Hakim Agung Ini Dinilai Berpeluang Jadi Pengganti Hatta Ali
A
A
A
JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali akan memasuki pensiun pada 7 April mendatang. Penggantinya dinilai harus sosok yang mampu memulihkan citra lembaga tersebut.
Sebab, menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) ada 20 hakim yang terlibat korupsi selama kepemimpinan Hatta Ali. Belum termasuk kasus yang melibatkan pejabat MA seperti mantan Sekretaris Jenderal MA Nurhadi.
Sejumlah nama dinilai berpeluang menjadi pengganti Hatta Ali, salah satunya Hakim Agung Prof Dr Supandi yang kini menjabat Ketua Kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA. Hakim yang meniti karier dari bawah ini sudah teruji kapasitas dan integritasnya.
Komisioner Komisi Yudisial (KY) Bidang Rekrutmen Hakim Aidul Fitriciada Azhari menilai, yang menjadi pertaruhan dalam perebutan kursi Ketua MA nanti adalah integritas.
Prof Supandi menarik perhatian publik setelah menjadi satu dari tiga Hakim Agung yang memutuskan perkara terkait pembatalan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, 27 Februari 2020.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arif Poyuono, keputusan Supandi yang merupakan Guru Besar Tata Usaha Negara dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang ini patut diapresiasi.
"Hakim Agung Supandi merupakan Ketua Majelis Hakim yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Patut diapresiasi. Bahkan boleh disebut sebagai pahlawan yang membebaskan rakyat dari beban iuran BPJS," kata Arif.
Arif menilai keputusan Hakim Agung tersebut menunjukkan dirinya memiliki integritas dan hati nurani.
Selain memutuskan perkara BPJS, Supandi juga pernah membuat keputusan yang menjadi solusi dan acuan seluruh partai politik di Indonesia.
Hal yang dimaksud Arif adalah putusan saat mengabulkan gugatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tentang peralihan suara bagi calon anggota legislatif yang meninggal dunia.
Keputusan Supandi sangat menguntungkan pimpinan parpol karena mereka kemudian mempunyai otoritas untuk menentukan kader terbaik yang akan menjadi anggota legislatif.
Mantan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ini pun dinilai Arif mempunyai keunggulan komparatif yang tidak dimiliki Hakim Agung lain, yaitu independensi dan tidak punya rekam jejak hubungan dengan parpol mana pun.
"Beliau bersih dari pengaruh parpol sehingga layak menjadi komandan tertinggi para hakim di Indonesia," ucap Arif.
Sebab, menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) ada 20 hakim yang terlibat korupsi selama kepemimpinan Hatta Ali. Belum termasuk kasus yang melibatkan pejabat MA seperti mantan Sekretaris Jenderal MA Nurhadi.
Sejumlah nama dinilai berpeluang menjadi pengganti Hatta Ali, salah satunya Hakim Agung Prof Dr Supandi yang kini menjabat Ketua Kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA. Hakim yang meniti karier dari bawah ini sudah teruji kapasitas dan integritasnya.
Komisioner Komisi Yudisial (KY) Bidang Rekrutmen Hakim Aidul Fitriciada Azhari menilai, yang menjadi pertaruhan dalam perebutan kursi Ketua MA nanti adalah integritas.
Prof Supandi menarik perhatian publik setelah menjadi satu dari tiga Hakim Agung yang memutuskan perkara terkait pembatalan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, 27 Februari 2020.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arif Poyuono, keputusan Supandi yang merupakan Guru Besar Tata Usaha Negara dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang ini patut diapresiasi.
"Hakim Agung Supandi merupakan Ketua Majelis Hakim yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Patut diapresiasi. Bahkan boleh disebut sebagai pahlawan yang membebaskan rakyat dari beban iuran BPJS," kata Arif.
Arif menilai keputusan Hakim Agung tersebut menunjukkan dirinya memiliki integritas dan hati nurani.
Selain memutuskan perkara BPJS, Supandi juga pernah membuat keputusan yang menjadi solusi dan acuan seluruh partai politik di Indonesia.
Hal yang dimaksud Arif adalah putusan saat mengabulkan gugatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tentang peralihan suara bagi calon anggota legislatif yang meninggal dunia.
Keputusan Supandi sangat menguntungkan pimpinan parpol karena mereka kemudian mempunyai otoritas untuk menentukan kader terbaik yang akan menjadi anggota legislatif.
Mantan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ini pun dinilai Arif mempunyai keunggulan komparatif yang tidak dimiliki Hakim Agung lain, yaitu independensi dan tidak punya rekam jejak hubungan dengan parpol mana pun.
"Beliau bersih dari pengaruh parpol sehingga layak menjadi komandan tertinggi para hakim di Indonesia," ucap Arif.
(dam)