RUU Cipta Kerja Berpotensi Tak Ramah Kelestarian Lingkungan

Kamis, 27 Februari 2020 - 09:09 WIB
RUU Cipta Kerja Berpotensi...
RUU Cipta Kerja Berpotensi Tak Ramah Kelestarian Lingkungan
A A A
JAKARTA - Pemerintah memberikan tenggang waktu 100 hari kepada DPR untuk membahas Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Sayangnya, dalam RUU tersebut dinilai banyak pasal yang berpotensi tidak ramah terhadap kelestarian lingkungan.

Anggota Komisi IV dari Fraksi PKB DPR RI Luluk Nur Hamidah mengatakan, Omnibus Law RUU Ciptaker layaknya sapu jagat karena ada 1.244 pasal dari 79 undang-undang yang dijadikan satu UU saja. Omnibus Law Ciptaker ini dinilai sangat krusial karena terkait dengan perizinan dan dampak lingkungan. Selama ini, aspek lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam memberikan perizinan, misalnya untuk kegiatan pertambangan, industri."Secara umum, ini akan berbahaya karena partisipasi masyarakat itu sangat kecil, terutama yang terkait dengan kontrol kebijakan," ujar Luluk dalam diskusi bertajuk "Omnibus Law Cipta Kerja: Mengancam Lingkungan Hidup dan Agraria?" di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta, kemarin.

Selain itu, soal asas desentralisasi, dalam Omnibus Law Ciptaker ini kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten terkait perizinan lingkungan terancam hilang. "Misalnya pertambangan, pemerintah daerah sudah enggak punya kewenangan, semuanya kan pemerintah pusat. Kemudian soal penguasaan lahan hutan, juga kayak gitu. Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat ini punya kemampuan untuk penguasaan? Luas wilayah dan geografis kita sedemikian besar dan beragam, sementara semua harus diawasi sampai hal yang sifatnya sangat detail dan operasional," tuturnya.

Omnibus Law Ciptaker ini, kata Luluk, juga tidak memperhatikan keseimbangan relasi antara lingkungan dan manusia yang hendak ditabrak hanya karena tujuan menciptakan iklim investasi. "Misalnya terkait dengan pemidanaan bagi perbuatan melawan hukum perusakan lingkungan. Tadinya dalam UU Kelestarian Lingkungan Hidup diatur bahwa setiap yang melakukan perusakan lingkungan hidup wajib ganti rugi dan melakukan tindakan tertentu. Jadi ada tanggung jawabnya. Nah, ini tidak ada lagi dalam omnibus law. Hanya ganti rugi saja," katanya.

Dikatakan Luluk, dalam UU Lingkungan Hidup diatur adanya pertanggungjawaban mutlak, termasuk bagi korporasi yang melakukan perusakan lingkungan. "Ini juga bisa dihilangkan dalam omnibus law dan diganti hanya denda. Tidak ada ancaman pemidanaan. Padahal, pemidanaan ini yang menimbulkan efek jera," urainya.

Sekjen PKB Hasanuddin Wahid mengatakan, PKB siap mendukung dan berada di garda depan dalam mengamankan omnibus law, namun harus benar-benar berkomitmen pada penciptaan lapangan kerja. "Karena itu, kami di PKB akan beri masukan sebesar-besarnya lewat DPR dan pemerintah," katanya.

Hasan mengatakan, dalam pembahasan RUU ini, pihak-pihak terkait harus memiliki pikiran yang cerdas, bijaksana, dan ramah lingkungan. "Bahkan sejak di pikiran, sejak di draf RUU, sejak di pembahasan, ini harus diperhatikan agar sampai nantinya peraturan pelaksananya pun benar," tuturnya.

Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Maria SW Sumandjono mengatakan niat baik dalam omnibus law tidak akan terwujud jika pembuatnya asal-asalan. "Ide omnibus law ini apa sih? Judulnya kok (RUU) Cipta Kerja. Cipta kerja kok fokusnya investasi. Lalu kalau bilang UU Cipta Investasi kan terlalu jelas banget karpet merahnya buat investor. Padahal, salah satu unsur investasi adalah tenaga kerja maka tenaga kerja diangkat biar nggak kelihatan banget," katanya.

Maria mengatakan, sebenarnya omnibus law ini RUU biasa, cuma metode masuknya yang tidak biasa, yakni dengan memotong, menambah, mengurangi sekitar 79 UU terkait lainnya. Akibatnya, ditengarai banyak pesanan dan pihak yang ikut menimbrung dalam omnibus law ini. Pasalnya, selama ini dalam hal investasi, salah satu hambatannya adalah regulasi dan kepastian berusaha, sehingga diperlukan penyederhanaan perizinan supaya investor tertarik masuk ke Indonesia.

"Persoalannya, semua investasi memerlukan tanah dan sumber daya alam (SDA). Pariwisata, pertambangan, kehutanan, perkebunan, semua butuh yang namanya tanah dan SDA. Nah, inilah yang kok tak dilihat oleh pemerintah," katanya.

Klaim Didukung 75% Anggota Parlemen

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim bahwa Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) telah didukung oleh 75% kekuatan DPR atau seluruh parpol pendukung pemerintah. Karena itu, pihaknya akan mendekati parpol nonpemerintah saja. “Proses politik sedang berjalan, salah satunya kemarin kami ketemu dengan PKS, dan PKS setuju dengan transformasi struktural dan secara prinsip mendukung omnibus law baik perpajakan maupun cipta kerja,” kata Airlangga di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

“Karena Perpajakan dan Cipta Kerja ini satu paket. Seluruh insentifnya ada di Perpajakan dan strukturnya ada di Cipta Kerja,” imbuhnya.

Terkait pendekatan ke parpol lainnya, Ketua Umum Partai Golkar ini mengklaim bahwa parpol lain sudah mendukung, khususnya dari pendukung pemerintah, sehingga pihaknya hanya akan mendukung parpol nonpemerintah saja. “Kan tim yang lain sudah, kan catatan juga, pemerintah didukung oleh 75% kursi di DPR. Yang 75% sudah sekarang tinggal yang belum 75%,” akunya.

Terkait sosialisasi yang dinilai belum maksimal, Airlangga menyebut bahwa pemerintah akan memulai sosialisasi setelah surat presiden telah dibuat. Bahkan, di beberapa tempat sudah mulai berjalan. “(Sosialisasi) Secara paralel dengan proses politik di DPR,” imbuhnya.

Soal pasal 166 dan 170 yang dikritisi dan disebut salah ketik, Airlangga menjelaskan bahwa hal itu akan dibahas kembali karena dalam pembahasan RUU akan ada harmonisasi, pembulatan, dan sinkronisasi dengan aturan perundang-undangan lainnya, sehingga dia memastikan bahwa tidak ada ketentuan yang akan melanggar konstitusi. “Ya tentu namanya undang-undang, semua pasal itu bisa diharmonisasi itu biasa-biasa saja. Jadi, tidak ada yang khusus,” tandasnya. (Abdul Rochim/Kiswondari)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9607 seconds (0.1#10.140)