BI Optimistis Ekonomi Masih Tumbuh 2,3%
A
A
A
Bank Indonesia (BI) masih tetap yakin ekonomi Indonesia masih bertumbuh, meski jauh dari target yang dipatok pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di level 5,3% pada akhir tahun ini. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut ekonomi Indonesia tumbuh minimal 2,3% menyusul sejumlah stimulus yang sudah diterbitkan pemerintah maupun yang sedang digodok. Memang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) khawatir bahwa dalam kondisi berat perekonomian bisa mencapai titik minus. Pihak bank sentral mengklaim, dari komunikasi yang terjalin dengan investor global dapat disimpulkan bahwa kepercayaan terhadap Indonesia masih cukup kuat.
Bagaimana dengan pelemahan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin tajam—kini bertengger di atas level Rp16.000 per dolar AS? Pihak BI meyakini bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam berangsur bakal pulih seiring meredanya penyebaran wabah virus korona. Namun, pihak BI memprediksi nilai kurs rupiah sulit balik kembali pada kisaran Rp14.000 per dolar AS seperti sebelum adanya wabah virus korona yang menyebar secara global dan diawali dari Wuhan, China. Proyeksi bank sentral, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp15.000 per dolar AS hingga akhir tahun ini.
Saat ini BI terus mengerahkan segala tenaga untuk menjaga agar nilai tukar rupiah tidak terus merosot meninggalkan level Rp 16.000 per dolar AS, dalam kondisi stabilitas terjaga di pasar modal, pasar keuangan. Perry Warjiyo tidak menampik kalau nilai tukar rupiah masih undervalued , namun berkat confidence pasar sudah terbangun membuat optimistis nilai tukar rupiah menguat hingga akhir tahun. Dalam rapat KKSK sudah dibahas bagaimana kalau nilai tukar rupiah dalam kondisi berat atau terburuk, yakni pada kisaran Rp17.500 hingga Rp20.000 per dolar AS. Apabila itu terjadi, sejumlah kebijakan strategis disiapkan.
Lalu, antisipasi atau kebijakan seperti apa untuk mencegah skenario terburuk terhadap nilai tukar rupiah dan menahan laju pertumbuhan ekonomi agar tidak anjlok di bawah 2,3%? Adapun kebijakan yang akan ditempuh BI bersama pihak-pihak terkait, di antaranya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), salah satunya menjalankan kebijakan yang disiapkan pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Regulasi tersebut menyebutkan BI diizinkan untuk membiayai defisit APBN melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sementara itu, proyeksi Bank Dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 tidak jauh beda dengan prediksi BI, yakni berada pada kisaran 2,1%. Meski demikian, laporan Bank Dunia berjudul East Asia and the Pacific in the Time Covid-19 membeberkan tahun depan ekonomi Indonesia akan rebound pada kisaran 5,4%. Selain itu, Bank Dunia juga memprediksi belanja pemerintah bakal menguat seiring dengan dikeluarkannya sejumlah stimulus ekonomi untuk meredam dampak wabah virus korona. Namun, defisit neraca transaksi berjalan diprediksi bakal melebar dari 2,7% menjadi 2,8% terhadap produk domestik bruto (PDB), karena pendapatan pariwisata menukik tajam dan harga komoditas yang terus tertekan.
Sebaliknya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menahan diri untuk berbicara seputar pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mantan petinggi Bank Dunia itu beralasan bahwa perekonomian global dan domestik masih diliputi ketidakpastian sebagai dampak dari wabah virus korona yang menyerang lebih dari 100 negara di dunia. Sri Mulyani, yang menjabat menteri keuangan untuk kedua kalinya dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin mengeluarkan prediksi, namun seminggu atau sebulan kemudian angka pertumbuhan ekonomi direvisi, sebagaimana dilakukan sejumlah lembaga internasional.
Menarik dicermati pernyataan Direktur Forecast Global EIU, Agathe Demaris, sebagaimana dipublikasikan majalah The Economist , bahwa lebih dari separuh negara yang tergabung dalam G-20 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Hanya terdapat tiga negara yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan ekonomi positif sepanjang 2020, yakni Indonesia, China, dan India. Prediksi tersebut sedikit menenangkan, namun yang menjadi persoalan belum ada yang bisa memprediksi kapan wabah virus korona mereda dan berhenti menghantui munculnya resesi ekonomi global.
Bagaimana dengan pelemahan nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin tajam—kini bertengger di atas level Rp16.000 per dolar AS? Pihak BI meyakini bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam berangsur bakal pulih seiring meredanya penyebaran wabah virus korona. Namun, pihak BI memprediksi nilai kurs rupiah sulit balik kembali pada kisaran Rp14.000 per dolar AS seperti sebelum adanya wabah virus korona yang menyebar secara global dan diawali dari Wuhan, China. Proyeksi bank sentral, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp15.000 per dolar AS hingga akhir tahun ini.
Saat ini BI terus mengerahkan segala tenaga untuk menjaga agar nilai tukar rupiah tidak terus merosot meninggalkan level Rp 16.000 per dolar AS, dalam kondisi stabilitas terjaga di pasar modal, pasar keuangan. Perry Warjiyo tidak menampik kalau nilai tukar rupiah masih undervalued , namun berkat confidence pasar sudah terbangun membuat optimistis nilai tukar rupiah menguat hingga akhir tahun. Dalam rapat KKSK sudah dibahas bagaimana kalau nilai tukar rupiah dalam kondisi berat atau terburuk, yakni pada kisaran Rp17.500 hingga Rp20.000 per dolar AS. Apabila itu terjadi, sejumlah kebijakan strategis disiapkan.
Lalu, antisipasi atau kebijakan seperti apa untuk mencegah skenario terburuk terhadap nilai tukar rupiah dan menahan laju pertumbuhan ekonomi agar tidak anjlok di bawah 2,3%? Adapun kebijakan yang akan ditempuh BI bersama pihak-pihak terkait, di antaranya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), salah satunya menjalankan kebijakan yang disiapkan pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Regulasi tersebut menyebutkan BI diizinkan untuk membiayai defisit APBN melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sementara itu, proyeksi Bank Dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 tidak jauh beda dengan prediksi BI, yakni berada pada kisaran 2,1%. Meski demikian, laporan Bank Dunia berjudul East Asia and the Pacific in the Time Covid-19 membeberkan tahun depan ekonomi Indonesia akan rebound pada kisaran 5,4%. Selain itu, Bank Dunia juga memprediksi belanja pemerintah bakal menguat seiring dengan dikeluarkannya sejumlah stimulus ekonomi untuk meredam dampak wabah virus korona. Namun, defisit neraca transaksi berjalan diprediksi bakal melebar dari 2,7% menjadi 2,8% terhadap produk domestik bruto (PDB), karena pendapatan pariwisata menukik tajam dan harga komoditas yang terus tertekan.
Sebaliknya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menahan diri untuk berbicara seputar pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mantan petinggi Bank Dunia itu beralasan bahwa perekonomian global dan domestik masih diliputi ketidakpastian sebagai dampak dari wabah virus korona yang menyerang lebih dari 100 negara di dunia. Sri Mulyani, yang menjabat menteri keuangan untuk kedua kalinya dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin mengeluarkan prediksi, namun seminggu atau sebulan kemudian angka pertumbuhan ekonomi direvisi, sebagaimana dilakukan sejumlah lembaga internasional.
Menarik dicermati pernyataan Direktur Forecast Global EIU, Agathe Demaris, sebagaimana dipublikasikan majalah The Economist , bahwa lebih dari separuh negara yang tergabung dalam G-20 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Hanya terdapat tiga negara yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan ekonomi positif sepanjang 2020, yakni Indonesia, China, dan India. Prediksi tersebut sedikit menenangkan, namun yang menjadi persoalan belum ada yang bisa memprediksi kapan wabah virus korona mereda dan berhenti menghantui munculnya resesi ekonomi global.
(zil)