Soal Pembebasan Napi, Kemenkumham Diminta Tak Diskriminatif

Rabu, 01 April 2020 - 16:59 WIB
Soal Pembebasan Napi, Kemenkumham Diminta Tak Diskriminatif
Soal Pembebasan Napi, Kemenkumham Diminta Tak Diskriminatif
A A A
JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengeluarkan keputusan tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi.

Jumlah narapidana yang dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan mencapai sekitar 30 ribu orang.

Langkah tersebut sebagai upaya penyelamatan narapidana dan anak yang berada di lembaga pemasyarakatan (lapas), lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) dan rumah tahanan negara (rutan) dari infeksi virus Corona atau COVID-19. Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, 30 Maret 2020.

Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakir menyambut baik upaya Kemenkumham dalam mengurangi jumlah kapasitas lapas di saat wabah Corona.

Namun, dia melihat Keputusan Menkumham tentang Pengeluaran dan Pembebasan Napi dan Anak yang ditandatangani pada 30 Maret 2020 terlihat diskriminatif.

Seharusnya, kata Mudzakir, tidak dibatasi tentang napi dengan kasus apa yang bisa menerima keringanan hukuman tersebut. Namun semua napi berhak menerimanya sepanjang masa hukumannya hampir selesai.

“Mestinya argumen utamanya adalah mereka yang mau dikeluarkan adalah orang-orang yang dalam beberapa bulan yang akan datang sudah harus keluar tahanan,” kata Mudzakir kepada wartawan, Rabu (1/4/2020). (Baca Juga: 30 Ribuan Napi Akan Bebas Lebih Cepat, Negara Bisa Menghemat Anggaran)

Misalnya, napi yang akan seharusnya keluar pada April hingga Juli 2020, bisa langsung menikmati pembebasan sebagaimana yang dimaksud dalam Kepmen tersebut.

“Sebut saja misalnya kondisi sekarang darurat maka mereka itu diberikan bonus semuanya, misalnya semua masa tahanan dipotong empat bulan sehingga dengan demikian hukuman yang tinggal empat bulan bisa langsung keluar dan ini jumlahnya bisa banyak,” tutur Mudzakir.

Dia juga menyinggung tahanan yang belum mendapatkan putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) dari pengadilan. Seharusnya, tahanan yang belum tentu bersalah itu juga mendapatkan keringanan berupa penahanan di luar rutan.
Misalnya juga tahanan dengan kasus korupsi tidak perlu ditahan, sepanjang tidak sedang menjalani pemeriksaan intensif. Apalagi proses pemeriksaannya sudah selesai dan kini sedang menunggu putusan banding.

“Kalau yang dalam tahanan, dia sudah diperiksa sudah intensif apa belum. Kalau potensi tidak melarikan diri, ya barangkali bisa dilepaskan dari tahanan,” kata Mudzakir.

“Jadi dikeluarin (tahanan yang belum inkracht) mungkin dengan jaminan keluarganya, kalau sudah inkracht, putusannya sudah keluar, tinggal dipanggil kembali untuk menjalani sisa masa hukuman,” katanya.

Diketahui Kemenkumkan mengeluarkan Kepmen Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19. Namun Kepmen ini membatasi napi yang berhak mendapkan keringanan yaitu sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 99 Tahun 2012.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9273 seconds (0.1#10.140)