Denny JA: Jokowi Akan Disalahkan Publik Jika Tak Segera Karantina Wilayah
A
A
A
JAKARTA - Pegiat Sastra Denny JA menyarankan Jokowi segera berlakukan karantina wilayah sebagai satu satu cara agar virus Corona (COVID-19) tidak semakin menyebar ke berbagai daerah. Apalagi akan ada arus mudik menjelang puasa dan Lebaran 2020.
Menurut Denny, Indonesia tak mengenal istilah lockdown. Tapi Indonesia mempunyai konsepnya sendiri yakni karantina wilayah. Hal itu diatur dalam UU 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Masalahnya, karantina wilayah itu kewenangan pemerintah pusat. Namun kini daerah mulai banyak mengambil inisiatif sendiri untuk melindungi wilayahnya. Misalnya Solo, Bali, Tegal, Papua dan Maluku. (Baca juga: Putus Matas Rantai Corona, MUI Sarankan Pemerintah Lakukan Lockdown Total)
”Pemda ini memang bertindak tak sesuai aturan. Tapi persepsi publik memihak mereka. Pemda itu dianggap peduli. Jika Jokowi terlambat bertindak menerapkan karantina wilayah, dan penyebaran virus Corona memburuk, sejarah akan menyalahkan Jokowi,” tegasnya, Minggu (29/3/2020). (Baca juga: Komnas HAM Meminta Presiden Lakukan Karantina Wilayah di Daerah Red Zone)
Menurut dia, Amerika Serikat dan Itali cukup menjadi contoh. Dua negara itu mengalahkan Cina dari sisi angka terpapar dan angka kematian. Salah satu penyebabnya karena pemerintah pusat dianggap lambat memberlakukan sejenis karantina wilayah (lockdown, semi lockdown). ”Yang penting harus ada aturan bahwa arus uang dan barang tetap lancer. Jokowi jangan berhenti di tingkat himbauan. Namun harus juga membuat aturan yang memberikan sanksi hukuman fisik atau denda,” katanya. (Baca juga: Politikus Demokrat: Apakah Tunggu Banyak Korban, Baru Lockdown?)
Di era seperti sekarang ini, kata dia, publik akan mengerti bahwa kesehatan bersama berada di atas kebebasan. ”Tak apa kebebasan dibatasi sementara karena penyebaran virus dan nyawa manusia sebagai risiko,” katanya.
Denny juga meminta peran serta civil society dan pengusaha di era pandemik ini sangat ditunggu. Sebab pandemik terlalu besar jika hanya diserahkan kepada pemerintah.
Menurut Denny, Indonesia tak mengenal istilah lockdown. Tapi Indonesia mempunyai konsepnya sendiri yakni karantina wilayah. Hal itu diatur dalam UU 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Masalahnya, karantina wilayah itu kewenangan pemerintah pusat. Namun kini daerah mulai banyak mengambil inisiatif sendiri untuk melindungi wilayahnya. Misalnya Solo, Bali, Tegal, Papua dan Maluku. (Baca juga: Putus Matas Rantai Corona, MUI Sarankan Pemerintah Lakukan Lockdown Total)
”Pemda ini memang bertindak tak sesuai aturan. Tapi persepsi publik memihak mereka. Pemda itu dianggap peduli. Jika Jokowi terlambat bertindak menerapkan karantina wilayah, dan penyebaran virus Corona memburuk, sejarah akan menyalahkan Jokowi,” tegasnya, Minggu (29/3/2020). (Baca juga: Komnas HAM Meminta Presiden Lakukan Karantina Wilayah di Daerah Red Zone)
Menurut dia, Amerika Serikat dan Itali cukup menjadi contoh. Dua negara itu mengalahkan Cina dari sisi angka terpapar dan angka kematian. Salah satu penyebabnya karena pemerintah pusat dianggap lambat memberlakukan sejenis karantina wilayah (lockdown, semi lockdown). ”Yang penting harus ada aturan bahwa arus uang dan barang tetap lancer. Jokowi jangan berhenti di tingkat himbauan. Namun harus juga membuat aturan yang memberikan sanksi hukuman fisik atau denda,” katanya. (Baca juga: Politikus Demokrat: Apakah Tunggu Banyak Korban, Baru Lockdown?)
Di era seperti sekarang ini, kata dia, publik akan mengerti bahwa kesehatan bersama berada di atas kebebasan. ”Tak apa kebebasan dibatasi sementara karena penyebaran virus dan nyawa manusia sebagai risiko,” katanya.
Denny juga meminta peran serta civil society dan pengusaha di era pandemik ini sangat ditunggu. Sebab pandemik terlalu besar jika hanya diserahkan kepada pemerintah.
(cip)