Kasus AAL potret buram penegakan hukum di Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Inilah potret buram penegakan hukum di Indonesia, hanya karena sandal jepit seorang anak di penjarakan oleh aparat penegak hukum negeri ini. Pemenjaraan terhadap anak bukanlah suatu solusi yang tepat
Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Alhabsyi, dari fraksi PKS mengatakan, Indonesia hanya mengenal satu sistem hukum pidana, jadi semua perkara pidana akan ditangani polisi dan jaksa akan bermuara di pengadilan.
"Berbeda dengan sistem perdata yang mengenal lembaga mediasi maupun arbitrase. Akibatnya, secara yuridis normatif perkara pidana sekecil apapun harus tetap diproses dipengadilan," ujarnya dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (7/1/2012).
Seperti pencurian sandal jepit yang dilakukan AAL (15) misalnya. Hukuman lima penjara penjara yang mengancam AAL telah mengusik rasa keadilan masyarakat, karena aparat terlalu bertindak legalistik.
"Berbeda dengan peradilan di Arab, mereka memiliki sistem pidana dengan hukuman Qishas dan potong tangan, namun mereka juga memiliki lembaga pemaaf. Jadi jangankan mencuri sandal, membunuh pun di sana bisa dimaafkan seperti yang terjadi terhadap TKI Darsem," terangnya.
Aboe memaparkan, kasus AAL memang sangat disayangkan. Pertanyaannya, kenapa Briptu AR tidak mau menyelesaikan ini dengan baik-baik. Inilah potret buram penegakan hukum di Indonesia.
"Hanya karena sandal jepit, dengan mudahnya masuk penjara. Lantas kenapa kasus-kasus besar seperti bank Century, mafia pajak, dan beberapa kementerian terkesan jalan ditempat," jelasnya sedih.
Menurutnya, pemenjaraan anak bukanlah solusi yang tepat. Hal tersebut belum tentu akan memberikan efek jera terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
"Semoga saja aturan baru yang sedang digodok di Komisi III DPR bisa memberikan jawaban atas persoalan yang selama ini terjadi," tutur. (wbs)
Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Alhabsyi, dari fraksi PKS mengatakan, Indonesia hanya mengenal satu sistem hukum pidana, jadi semua perkara pidana akan ditangani polisi dan jaksa akan bermuara di pengadilan.
"Berbeda dengan sistem perdata yang mengenal lembaga mediasi maupun arbitrase. Akibatnya, secara yuridis normatif perkara pidana sekecil apapun harus tetap diproses dipengadilan," ujarnya dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (7/1/2012).
Seperti pencurian sandal jepit yang dilakukan AAL (15) misalnya. Hukuman lima penjara penjara yang mengancam AAL telah mengusik rasa keadilan masyarakat, karena aparat terlalu bertindak legalistik.
"Berbeda dengan peradilan di Arab, mereka memiliki sistem pidana dengan hukuman Qishas dan potong tangan, namun mereka juga memiliki lembaga pemaaf. Jadi jangankan mencuri sandal, membunuh pun di sana bisa dimaafkan seperti yang terjadi terhadap TKI Darsem," terangnya.
Aboe memaparkan, kasus AAL memang sangat disayangkan. Pertanyaannya, kenapa Briptu AR tidak mau menyelesaikan ini dengan baik-baik. Inilah potret buram penegakan hukum di Indonesia.
"Hanya karena sandal jepit, dengan mudahnya masuk penjara. Lantas kenapa kasus-kasus besar seperti bank Century, mafia pajak, dan beberapa kementerian terkesan jalan ditempat," jelasnya sedih.
Menurutnya, pemenjaraan anak bukanlah solusi yang tepat. Hal tersebut belum tentu akan memberikan efek jera terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
"Semoga saja aturan baru yang sedang digodok di Komisi III DPR bisa memberikan jawaban atas persoalan yang selama ini terjadi," tutur. (wbs)
()