Sebaran Virus Kian Masif, Prioritaskan Sumber Daya untuk Tanggulangi Corona
A
A
A
JAKARTA - Persebaran wabah corona (Covid-19) yang kian masif dengan tingkat rasio kematian tinggi menjadi alarm bagi pemerintah untuk mengerahkan segala sumber daya dalam melawan virus mematikan ini. Anggaran pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah harus diprioritaskan untuk menghentikan persebaran Covid-19.
Hingga tadi malam jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 227 orang. Sedangkan jumlah pasien meninggal dunia mencapai 19 orang. Kondisi ini membutuhkan keberanian pemerintah untuk mengalokasikan berbagai sumber daya, terutama dana untuk menanggulangi persebaran Covid-19.“Pemerintah sebaiknya menyisir kembali APBN yang dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak sebaiknya juga dimasukkan dalam pertimbangan persiapan dana antisipatif,” ungkap Anggota Komisi VII DPR Ahmad M Ali di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, peningkatan jumlah pasien positif corona dan jumlah korban meninggal akibat virus tersebut dalam beberapa hari terakhir cukup mengkhawatirkan. Padahal, dari sisi persebaran, Indonesia masih dalam tahap awal.
“Jumlah rasio kematian akibat corona merupakan tertinggi kedua di dunia. Kondisi ini harus disikapi serius oleh pemerintah dengan melakukan langkah-langkah ekstrem, termasuk dalam hal penyediaan anggaran,” ucapnya.
Ketua Fraksi NasDem DPR ini mengatakan, saat ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan Covid-19. Satu di antaranya melalui keputusan Menko PMK No 6/KM.7/2020 untuk menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ke daerah. (Baca: Kepala BNPB Luncurkan Portal Khusus Penanganan Virus Corona) Presiden Jokowi juga telah memerintahkan agar Menteri Keuangan Sri Mulyani menahan sejumlah anggaran perjalanan dinas dan rapat-rapat senilai Rp40 triliun. Kendati demikian, langkah ini harus diimbangi dengan realokasi anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak baik di APBN maupun APBD.
“Pemerintah sebaiknya menyisir kembali APBN yang dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak sebaiknya juga dimasukkan dalam pertimbangan persiapan dana antisipatif,” katanya.
Dia mengungkapkan, sejumlah anggaran belanja barang kementerian dan lembaga yang rencananya dialihkan untuk menjadi belanja modal dan infrastruktur dapat menjadi pilihan dana antisipatif. Selain itu, anggaran proyek infrastruktur yang merupakan tambahan proyek strategis 2020-2024 juga dapat menjadi sumber pendanaan.
“Saat pembahasan anggaran tahun lalu pemerintah sudah memetakan ada 22% alokasi anggaran belanja barang yang bisa dialokasi ke belanja modal. Nah, itu juga bisa dipakai. Selain itu, dana penyertaan modal negara di BUMN juga bisa ditunda kecuali yang berkenaan dengan penyelesaian utang yang tidak bisa ditunda,” tuturnya.
Ali mengatakan, pemerintah juga bisa meninjau ulang rencana alokasi belanja kementerian yang besar seperti di Kementerian Pertahanan, Pekerjaan Umum, dan Perumahan Rakyat, serta lainnya. Anggaran gajah untuk kementerian-kementerian tersebut bisa direalokasikan untuk penanggulangan Covid-19. “BUMN juga harus dimintai dana CSR-nya untuk mengantisipasi eskalasi Covid-19. Semua disisir kembali untuk bisa dikerahkan,” ucapnya.
Selain untuk antisipasi kebutuhan logistik dan belanja kesehatan, Ali menekankan alokasi anggaran antisipatif juga diperlukan untuk menegakkan ketertiban di masyarakat nanti. Dalam kondisi eskalatif, pemerintah harus terdukung untuk melaksanakan fungsinya secara efektif.“Alokasi dana juga perlu diarahkan dalam kerangka menjaga ketertiban dan keamanan warga. Pelibatan aparat keamanan dan ketertiban harus terdukung dengan alokasi anggaran yang memadai sehingga bisa segera dimobilisasi dan bekerja sesuai situasi yang berkembang,” katanya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan surat edaran kepada kepala daerah terkait pencegahan penyebaran virus corona. Satu di antara arahan Tito dalam surat edaran tersebut adalah agar kepala daerah melakukan revisi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Revisi anggaran dengan cara penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan lainnya. Antara lain pengurangan biaya rapat/pertemuan dan perjalanan dinas, pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan,” ungkapnya. (Baca juga: Yuri Beberkan Penyebab Jumlah Pasien Positif Corona Alami Peningkatan
Tito mengatakan, optimalisasi penggunaan APBD untuk Covid-19 bisa digunakan memenuhi kebutuhan rumah sakit daerah, pengadaan masker, hand sanitizer, dan thermal gun yang sesuai dengan standar dari Kementerian Kesehatan. “Pemda juga bisa menggunakan pos anggaran lain untuk penanganan virus korona nantinya pembebanan langsung pada belanja tidak terduga. Memanfaatkan uang kas yang tersedia,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan bahwa realokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus terarah. Jika asal-asalan, maka tidak akan signifikan mencegah penyebaran virus corona. “Tentu harus terarah. Pemerintah pusat harus memberikan semacam paduan dari pusat terkait ini,” ujarnya saat dihubungi.
Dia mengatakan kepala daerah dan DPRD juga harusnya segera duduk bersama untuk membahas ini sehingga proses realokasi dapat segera dilakukan dan pencegahan dapat dilakukan. “Ini DPRD dan kepala daerah harus sudah duduk bersama. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk pencegahan. Jika mau melakukan pemeriksaan awal, harus dihitung biaya per kepala, termasuk sumber dananya dari mana,” paparnya. (Dita Angga)
Hingga tadi malam jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 227 orang. Sedangkan jumlah pasien meninggal dunia mencapai 19 orang. Kondisi ini membutuhkan keberanian pemerintah untuk mengalokasikan berbagai sumber daya, terutama dana untuk menanggulangi persebaran Covid-19.“Pemerintah sebaiknya menyisir kembali APBN yang dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak sebaiknya juga dimasukkan dalam pertimbangan persiapan dana antisipatif,” ungkap Anggota Komisi VII DPR Ahmad M Ali di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, peningkatan jumlah pasien positif corona dan jumlah korban meninggal akibat virus tersebut dalam beberapa hari terakhir cukup mengkhawatirkan. Padahal, dari sisi persebaran, Indonesia masih dalam tahap awal.
“Jumlah rasio kematian akibat corona merupakan tertinggi kedua di dunia. Kondisi ini harus disikapi serius oleh pemerintah dengan melakukan langkah-langkah ekstrem, termasuk dalam hal penyediaan anggaran,” ucapnya.
Ketua Fraksi NasDem DPR ini mengatakan, saat ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan Covid-19. Satu di antaranya melalui keputusan Menko PMK No 6/KM.7/2020 untuk menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ke daerah. (Baca: Kepala BNPB Luncurkan Portal Khusus Penanganan Virus Corona) Presiden Jokowi juga telah memerintahkan agar Menteri Keuangan Sri Mulyani menahan sejumlah anggaran perjalanan dinas dan rapat-rapat senilai Rp40 triliun. Kendati demikian, langkah ini harus diimbangi dengan realokasi anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak baik di APBN maupun APBD.
“Pemerintah sebaiknya menyisir kembali APBN yang dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak sebaiknya juga dimasukkan dalam pertimbangan persiapan dana antisipatif,” katanya.
Dia mengungkapkan, sejumlah anggaran belanja barang kementerian dan lembaga yang rencananya dialihkan untuk menjadi belanja modal dan infrastruktur dapat menjadi pilihan dana antisipatif. Selain itu, anggaran proyek infrastruktur yang merupakan tambahan proyek strategis 2020-2024 juga dapat menjadi sumber pendanaan.
“Saat pembahasan anggaran tahun lalu pemerintah sudah memetakan ada 22% alokasi anggaran belanja barang yang bisa dialokasi ke belanja modal. Nah, itu juga bisa dipakai. Selain itu, dana penyertaan modal negara di BUMN juga bisa ditunda kecuali yang berkenaan dengan penyelesaian utang yang tidak bisa ditunda,” tuturnya.
Ali mengatakan, pemerintah juga bisa meninjau ulang rencana alokasi belanja kementerian yang besar seperti di Kementerian Pertahanan, Pekerjaan Umum, dan Perumahan Rakyat, serta lainnya. Anggaran gajah untuk kementerian-kementerian tersebut bisa direalokasikan untuk penanggulangan Covid-19. “BUMN juga harus dimintai dana CSR-nya untuk mengantisipasi eskalasi Covid-19. Semua disisir kembali untuk bisa dikerahkan,” ucapnya.
Selain untuk antisipasi kebutuhan logistik dan belanja kesehatan, Ali menekankan alokasi anggaran antisipatif juga diperlukan untuk menegakkan ketertiban di masyarakat nanti. Dalam kondisi eskalatif, pemerintah harus terdukung untuk melaksanakan fungsinya secara efektif.“Alokasi dana juga perlu diarahkan dalam kerangka menjaga ketertiban dan keamanan warga. Pelibatan aparat keamanan dan ketertiban harus terdukung dengan alokasi anggaran yang memadai sehingga bisa segera dimobilisasi dan bekerja sesuai situasi yang berkembang,” katanya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan surat edaran kepada kepala daerah terkait pencegahan penyebaran virus corona. Satu di antara arahan Tito dalam surat edaran tersebut adalah agar kepala daerah melakukan revisi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Revisi anggaran dengan cara penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan lainnya. Antara lain pengurangan biaya rapat/pertemuan dan perjalanan dinas, pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan,” ungkapnya. (Baca juga: Yuri Beberkan Penyebab Jumlah Pasien Positif Corona Alami Peningkatan
Tito mengatakan, optimalisasi penggunaan APBD untuk Covid-19 bisa digunakan memenuhi kebutuhan rumah sakit daerah, pengadaan masker, hand sanitizer, dan thermal gun yang sesuai dengan standar dari Kementerian Kesehatan. “Pemda juga bisa menggunakan pos anggaran lain untuk penanganan virus korona nantinya pembebanan langsung pada belanja tidak terduga. Memanfaatkan uang kas yang tersedia,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan bahwa realokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus terarah. Jika asal-asalan, maka tidak akan signifikan mencegah penyebaran virus corona. “Tentu harus terarah. Pemerintah pusat harus memberikan semacam paduan dari pusat terkait ini,” ujarnya saat dihubungi.
Dia mengatakan kepala daerah dan DPRD juga harusnya segera duduk bersama untuk membahas ini sehingga proses realokasi dapat segera dilakukan dan pencegahan dapat dilakukan. “Ini DPRD dan kepala daerah harus sudah duduk bersama. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk pencegahan. Jika mau melakukan pemeriksaan awal, harus dihitung biaya per kepala, termasuk sumber dananya dari mana,” paparnya. (Dita Angga)
(ysw)