Jika Mudik Tak Dilarang, RI Potensial Masuk Negara Paling Terpapar Corona

Jum'at, 03 April 2020 - 22:07 WIB
Jika Mudik Tak Dilarang, RI Potensial Masuk Negara Paling Terpapar Corona
Jika Mudik Tak Dilarang, RI Potensial Masuk Negara Paling Terpapar Corona
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai Indonesia berpotensi masuk lima besar negara yang paling terpapar COVID-19 jika pemerintah tidak melarang mudik Lebaran 2020. (Baca juga: Tak Ada Larangan Resmi, Pemerintah: Boleh Mudik Asal Karantina 14 Hari)

Saat ini, lima negara yang paling terpapar COVID-19 adalah Amerika Serikat dengan 245.380 kasus, Spanyol dengan 117.710 kasus, kemudian Italia sebanyak 115.242 kasus, Jerman dengan 85.263 kasus, dan China sebanyak 81.620 kasus. ”Tahun lalu, dari wilayah Jabotabek saja, jumlah pemudik mencapai angka 14, 9 juta jiwa. Angka ini membengkak jika ditambah penduduk kota besar lain,” ucapnya, Jumat (3/4/2020). (Baca juga: Cegah Penyebaran Corona, 14 Ormas Islam Imbau Masyarakat Tak Mudik)

Jika pada 2020 ini jumlah pemudik diasumsikan 14,9 juta untuk seluruh Indonesia, di kampung halaman, mereka akan berinteraksi dalam kultur komunal. Mereka berjumpa keluarga besar, tetangga, dan sahabat. "Katakanlah rata- rata 1 orang yang mudik berinteraksi dengan 3 orang lainnya maka mudik menyebabkan interaksi sekitar 45 juta penduduk Indonesia. Jika 1% saja dari jumlah populasi paska mudik itu terpapar COVID-19, artinya setelah mudik akan ada 450.000 penduduk Indonesia menjadi korban," ujarnya, Jumat (3/4/2020). (Baca juga: Tjahjo Kumolo Terbitkan SE Larangan Mudik bagi ASN)

Angka itu bahkan sudah melampaui populasi korban di Amerika Serikat yang kini berada di puncak negara paling terpapar virus Corona. Menurut Denny, pemerintah tak cukup lagi hanya mengimbau. Misalnya, mereka yang mudik diimbau karantina 14 hari. Mereka yang pergi atau pulang mudik statusnya menjadi Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). "Tapi jumlah sebanyak 14,9 juta itu akan diisolasi dimana? Cukupkah infrastuktur kesehatan kita mengurus populasi sebanyak itu?" tuturnya.

Menurutnya, dengan kondisi sekarang saja, banyak rumah sakit dan tenaga medis menjerit kekurangan fasilitas. Untuk situasi saat ini saja, jumlah pasien yang meninggal dunia di Indonesia lebih banyak dibandingkan yang sembuh. "Bagaimana infrastuktur kesehatan kita siap dan mampu menampung lonjakan korban pascamudik," katanya.

Denny memuji Sekjen MUI yang dinilai cukup sensitif dan berani menyatakan mereka yang mudik dari wilayah pandemik hukumnya haram dengan menggunakan dalil agama. MUI mencoba meminimalkan orang mudik hanya menggunakan instrumen yang dimiliki. ”intervensi pencegahan mudik yang paling efektif adalah pemerintah pusat. Hal ini penting agar pemerintah pusat tidak disalahkan,” ucapnya.

Denny menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan dua hal. Pertama, melarang mudik yang diikuti kontrol ketat pihak keamanan di semua jalur mudik. Kedua, mencarikan solusi untuk mereka yang ingin pulang kampung karena kesulitan ekonomi untuk hidup di kota masa kini. "Jokowi sudah umumkan paket menyeluruh untuk COVID-19 dengan total Rp405 triliun. Publik perlu diberi informasi rinci. Mereka yang tak bisa mudik, yang ekonominya merosot untuk kebutuhan dasar, bagaimana agar mereka mudah mendapatkan akses program itu," katanya.

Dikatakan Denny, virus Corona di dunia semakin cepat menyebar karena momen Hari Raya Imlek pada 25 Januari 2020. Di Indonesia bukan Imlek yang menjadi mediumnya, tapi mudik dan Lebaran. "Ini memang situasi tak normal. Mudik biasanya begitu hangat dan menggembirakan. Kini mudik justru menakutkan. Namun Jokowi berada dalam posisi menentukan bagaimana mudik 2020 akhirnya dikenang," kata Denny.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5588 seconds (0.1#10.140)