat tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara Pemilu yang berwenang menentukan jadwal dan tahapan

Pemilukada di Aceh sebagaimana diamanatkan Pasal 9 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu. "Secara hukum, KPIA berkewajiban melaksanakan jadwal sesuai keputusan yang sudah ditetapkan. Sebab KPIA bisa dipersalahkan jika melakukan perpanjangan pendaftaran calon tanpa dasar hukum yang jelas dan kuat. KPIA tidak boleh berlaku diskriminatif terhadap seluruh peserta pemilukada," tutupnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0477 seconds (0.1#10.140)