Cuti Tanpa Digaji Cara Hindari PHK
A
A
A
IBARAT bertinju, virus korona telah memukul telak alias knock out (KO) sektor industri pariwisata. Tengok saja, bisnis hotel sebagai salah satu bagian dari industri pariwisata “terkapar” sejak awal wabah virus korona merebak di negeri ini.
Data terbaru yang diungkapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Wishnutama Kusubandio, jumlah hotel yang telah tutup sementara hingga awal pekan ini mencapai 1.500 hotel. Hal itu dibeberkan Wishnutama dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR lewat telekonferensi. Selain hotel, bisnis restoran atau rumah makan yang juga bagian dari industri pariwisata telah mengalami penurunan omzet hingga 70%.
Saat ini hotel yang berhenti sementara beroperasi hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tercatat terbanyak di Jawa Barat, lalu Bali, menyusul Yogyakarta dan Jakarta. Bagaimana nasib karyawan hotel? Pihak Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sebagaimana diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PHRI, Maulana Yusran, tetap berusaha menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jalan karyawan dicutikan tanpa digaji (unpaid leave).
Memang, komponen biaya operasional terbesar pada hotel salah satunya pada gaji karyawan. Diprediksi puncak kejatuhan dari industri pariwisata akan terjadi pada Mei mendatang. Untuk menolong industri pariwisata yang sedang terkapar, semula pemerintah akan menerbitkan kebijakan pembebasan pajak hotel dan restoran untuk 10 destinasi wisata yang terdampak wabah virus korona atau Covid-19.
Belakangan kebijakan yang dijadwalkan berlaku selama enam bulan (April-September), yang disertai dana hibah dari pemerintah pusat sebesar Rp3,3 triliun kepada pemerintah daerah sebagai pengganti hilangnya pendapatan akibat pembebasan pajak, ditunda. Adapun 10 destinasi wisata yang mendapatkan pembebasan pajak adalah Bali, Bangka Belitung, Batam, Bintan, Danau Toba, Labuan Bajo, Malang, Manado, Mandalika, dan Yogyakarta.
Penundaan pembebasan pajak hotel sebagaimana disampaikan Menparekraf Wishnutama, yang lebih akrab dipanggil Tama, itu karena pemerintah masih menyusun kebijakan yang lebih relevan dari dampak dari penyebaran wabah virus korona yang semakin meluas. Rupanya, sejalan dengan keinginan pihak PHRI yang meminta pemerintah dalam membuat kebijakan stimulus untuk hotel tidak terbatas pada 10 destinasi wisata. Pasalnya, dampak dari wabah virus korona terhadap industri pariwisata sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.
Celakanya, sektor industri pariwisata yang paling pertama terdampak wabah virus mematikan itu diprediksi bakal paling akhir pulih atau recovery ketika pandemi berakhir. Pasalnya, sangat berat untuk serta-merta mengajak orang berwisata. Diperkirakan orang-orang yang biasa melancong akan menunggu waktu yang betul-betul kondusif untuk berwisata. Saat ini kunjungan wisata asing ke Indonesia, mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), mengalami penurunan signifikan. Pada Februari lalu kunjungan turis asing anjlok 28,85% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun jumlah kunjungan wisatawan asing dari Januari 2020 ke Februari 2020 juga mengalami penurunan tajam hingga sekitar 30,42%. Dengan demikian, secara kumulatif selama dua bulan awal tahun ini, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) hanya tercatat sebanyak 2,16 juta kunjungan. Bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu maka kunjungan wisman menurun 2,45 juta atau sekitar 11,8%. BPS merinci wisman yang berkunjung ke Indonesia tercatat 1.272.080 orang pada Januari 2020, dan sebanyak 885.070 orang pada Februari lalu.
Masih berdasarkan publikasi terbaru dari BPS terungkap bahwa penurunan kunjungan turis asing terjadi pada semua pintu masuk utama. Tercatat penurunan kunjungan wisman terbesar atau 100% terjadi pada pintu masuk perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini yang menutup pintu imigrasi sejak akhir Januari 2020.
Selanjutnya, Bandara Sam Ratulangi, Manado, turun 92,5%; Tanjung Pinang 69,21%; Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, sekitar 32%; dan Bandara Soekarno-Hatta mencapai 24,46%. Dilihat dari asal negara, penurunan wisman terbesar dari China sekitar 93,50% secara bulanan, diikuti Hong Kong 93,16% dan Papua Nugini sekitar 78,82%. Sebaliknya, turis asing terbanyak ke Indonesia adalah Malaysia sekitar 19,8%, diikuti Australia 10,24%, dan Singapura 10,03%.
Kita berharap pemerintah bisa memberi solusi stimulus ekonomi untuk mengurangi beban industri pariwisata yang tepat. Sebab, bicara soal industri pariwisata tidak hanya berhubungan dengan hotel, restoran, event organizer, dan travel agent, tetapi terkait dengan usaha kecil dan menengah yang mempekerjakan jutaan orang. Ini memang berat dalam kondisi menghadapi wabah Covid-19.
Data terbaru yang diungkapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Wishnutama Kusubandio, jumlah hotel yang telah tutup sementara hingga awal pekan ini mencapai 1.500 hotel. Hal itu dibeberkan Wishnutama dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR lewat telekonferensi. Selain hotel, bisnis restoran atau rumah makan yang juga bagian dari industri pariwisata telah mengalami penurunan omzet hingga 70%.
Saat ini hotel yang berhenti sementara beroperasi hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tercatat terbanyak di Jawa Barat, lalu Bali, menyusul Yogyakarta dan Jakarta. Bagaimana nasib karyawan hotel? Pihak Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sebagaimana diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PHRI, Maulana Yusran, tetap berusaha menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jalan karyawan dicutikan tanpa digaji (unpaid leave).
Memang, komponen biaya operasional terbesar pada hotel salah satunya pada gaji karyawan. Diprediksi puncak kejatuhan dari industri pariwisata akan terjadi pada Mei mendatang. Untuk menolong industri pariwisata yang sedang terkapar, semula pemerintah akan menerbitkan kebijakan pembebasan pajak hotel dan restoran untuk 10 destinasi wisata yang terdampak wabah virus korona atau Covid-19.
Belakangan kebijakan yang dijadwalkan berlaku selama enam bulan (April-September), yang disertai dana hibah dari pemerintah pusat sebesar Rp3,3 triliun kepada pemerintah daerah sebagai pengganti hilangnya pendapatan akibat pembebasan pajak, ditunda. Adapun 10 destinasi wisata yang mendapatkan pembebasan pajak adalah Bali, Bangka Belitung, Batam, Bintan, Danau Toba, Labuan Bajo, Malang, Manado, Mandalika, dan Yogyakarta.
Penundaan pembebasan pajak hotel sebagaimana disampaikan Menparekraf Wishnutama, yang lebih akrab dipanggil Tama, itu karena pemerintah masih menyusun kebijakan yang lebih relevan dari dampak dari penyebaran wabah virus korona yang semakin meluas. Rupanya, sejalan dengan keinginan pihak PHRI yang meminta pemerintah dalam membuat kebijakan stimulus untuk hotel tidak terbatas pada 10 destinasi wisata. Pasalnya, dampak dari wabah virus korona terhadap industri pariwisata sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.
Celakanya, sektor industri pariwisata yang paling pertama terdampak wabah virus mematikan itu diprediksi bakal paling akhir pulih atau recovery ketika pandemi berakhir. Pasalnya, sangat berat untuk serta-merta mengajak orang berwisata. Diperkirakan orang-orang yang biasa melancong akan menunggu waktu yang betul-betul kondusif untuk berwisata. Saat ini kunjungan wisata asing ke Indonesia, mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), mengalami penurunan signifikan. Pada Februari lalu kunjungan turis asing anjlok 28,85% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun jumlah kunjungan wisatawan asing dari Januari 2020 ke Februari 2020 juga mengalami penurunan tajam hingga sekitar 30,42%. Dengan demikian, secara kumulatif selama dua bulan awal tahun ini, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) hanya tercatat sebanyak 2,16 juta kunjungan. Bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu maka kunjungan wisman menurun 2,45 juta atau sekitar 11,8%. BPS merinci wisman yang berkunjung ke Indonesia tercatat 1.272.080 orang pada Januari 2020, dan sebanyak 885.070 orang pada Februari lalu.
Masih berdasarkan publikasi terbaru dari BPS terungkap bahwa penurunan kunjungan turis asing terjadi pada semua pintu masuk utama. Tercatat penurunan kunjungan wisman terbesar atau 100% terjadi pada pintu masuk perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini yang menutup pintu imigrasi sejak akhir Januari 2020.
Selanjutnya, Bandara Sam Ratulangi, Manado, turun 92,5%; Tanjung Pinang 69,21%; Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, sekitar 32%; dan Bandara Soekarno-Hatta mencapai 24,46%. Dilihat dari asal negara, penurunan wisman terbesar dari China sekitar 93,50% secara bulanan, diikuti Hong Kong 93,16% dan Papua Nugini sekitar 78,82%. Sebaliknya, turis asing terbanyak ke Indonesia adalah Malaysia sekitar 19,8%, diikuti Australia 10,24%, dan Singapura 10,03%.
Kita berharap pemerintah bisa memberi solusi stimulus ekonomi untuk mengurangi beban industri pariwisata yang tepat. Sebab, bicara soal industri pariwisata tidak hanya berhubungan dengan hotel, restoran, event organizer, dan travel agent, tetapi terkait dengan usaha kecil dan menengah yang mempekerjakan jutaan orang. Ini memang berat dalam kondisi menghadapi wabah Covid-19.
(thm)