Waspada Corona, Tunda Mudik untuk Keselamatan Sanak Saudara
A
A
A
JAKARTA - Steering Committee Smart Health The University of Manchester Inggris, Gindo Tampubolon mengatakan, dengan wabah virus corona (COVID-19) yang seperti tsunami merebak ke seluruh dunia, sulit membayangkan mana pantainya dan kapan redanya.
"Tapi wabah ini mesti reda. Kita bisa mencapainya bersama pimpinan pemerintah, agama dan semua unsur masyarakat. Dilengkapi beberapa temuan ilmiah, saya mengajak kita mengambil dua langkah ke depan dan membayangkan kita menyintas sampai di pantai seberang. Dari pantai itu saya mengajak supaya menunda mudik demi kehidupan sanak saudara kita," kata Gindo melalui siaran pers, Minggu (5/4/2020).
Gindo menjelaskan cara supaya di pantai itu Indonesia tidak tepar terdampar, tapi segera tegak dan bergerak. Bagaimana agar nanti kesehatan dan ekonomi Indonesia siap bangkit. (Baca juga: Pemerintah Tegaskan Keluarga Adalah Basis Pertama Cegah Corona)
"Ilmuwan dan perencana sipil dan militer berpikir dari sasaran, lalu menurunkan segala keperluan untuk mencapainya. Supaya di pantai seberang ekonomi Indonesia siap maka penting sekali ada orang-orang yang nanti siap mengungkit roda ekonomi yang sekarang disetop virus ranjau ini," ucapnya.
"Bila kita abai berpikir dua langkah maka ada dua kelompok yang akan jadi korban disapu wabah ini. Pertama adalah para pemimpin macam direktur, manajer, spesialis atau kepala badan usaha milik negara maupun swasta. Kedua adalah para pekerja informal. Terutama yang laki-laki. Mengapa laki-laki?" sambungnya.
Kata Gindo, dari temuannya menunjukkan, bahwa sistem faal atau biologi manusia adalah sistem yang dinamis namun tetap stabil. Kejutan dan goncangan kesehatan boleh datang sepanjang usia namun semua bisa diserap tanpa mengganggu kestabilan, artinya berbagai sistem tubuh kita tetap berfungsi baik (termasuk organ otak, paru-paru, jantung, inflamasi dll).
"Walaupun sistem faal tetap stabil, semua goncangan tersebut tetap meninggalkan bekas atau aus yang tercatat sebagai beban allostatik. Menurut temuan kami beban allostatik ini punya pola yang unik: beban allostatik laki-laki lebih tinggi daripada beban allostatik perempuan di Amerika, Inggris dan China," ungkapnya.
"Mati adalah beban yang memuncak, dan laki-laki lebih dulu mencapai beban allostatik puncak. Apalagi bila ada kejutan yang sama sekali baru macam virus ranjau ini: penyakit COVID-19 akan lebih fatal buat laki-laki Indonesia seperti juga buat laki-laki sedunia," tambahnya.
Karenanya menurut Gindo, solusi yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengatasi penundaan mudik ini adalah, saatnya pemerintah mengulurkan tangan kepada para pekerja informal yang menunda mudik dengan memberi mulai minggu bantuan langsung tunai emoney.
"Mari menunda mudik, mari mengayomi pekerja informal. Selain itu, di masa tunda ini, dengan pimpinan Telkomsel yang sedang berprakarsa semoga pekerja informal dimudahkan bersilaturahmi mengeratkan jejaring lewat daring dengan sanak saudara di desa," jelasnya.
"Wabah COVID-19 ini unik karena menganyam erat krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Macam ulos pinuncaan ragi parbue, benang kesehatan tak lepas dari benang ekonomi, benang kota tak lepas dari benang desa. Bersama-sama kita mesti saling menjaga sanak saudara agar di seberang sana kita siap bergerak memetik buah kerja bersama," pungkasnya.
"Tapi wabah ini mesti reda. Kita bisa mencapainya bersama pimpinan pemerintah, agama dan semua unsur masyarakat. Dilengkapi beberapa temuan ilmiah, saya mengajak kita mengambil dua langkah ke depan dan membayangkan kita menyintas sampai di pantai seberang. Dari pantai itu saya mengajak supaya menunda mudik demi kehidupan sanak saudara kita," kata Gindo melalui siaran pers, Minggu (5/4/2020).
Gindo menjelaskan cara supaya di pantai itu Indonesia tidak tepar terdampar, tapi segera tegak dan bergerak. Bagaimana agar nanti kesehatan dan ekonomi Indonesia siap bangkit. (Baca juga: Pemerintah Tegaskan Keluarga Adalah Basis Pertama Cegah Corona)
"Ilmuwan dan perencana sipil dan militer berpikir dari sasaran, lalu menurunkan segala keperluan untuk mencapainya. Supaya di pantai seberang ekonomi Indonesia siap maka penting sekali ada orang-orang yang nanti siap mengungkit roda ekonomi yang sekarang disetop virus ranjau ini," ucapnya.
"Bila kita abai berpikir dua langkah maka ada dua kelompok yang akan jadi korban disapu wabah ini. Pertama adalah para pemimpin macam direktur, manajer, spesialis atau kepala badan usaha milik negara maupun swasta. Kedua adalah para pekerja informal. Terutama yang laki-laki. Mengapa laki-laki?" sambungnya.
Kata Gindo, dari temuannya menunjukkan, bahwa sistem faal atau biologi manusia adalah sistem yang dinamis namun tetap stabil. Kejutan dan goncangan kesehatan boleh datang sepanjang usia namun semua bisa diserap tanpa mengganggu kestabilan, artinya berbagai sistem tubuh kita tetap berfungsi baik (termasuk organ otak, paru-paru, jantung, inflamasi dll).
"Walaupun sistem faal tetap stabil, semua goncangan tersebut tetap meninggalkan bekas atau aus yang tercatat sebagai beban allostatik. Menurut temuan kami beban allostatik ini punya pola yang unik: beban allostatik laki-laki lebih tinggi daripada beban allostatik perempuan di Amerika, Inggris dan China," ungkapnya.
"Mati adalah beban yang memuncak, dan laki-laki lebih dulu mencapai beban allostatik puncak. Apalagi bila ada kejutan yang sama sekali baru macam virus ranjau ini: penyakit COVID-19 akan lebih fatal buat laki-laki Indonesia seperti juga buat laki-laki sedunia," tambahnya.
Karenanya menurut Gindo, solusi yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengatasi penundaan mudik ini adalah, saatnya pemerintah mengulurkan tangan kepada para pekerja informal yang menunda mudik dengan memberi mulai minggu bantuan langsung tunai emoney.
"Mari menunda mudik, mari mengayomi pekerja informal. Selain itu, di masa tunda ini, dengan pimpinan Telkomsel yang sedang berprakarsa semoga pekerja informal dimudahkan bersilaturahmi mengeratkan jejaring lewat daring dengan sanak saudara di desa," jelasnya.
"Wabah COVID-19 ini unik karena menganyam erat krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Macam ulos pinuncaan ragi parbue, benang kesehatan tak lepas dari benang ekonomi, benang kota tak lepas dari benang desa. Bersama-sama kita mesti saling menjaga sanak saudara agar di seberang sana kita siap bergerak memetik buah kerja bersama," pungkasnya.
(maf)