Empat Tahun Jalani Hukuman, Mantan Bupati Tapteng Layangkan Surat ke Dewas KPK
A
A
A
JAKARTA - Usai menjalani masa hukuman selama empat tahun lebih, mantan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Bonaran Situmeang melalui kuasa hukumnya Joko Pranata Situmeang melayangkan surat kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Rabu (12/2/2020) lalu.
"Kami mohon kepada Dewan Pengawas KPK agar memerintahkan pimpinan KPK melakukan penyidikan lanjutan kasus penyuapan hakim MK Akil Mokhtar dalam sengketa Pilkada Tapanuli Tengah (Tapteng) tahun 2011," ujar Joko terkait isi surat yang dilayangkan kepada Dewas KPK.
Diungkap Joko, pelaku utama yang diduga berperan aktif atas terjadinya penyuapan terhadap Hakim MK Akil Mokhtar tersebut yakni BAS belum diminta pertanggungjawabannya secara hukum.
"Perkara pemberian suap kepada Akil Mochtar tersebut teregister dalam perkara No. 11/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sehingga menjadi alat bukti yang sah untuk dapat ditindaklanjuti," kata Joko.
Ditambahkannya, BAS disebut berperan aktif karena dirinyalah yang bertemu dan bernegosiasi dengan Akil Mokhtar. BAS juga yang mentransfer uang tersebut ke rekening milik istri Akil Mokhtar CV Ratu Semangat.
"BAS diduga memperoleh keuntungan dalam kasus penyuapan hakim MK Akil Mokhtar, sebesar Rp200 juta dari jumlah Rp2 miliar. Sementara yang ditransfer ke CV Ratu Semangat hanya Rp1,8 miliar," papar Joko.
Ketika penyuapan terjadi, jelas Joko, kedudukan BAS adalah pejabat negara yakni anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah. "Sehingga dia tahu konsekuensi yang harus diterimanya selaku pihak yang mengambil insiatif terjadinya penyuapan tersebut. Perkara ini sudah terlalu lama mangkrak yakni sejak tahun 2014," bebernya.
Ditambahkan Joko, tahun 2018 tepatnya tanggal 17 Mei 2018, pihaknya pernah memperoleh surat dari KPK yang menerangkan bahwa kasus ini sudah diproses di Direktorat Penyidikan pada bidang penindakan KPK. Namun hingga saat ini tidak ada kelanjutannya. "Tidak ada dasarnya KPK memberikan perlakuan istimewa, seperti menjadi whistle blower kepada BAS. Karena dia tidak pernah melaporkan kasus ini," ujarnya.
Masih kata Joko, salah satu Hakim yang mengadili perkara No.11/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tersebut yakni Alexander Marwata saat ini menjadi salah satu pimpinan KPK sehingga beralasan disingkirkan pendapatnya dalam perkara ini. Karena kuat dugaan Alexander Marwata memiliki pendapat yang berbeda dalam perkara ini. "Salah satu alasan berdirinya KPK adalah untuk membersihkan aparat pemerintahan dari perbuatan korupsi, sekarang ini ada didepan mata kita," imbuhnya.
Kliennya, kata Joko, berharap KPK membuktikan kebenaran yang seadil-adilnya dalam perkara ini.
"Kami mohon kepada Dewan Pengawas KPK agar memerintahkan pimpinan KPK melakukan penyidikan lanjutan kasus penyuapan hakim MK Akil Mokhtar dalam sengketa Pilkada Tapanuli Tengah (Tapteng) tahun 2011," ujar Joko terkait isi surat yang dilayangkan kepada Dewas KPK.
Diungkap Joko, pelaku utama yang diduga berperan aktif atas terjadinya penyuapan terhadap Hakim MK Akil Mokhtar tersebut yakni BAS belum diminta pertanggungjawabannya secara hukum.
"Perkara pemberian suap kepada Akil Mochtar tersebut teregister dalam perkara No. 11/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sehingga menjadi alat bukti yang sah untuk dapat ditindaklanjuti," kata Joko.
Ditambahkannya, BAS disebut berperan aktif karena dirinyalah yang bertemu dan bernegosiasi dengan Akil Mokhtar. BAS juga yang mentransfer uang tersebut ke rekening milik istri Akil Mokhtar CV Ratu Semangat.
"BAS diduga memperoleh keuntungan dalam kasus penyuapan hakim MK Akil Mokhtar, sebesar Rp200 juta dari jumlah Rp2 miliar. Sementara yang ditransfer ke CV Ratu Semangat hanya Rp1,8 miliar," papar Joko.
Ketika penyuapan terjadi, jelas Joko, kedudukan BAS adalah pejabat negara yakni anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah. "Sehingga dia tahu konsekuensi yang harus diterimanya selaku pihak yang mengambil insiatif terjadinya penyuapan tersebut. Perkara ini sudah terlalu lama mangkrak yakni sejak tahun 2014," bebernya.
Ditambahkan Joko, tahun 2018 tepatnya tanggal 17 Mei 2018, pihaknya pernah memperoleh surat dari KPK yang menerangkan bahwa kasus ini sudah diproses di Direktorat Penyidikan pada bidang penindakan KPK. Namun hingga saat ini tidak ada kelanjutannya. "Tidak ada dasarnya KPK memberikan perlakuan istimewa, seperti menjadi whistle blower kepada BAS. Karena dia tidak pernah melaporkan kasus ini," ujarnya.
Masih kata Joko, salah satu Hakim yang mengadili perkara No.11/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST tersebut yakni Alexander Marwata saat ini menjadi salah satu pimpinan KPK sehingga beralasan disingkirkan pendapatnya dalam perkara ini. Karena kuat dugaan Alexander Marwata memiliki pendapat yang berbeda dalam perkara ini. "Salah satu alasan berdirinya KPK adalah untuk membersihkan aparat pemerintahan dari perbuatan korupsi, sekarang ini ada didepan mata kita," imbuhnya.
Kliennya, kata Joko, berharap KPK membuktikan kebenaran yang seadil-adilnya dalam perkara ini.
(nag)