Masalah SDM, Pemerintah Diingatkan Soal Bonus Demografi

Sabtu, 15 Februari 2020 - 23:20 WIB
Masalah SDM, Pemerintah Diingatkan Soal Bonus Demografi
Masalah SDM, Pemerintah Diingatkan Soal Bonus Demografi
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK), Bursah Zarnubi mengingatkan kembali pemerintah, soal bonus demografi.

Bonus demografi ini, kata Bursah, harus dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai sains dan teknologi.

Hal ini dikatakan Bursah saat memberikan pengantar diskusi bertajuk "Peran Pemuda Sebagai Tulang Punggung Pemanfatan Bonus Demografi, Tantangan dan Peluang Ekonomi dalam Menyongsong Indonesia Emas pada Tahun 2045" di kantor PGK, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (15/2/2020).

"Saya selalu menggaungkan dan menggelorakan anak-anak muda itu aset masa depan bangsa, menggerakkan perubahan karena itu anak muda sangat penting di dalam perubahan bangsa-bangsa di dunia, terutama di Indonesia," ujar Bursah.

Menurut Bursah, Indonesia harus bisa seperti negara-negara lain yang berhasil memanfaatkan bonus demografi. Bursah mencontohkan Jepang. Disebutkan Bursah, bonus demografi di negeri matahari terbit itu berhasil menciptakan produktifitas ekonomi yang cukup tinggi.

"Contoh Jepang. Di tengah penurunan angkatan kerja tapi ekonominya tumbuh mengagumkan. Ini yang perlu dicatat oleh ahli ekonomi. Pertumhuhan ekonomi mengagumkan bahkan mengalahkan Amerika," tandas Bursah.

Menurut Bursah, ada 92 juta anak muda (milenial)dalam bonus demografi. Milenial ini dirumuskan oleh William Straus dan Neil Howe, yang menempatkan anak-anak muda yang lahir pada awal tahun 80-an sampai awal 2000 an. Kini Usia mereka mulai 17 sampai 40 tahun. "Ini lebih dari separuh struktur bonus demografi kita.

Menurut Bursah, Indonesia bisa menjadi negara super power pada 2050. Negeri yang kaya akan sumber daya alam ini memiliki peluang besar menjadi negara nomor 5 didunia, yang produk domestik bruto nya mencapai 7.500.milyar US Dollar.

"Dan 2050 akan nomor 4 di dunia dengan PDB 10.500.milyar US dolar. Sementara pada 2030 Nomor 8 di dunia dengan PDB lebih kurang 5,25 miliar us dolar," katanya.

Peluang Indonesia tersebut, menurut Bursah, akan menjadi kenyataan karena jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta, yang pada 2050 mendatang jumlah populasi negara ini akan mencapai 350 juta. Begitu juga dengan luas wilayah dan sumber daya alam yang memungkinkan Indonesia menjadi negara super power.

"Jadi kita akan menjadi super power. Tentu ada asumsi, misalnya pertumbuhan ekonomi kita stabil, bagus kalau lompatannya sampai 10 persen. Ini akan mengurangi banyak pengangguran, tingkat produksi kita tinggi, dan pemerintah bisa melaksanakan pemerataan," tandas Bursah.

Selain jumlah populasi dan SDA, Bursah menambahkan soal persatuan dan kesatuan antar anak bangsa dalam bonus demografi. Menurut dia, jika tidak ada persatuan maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi pelambatan dan gangguan

"Maka anak-anak muda akan sangat menentukan masa depan sejarah Indonesia karena disitu mereka berada. Tanpa tanggungjawab milenial bangsa ini enggak akan kemana-mana. Tanpa tanggungjawab milenial dalam meningkatkan ipteks bangsa ini enggak akan kemana-mana.

"Jadi kita akan menghadapi situasi sulit kalau kita tak memiliki optimisme, tidak memiliki kemammpuan untuk memajukan SDM, khususnya sains dan teknologi. Ini harus dipahami anak-anak muda. Ana-anak muda harus memikul tanggungjawab masa depan bangsa. Karena itu, saya ingatkan generasi muda harus menguasai sains dan teknologi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Muhammad Faisal, mengatakan puncak bonus demografi akan terjadi pada 2030-2035.

Pada saat itu jumlah kolompok usia produktif (usia 15-64 tahu) jauh melebihi kolompok usia tidak produktif (dibwah 15 tahun dan 65 tahun ke atas). Dengan demikian, lanjut Faisal, kelompok usia paling muda kian sedikit, begitu pula dengan kolompok usia paling tua.

"Bonus demografo tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio antara kolompok usia yang tidak produktif dengan yang produktif. Pada 2030, rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka 44 persen . Artinya rasio kolompok usia produktif vs tidak produktif mencapai lebih dari 2 kali (100 orang usia produktif menanggung 44 orang yang tidak produktif," ujar Faisal.

Menurut Faisal, kolompok usia produktif merupakan mesin pendorong pertumbuhan ekonomo. Artinya, peluang paling besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi paling tinggi ada pada masa bonus demografi.

"Negara-negara maju seperti Jepang, Kanada atau negara-negara Skandanavia tak lagi produkti karena kolompok usia produktif terus menyusut," tandas dia.

Menurut Faisal, Indonesia harus memanfaatkan kesempatan emas demografi 2030-2035 ini. Sebab. lanjut dia, ada catatan semakin kecil angka deoendency ratio semkin besar proporsi usia produktif dan semakin tinggi produktifitas ekonomi.

"Bonus demografi periode ini lebih berkualitas karena lebih banyak tenaga terlatih degan asumsi tingkat pendidikan harus lebih tinggi," tandas dia.

Disebutkan Faisal, bonus demografi dapat dijadikan upaya menuju negara berpenghasilan tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi yang tertatahan relatif stagnan dalam 17 tahun terakhir ini, terutama pada angka 5 persen dalam lima tahun terakhir dan peningkatan PDB per kapita yang sangat lamban ini.

"Lalu siapa kolompok usia produktif yang akan paling berperan pada saat puncak bonus demografi di tahun 2030-2035? anak-anak yang saat ini berumur belasan tahun dan generasi meilenial muda," kata Faisal.

Menurut Faisal, kalau saat ini berusia 15 tahun, maka pada saat puncak bonus demografi terjhadi usia mereka sekitar 30 tahun. Mereka sedang aktif-aktifnya bekerja dan berkarya untuk bangsa.

"Anak-anak neo milenial harus dipersiapkjan sebaik mungkin agar saat waktunya tiba di tahun 2030-2035 mereka telah menjadi manusia-manusia yang benar-benar berkualitas dan secara maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi," tukasnya.

"Jika gagal menciptakan generasi berkualitas pada saat puncak bonus demografi, maka bonus demografi bisa menjadi beban, bukan lagi mesin pendorong akseleriasi pertumbuhan ekonomi," katanya.

Adapun, Staf Khusus Presiden Jokowi, Arif Budimanta, mengatakan bonus demografi adalah sebuah periode ketika jumlah penduduk usia produktif kisaran 15-64 tahun lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk di usia yang tidak produktif di bwah 15 tahun dan di atas 64 tahun.

"Di tahun 2030, presentase penduduk usia produktif total mencapai lebih dari 68 persen dari total populasi. Angka ini akan jauh lebih besar seperti China dan India. Bahkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi sekalipun," kata Arif.

Arif mengatakan, peran penduduk usia produktif dalam perekonomian nasional nantinya sebagai pendorong produktifitas, penyumbang terbesar pajak, dan kontibutor konsumsi terbesar

"Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum demografi. Gagal mengkapitalisasi "momentum" yang ada, maka bonus demografi hanya akan menjadi bencana," kata Arif.

Peserta diskusi ini adalah aktivis pergerakan, aktivis mahasiswa, BEM, dan pimpinan organisasi kepemudaan. Hadir juga Presiden Pemuda Asia-Afrika, Beni Pramula.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6472 seconds (0.1#10.140)