Perkara Suap, Jaksa Tuntut Politikus PAN Dihukum 8 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan anggota Komisi XI DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sukiman dihukum delapan tahun penjara.
Terdakwa perkara penerimaan suap ini juga ditutun pidana tambahan berupa uang pengganti dan pencabutan hak politik.
Persidangan pembacaan surat tuntutan atas nama Sukiman berlangsung secara virtual melalui telekonferensi, Rabu (1/4/2020).
Majelis hakim berada di dalam ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sedangkan JPU beserta terdakwa Sukiman dan tim penasihat hukum menjalani persidangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada ruangan terpisah.
Surat tuntutan Sukiman JPU yang dipimpin Wawan Yunarwanto dan Ariawan Agustiartono dengan anggota Ni Nengah Gina Saraswati, Nur Haris Arhadi, dan Yoga Pratomo.
JPU Wawan Yunarwanto mengatakan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, baik dari keterangan saksi-saksi, surat, dokumen, alat bukti petunjuk, keterangan terdakwa, maupun keterangan ahli maka telah disimpulkan Sukiman selaku anggota Komisi XI DPR merangkap Badan Anggaran dari Fraksi PAN periode 2014-2019 telah melakukan korupsi dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dan dengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri.
Sukiman didakwa menerima suap dengan total Rp2,65 miliar dan USD22.000 bersama Rifa Surya selaku Kepala Seksi Perencanaan DAK Fisik Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan kurun Desember 2015 hingga Desember 2017 dan Suherlan selaku tenaga ahli anggota DPR dari Fraksi PAN periode 2015-2019.
Seluruh uang suap berasal dari Natan Pasomba (divonis 1 tahun 6 bulan) selaku Pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat bersama Bupati Pegunungan Arfak periode 2016-2021 Yosias Saroy (belum tersangka), pengusaha/kontraktor Sovian Lati Lipu (belum tersangka), dan pengusaha/kontraktor Nicholas Tampang Allo (belum tersangka).
JPU Wawan menegaskan, uang suap tersebut terbukti untuk Sukiman memuluskan dan meloloskan pengurusan pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.
Guna meloloskan perolehan DAK itu, Sukiman memasukkan Kabupaten Pegunungan Arfak dalam usulan "aspirasi dewan" untuk DAK Fisik yang bersumber dari APBN P 2017 dan APBN 2018.
Pengusulan tersebut dengan kesepakatan fee sebesar 9% yang dibagi untuk Sukiman 6%, Rifa Surya 1 persen, Suherlan 1 persen, dan Natan Pasomba 1%.
Atas usulan Sukiman, kata JPU, APBNP 2017 kemudian Kabupaten Pegunungan Arfak mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp49.915.000.000. Sedangkan untuk APBN 2018, Kabupaten Pegunungan Arfak mendapatkan Rp79.774.500.000.
"Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sukiman berupa pidana penjara
selama delapan tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan," tegas JPU Wawan Yunarwanto saat membacakan amar tuntutan atas nama Sukiman.
JPU juga menuntut agar Majelis hakim menjatuhkan dua pidana tambahan terhadap Sukiman. Pertama, pidana tambahan membayar uang
pengganti sejumlah Rp2,65 miliar dan USD22.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut Sukiman tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama lima tahun," ujarnya.
Kedua, penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. Pencabutan ini karena perbuatan pidana Sukiman dilakukan saat dan dengan memanfaatkan posisi dan jabatannya sebagai anggota DPR.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa Sukiman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa Sukiman selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap JPU Wawan.
JPU Wawan menandaskan, perbuatan Sukiman terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Dalam menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Sukiman bersikap sopan di persidangan dan memiliki tanggungan keluarga.
"Hal-hal memberatkan, perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," ucapnya.
Atas tuntutan JPU, Sukiman bersama tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi)
Terdakwa perkara penerimaan suap ini juga ditutun pidana tambahan berupa uang pengganti dan pencabutan hak politik.
Persidangan pembacaan surat tuntutan atas nama Sukiman berlangsung secara virtual melalui telekonferensi, Rabu (1/4/2020).
Majelis hakim berada di dalam ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sedangkan JPU beserta terdakwa Sukiman dan tim penasihat hukum menjalani persidangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada ruangan terpisah.
Surat tuntutan Sukiman JPU yang dipimpin Wawan Yunarwanto dan Ariawan Agustiartono dengan anggota Ni Nengah Gina Saraswati, Nur Haris Arhadi, dan Yoga Pratomo.
JPU Wawan Yunarwanto mengatakan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, baik dari keterangan saksi-saksi, surat, dokumen, alat bukti petunjuk, keterangan terdakwa, maupun keterangan ahli maka telah disimpulkan Sukiman selaku anggota Komisi XI DPR merangkap Badan Anggaran dari Fraksi PAN periode 2014-2019 telah melakukan korupsi dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dan dengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri.
Sukiman didakwa menerima suap dengan total Rp2,65 miliar dan USD22.000 bersama Rifa Surya selaku Kepala Seksi Perencanaan DAK Fisik Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan kurun Desember 2015 hingga Desember 2017 dan Suherlan selaku tenaga ahli anggota DPR dari Fraksi PAN periode 2015-2019.
Seluruh uang suap berasal dari Natan Pasomba (divonis 1 tahun 6 bulan) selaku Pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat bersama Bupati Pegunungan Arfak periode 2016-2021 Yosias Saroy (belum tersangka), pengusaha/kontraktor Sovian Lati Lipu (belum tersangka), dan pengusaha/kontraktor Nicholas Tampang Allo (belum tersangka).
JPU Wawan menegaskan, uang suap tersebut terbukti untuk Sukiman memuluskan dan meloloskan pengurusan pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.
Guna meloloskan perolehan DAK itu, Sukiman memasukkan Kabupaten Pegunungan Arfak dalam usulan "aspirasi dewan" untuk DAK Fisik yang bersumber dari APBN P 2017 dan APBN 2018.
Pengusulan tersebut dengan kesepakatan fee sebesar 9% yang dibagi untuk Sukiman 6%, Rifa Surya 1 persen, Suherlan 1 persen, dan Natan Pasomba 1%.
Atas usulan Sukiman, kata JPU, APBNP 2017 kemudian Kabupaten Pegunungan Arfak mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp49.915.000.000. Sedangkan untuk APBN 2018, Kabupaten Pegunungan Arfak mendapatkan Rp79.774.500.000.
"Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sukiman berupa pidana penjara
selama delapan tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan," tegas JPU Wawan Yunarwanto saat membacakan amar tuntutan atas nama Sukiman.
JPU juga menuntut agar Majelis hakim menjatuhkan dua pidana tambahan terhadap Sukiman. Pertama, pidana tambahan membayar uang
pengganti sejumlah Rp2,65 miliar dan USD22.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut Sukiman tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama lima tahun," ujarnya.
Kedua, penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. Pencabutan ini karena perbuatan pidana Sukiman dilakukan saat dan dengan memanfaatkan posisi dan jabatannya sebagai anggota DPR.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa Sukiman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa Sukiman selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap JPU Wawan.
JPU Wawan menandaskan, perbuatan Sukiman terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Dalam menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Sukiman bersikap sopan di persidangan dan memiliki tanggungan keluarga.
"Hal-hal memberatkan, perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," ucapnya.
Atas tuntutan JPU, Sukiman bersama tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi)
(dam)