Atasi Over Kapasitas Lapas, Nasir Djamil Sepakat RUU PAS Segera Jadi UU
A
A
A
JAKARTA - Desakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan (PAS) mulai mendapat tanggapan positif dari para anggota DPR. Mereka menyebut dengan segera disahkannya menjadi Undang-Undang(UU) akan mengurangi over kapasitas dan mencegah tempat itu menjadi kuburan massal. Sebelum virus corona betul-betul menyebar di Lapas, harus mengambil langkah kebijakan pencegahan.
Tentu tidak dengan cara langsung membebaskan para warga binaan seperti yang dilakukan di beberapa negara, antara lain Amerika Setikat, Iran, Afghanistan, Sudan dan lain-lain, tapi harus menciptakan instrumen hukum, seperti Pengesahan UU Pemasyarakatan, dan atau sebelumnya terlebih dahulu Pemerintah mencabut PP 99 yang selama ini telah memasung hak-hak warga binaan/terpidana.
(Baca juga: Cegah Virus Corona, Ditjen PAS Terapkan Zona Kuning dan Merah di Lapas-Rutan)
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil menyebutkan, masalah ini harus segera dibahas dengan cepat. Karena dengan disahkannya menjadi UU, bisa mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun/2012 terkait aturan remisi terpidana narkoba.
"Saya setuju RUU Pemasyarakatan dibahas kembali untuk disahkan menjadi UU dan pemerintah untuk mencabut PP 99. Pengesahan RUU dan pencabutan PP ini untuk mengurangi over capacity di Lapas dan Rutan," kata Nasir Djamil, Jumat (27/3/2020).
Menurut Nasir, selama ini PP 99 itu sudah memasung hak-hak narapidana. Hal itu pun berimbas dengan makin banyaknya penghuni lapas maupun rutan di Indonesia. "Akibat pemasungan itu, banyak muncul masalah di lembaga pemasyarakatan (Lapas), mulai dari kelebihan muatan, pembinaan, fasilitas, hingga pendanaan," ujarnya.
Dalam penyusunan undang-undang itupun, Nasir menilai tidak boleh ada pembebanan kepada para napi kecuali itu merupakan putusan pengadilan. Selama ini juga, PP tersebut tidak ada SOP-nya di masing-masing instasi pemberi JC (justice collabolator).
"Akibatnya membludaklah Lapas dan kalau sudah membludak, tentu sangat rawan terjadi kejahatan baru di dalamnya. Apabila Pemerintah tidak menempuh langkah pencegahan dengan cara segera menyetujui pengesahan UU Pemasyarakatan dan atau mencabut PP 99, berarti telah membiarkan Lapas menjadi kuburan massal sebagai akibat dari Corona yg diproyeksikan mencapai puncak penyebarannya 2-3 bulan ke depan," tuturnya.
Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah yang meminta anggota DPR untuk segera bertindak. Gerak cepat dengan mengesahkan UU dinilai bisa menyelamatkan ribuan narapidana yang ada didalam lapas dan rutan.
"Mau tidak mau RUU pemasyarakatan harus segera disahkan, dan justru ini harus menjadi prioritas dan mendesak. Karena dengan adanya UU itu nantinya akan mencabut PP No.99," katanya, Kamis (25/3/2020).
Dikatakan Trubus, masalah RUU Pemasyarakatan ini sudah mendesak semua untuk segera di sahkan. Dan hal ini bukan hanya masalah over kapasitas, namun masalah lain seperti Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional kekurangan.
"Dan rasio antara yang diawasi dan yang mengawasi tidak sesuai, makanya undang-undang itu sangat diperlukan," tegasnya.
Tentu tidak dengan cara langsung membebaskan para warga binaan seperti yang dilakukan di beberapa negara, antara lain Amerika Setikat, Iran, Afghanistan, Sudan dan lain-lain, tapi harus menciptakan instrumen hukum, seperti Pengesahan UU Pemasyarakatan, dan atau sebelumnya terlebih dahulu Pemerintah mencabut PP 99 yang selama ini telah memasung hak-hak warga binaan/terpidana.
(Baca juga: Cegah Virus Corona, Ditjen PAS Terapkan Zona Kuning dan Merah di Lapas-Rutan)
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil menyebutkan, masalah ini harus segera dibahas dengan cepat. Karena dengan disahkannya menjadi UU, bisa mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun/2012 terkait aturan remisi terpidana narkoba.
"Saya setuju RUU Pemasyarakatan dibahas kembali untuk disahkan menjadi UU dan pemerintah untuk mencabut PP 99. Pengesahan RUU dan pencabutan PP ini untuk mengurangi over capacity di Lapas dan Rutan," kata Nasir Djamil, Jumat (27/3/2020).
Menurut Nasir, selama ini PP 99 itu sudah memasung hak-hak narapidana. Hal itu pun berimbas dengan makin banyaknya penghuni lapas maupun rutan di Indonesia. "Akibat pemasungan itu, banyak muncul masalah di lembaga pemasyarakatan (Lapas), mulai dari kelebihan muatan, pembinaan, fasilitas, hingga pendanaan," ujarnya.
Dalam penyusunan undang-undang itupun, Nasir menilai tidak boleh ada pembebanan kepada para napi kecuali itu merupakan putusan pengadilan. Selama ini juga, PP tersebut tidak ada SOP-nya di masing-masing instasi pemberi JC (justice collabolator).
"Akibatnya membludaklah Lapas dan kalau sudah membludak, tentu sangat rawan terjadi kejahatan baru di dalamnya. Apabila Pemerintah tidak menempuh langkah pencegahan dengan cara segera menyetujui pengesahan UU Pemasyarakatan dan atau mencabut PP 99, berarti telah membiarkan Lapas menjadi kuburan massal sebagai akibat dari Corona yg diproyeksikan mencapai puncak penyebarannya 2-3 bulan ke depan," tuturnya.
Sebelumnya, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah yang meminta anggota DPR untuk segera bertindak. Gerak cepat dengan mengesahkan UU dinilai bisa menyelamatkan ribuan narapidana yang ada didalam lapas dan rutan.
"Mau tidak mau RUU pemasyarakatan harus segera disahkan, dan justru ini harus menjadi prioritas dan mendesak. Karena dengan adanya UU itu nantinya akan mencabut PP No.99," katanya, Kamis (25/3/2020).
Dikatakan Trubus, masalah RUU Pemasyarakatan ini sudah mendesak semua untuk segera di sahkan. Dan hal ini bukan hanya masalah over kapasitas, namun masalah lain seperti Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional kekurangan.
"Dan rasio antara yang diawasi dan yang mengawasi tidak sesuai, makanya undang-undang itu sangat diperlukan," tegasnya.
(maf)