Diserahkan ke DPR, RUU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Dibahas Tujuh Komisi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyerahkan draf, surat presiden, dan kajian akademik mengenai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ke DPR kemarin. Pembahasan RUU ini akan melibatkan tujuh komisi di DPR.
Pimpinan DPR masih akan menimbang pembahasannya apakah melalui Badan Legislatif atau Pansus, mengingat RUU ini terkait 11 klaster yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, dengan diterimanya dokumen-dokumen RUU Cipta Kerja, DPR segera mengkaji isinya. Puan meminta publik bersabar dan tidak terpancing prasangka yang menimbulkan kecurigaan. “Jangan sampai kemudian belum beredarnya atau tersosialisasinya draf ini, kemudian menimbulkan prasangka lain yang menimbulkan kecurigaan karena kita belum membahasnya,” ucap dia.
Sesuai prosedur, jika RUU tersebut selesai dibahas dalam rapat paripurna maka pembahasan draf tersebut akan dilanjutkan di Badan Musyawarah DPR. Nantinya, dalam proses di Bamus akan dibuka ruang kepada seluruh elemen publik untuk memberikan masukan terhadap draf tersebut.
Puan menegaskan, RUU ini tidak lagi disebut Cipta Lapangan Kerja seperti yang disebut sebelumnya, tapi berubah menjadi RUU Cipta Kerja saja. Dia pun meminta agar RUU ini tidak lagi disingkat dengan “Cilaka”. “Jadi sudah bukan Cipta Lapangan Kerja ya, jadi Ciptaker, bukan Cilaka lagi,” tuturnya.
Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja akan mengatur beberapa ketentuan. Dikutip dari penjelasan omnibus law Kementerian Koordinator Perekonomian, UU Cipta Kerja meliputi 11 klaster, yakni penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenaga kerjaan, kemudahan pemberdayaan dan per lindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi dan kawasan industri. Termasuk di dalamnya, aturan terkait upah minimum. Dalam hal ini, kenaikan upah minimum memperhatikan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, beleid juga menyangkut pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, Airlangga menyebutkan pemerintah bersama DPR akan langsung menggelar sosialisasi secara berkala untuk menjelaskan isi dan tujuan RUU Cipta Kerja ini. Menurut Airlangga, setelah diserahkan kepada DPR, draf RUU ini akan diproses sesuai mekanisme yang ada di lembaga legislatif tersebut.
Sosialisasi keseluruh provinsi di Indonesia yang akan dilakukan bertahap juga akan mengajak serta DPR, terutama komisi-komisi yang akan membahas RUU ini nanti. Dengan demikian, seluruh masyarakat akan mengetahui apa yang akan dibahas, diputuskan, dan dampak RUU ini bagi perekonomian nasional.
“Isinya memang murni untuk menciptakan lapangan pekerjaan, dimana dalam situasi global salah satu solusi adalah dengan melakukan transformasi struktural ekonomi yang semuanya ada di omnibus law ini,” kata Airlangga.
Dia pun memastikan bahwa draf yang diserahkan ke DPR saat ini tidak ada hubungannya dengan draf-draf yang sebelumnya beredar di masyarakat. Dalam penyusunannya, pemerintah juga telah melibatkan dan menerima pandangan dari 10 konfederasi pekerja yang diajak diskusi oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. “Jadi, tidak ada versi lain di luar itu. Selanjutnya, kita serahkan pada mekanisme yang ada di DPR. Draf baru selesai pada saat diserahkan dan sudah ada 10 konfederasi yang diajak dialog oleh menteri tenaga kerja dan sudah diajak sosialisasi,” ucap dia.
Sementara itu, sejumlah buruh menyuarakan penolakannya atas Omnibus Law Cipta Kerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani mengungkapkan tidak ada pembahasan jelas terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itulah yang menjadi alasan sejumlah serikat buruh berdemo untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. “Kenapa masih akan terjadi gejolak di buruh Indonesia, karena dari awal seperti ada yang disembunyikan. Seluruh konfederasi buruh bertanya kepada saya, ‘Anda konfederasi buruh pen dukung Presiden kok nggak punya draft. Akhirnya bertanya-tanya ada apa dengan rancangan ini?” ujar Andi.
Lewat pengumpulan mandiri ini, pihaknya lantas memiliki tujuh draf sekaligus yang isinya berlainan semua. Ketidak jelasan ini yang membuat wacana RUU Omnibus Law semakin simpang siur. Namun, saat ini Andi mengungkapkan bahwa pemerintah telah membentuk tim pengkajian untuk membahas RUU Omni bus Law Cipta Kerja. Dia menyambut baik meski terlambat karena sudah ada penolakan di mana-mana. “Kita akan coba untuk membahas dengan teman-teman konfederasi, tapi niat baik pemerintah ini kita sambut baik, tapi terlambat. Karena ketika semua sudah menjadi masalah dan terjadi penolakan di mana-mana, dan tim itu baru dibentuk mengajak buruh,” ucap Andi. (Abdul Rochim)
Pimpinan DPR masih akan menimbang pembahasannya apakah melalui Badan Legislatif atau Pansus, mengingat RUU ini terkait 11 klaster yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, dengan diterimanya dokumen-dokumen RUU Cipta Kerja, DPR segera mengkaji isinya. Puan meminta publik bersabar dan tidak terpancing prasangka yang menimbulkan kecurigaan. “Jangan sampai kemudian belum beredarnya atau tersosialisasinya draf ini, kemudian menimbulkan prasangka lain yang menimbulkan kecurigaan karena kita belum membahasnya,” ucap dia.
Sesuai prosedur, jika RUU tersebut selesai dibahas dalam rapat paripurna maka pembahasan draf tersebut akan dilanjutkan di Badan Musyawarah DPR. Nantinya, dalam proses di Bamus akan dibuka ruang kepada seluruh elemen publik untuk memberikan masukan terhadap draf tersebut.
Puan menegaskan, RUU ini tidak lagi disebut Cipta Lapangan Kerja seperti yang disebut sebelumnya, tapi berubah menjadi RUU Cipta Kerja saja. Dia pun meminta agar RUU ini tidak lagi disingkat dengan “Cilaka”. “Jadi sudah bukan Cipta Lapangan Kerja ya, jadi Ciptaker, bukan Cilaka lagi,” tuturnya.
Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja akan mengatur beberapa ketentuan. Dikutip dari penjelasan omnibus law Kementerian Koordinator Perekonomian, UU Cipta Kerja meliputi 11 klaster, yakni penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenaga kerjaan, kemudahan pemberdayaan dan per lindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi dan kawasan industri. Termasuk di dalamnya, aturan terkait upah minimum. Dalam hal ini, kenaikan upah minimum memperhatikan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, beleid juga menyangkut pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, Airlangga menyebutkan pemerintah bersama DPR akan langsung menggelar sosialisasi secara berkala untuk menjelaskan isi dan tujuan RUU Cipta Kerja ini. Menurut Airlangga, setelah diserahkan kepada DPR, draf RUU ini akan diproses sesuai mekanisme yang ada di lembaga legislatif tersebut.
Sosialisasi keseluruh provinsi di Indonesia yang akan dilakukan bertahap juga akan mengajak serta DPR, terutama komisi-komisi yang akan membahas RUU ini nanti. Dengan demikian, seluruh masyarakat akan mengetahui apa yang akan dibahas, diputuskan, dan dampak RUU ini bagi perekonomian nasional.
“Isinya memang murni untuk menciptakan lapangan pekerjaan, dimana dalam situasi global salah satu solusi adalah dengan melakukan transformasi struktural ekonomi yang semuanya ada di omnibus law ini,” kata Airlangga.
Dia pun memastikan bahwa draf yang diserahkan ke DPR saat ini tidak ada hubungannya dengan draf-draf yang sebelumnya beredar di masyarakat. Dalam penyusunannya, pemerintah juga telah melibatkan dan menerima pandangan dari 10 konfederasi pekerja yang diajak diskusi oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. “Jadi, tidak ada versi lain di luar itu. Selanjutnya, kita serahkan pada mekanisme yang ada di DPR. Draf baru selesai pada saat diserahkan dan sudah ada 10 konfederasi yang diajak dialog oleh menteri tenaga kerja dan sudah diajak sosialisasi,” ucap dia.
Sementara itu, sejumlah buruh menyuarakan penolakannya atas Omnibus Law Cipta Kerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani mengungkapkan tidak ada pembahasan jelas terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itulah yang menjadi alasan sejumlah serikat buruh berdemo untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. “Kenapa masih akan terjadi gejolak di buruh Indonesia, karena dari awal seperti ada yang disembunyikan. Seluruh konfederasi buruh bertanya kepada saya, ‘Anda konfederasi buruh pen dukung Presiden kok nggak punya draft. Akhirnya bertanya-tanya ada apa dengan rancangan ini?” ujar Andi.
Lewat pengumpulan mandiri ini, pihaknya lantas memiliki tujuh draf sekaligus yang isinya berlainan semua. Ketidak jelasan ini yang membuat wacana RUU Omnibus Law semakin simpang siur. Namun, saat ini Andi mengungkapkan bahwa pemerintah telah membentuk tim pengkajian untuk membahas RUU Omni bus Law Cipta Kerja. Dia menyambut baik meski terlambat karena sudah ada penolakan di mana-mana. “Kita akan coba untuk membahas dengan teman-teman konfederasi, tapi niat baik pemerintah ini kita sambut baik, tapi terlambat. Karena ketika semua sudah menjadi masalah dan terjadi penolakan di mana-mana, dan tim itu baru dibentuk mengajak buruh,” ucap Andi. (Abdul Rochim)
(ysw)