Praktisi Internasional Tegaskan ISIS sebagai Bukti dari Proxy War

Rabu, 12 Februari 2020 - 18:36 WIB
Praktisi Internasional...
Praktisi Internasional Tegaskan ISIS sebagai Bukti dari Proxy War
A A A
JAKARTA - Praktisi dan Pengajar Hubungan Internasional Dinna Wishnu mengatakan, ISIS merupakan salah satu bukti bahwa proxy war itu nyata adanya.

Dijelaskan, proxy war merupakan perang tidak langsung yang sebenarnya diciptakan oleh negara-negara besar untuk menggali manfaat langsung dari ketegangan-ketegangan dan ketakutan-kekuasaan di wilayah wilayah tertentu.

(Baca juga: Mahfud MD Sebut Pemerintah Antisipasi WNI Eks ISIS Masuk Lewat Jalur Gelap)

Hal ini dikatakan Dinna Wishnu di sela Diskusi Reboan bertajuk ”Kombatan ISIS Tidak Dipulangkan, What’s Next?” di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).

"Artinya tangan mereka tidak harus kotor langsung sehingga orang tidak bisa melacak secara persis siapa pelaku negaranya, tetapi segala konsekuensinya akan ditanggung oleh negara-negara yang kena imbas, baik yang terdekat maupun yang sektor strategisnya juga akan terganggu," kata Dinna.

Dia mencontohkan di Timur Tengah, perang yang terjadi hampir selalu kaitannya dengan minyak dan gas. Karena itu, menurutnya, Indonesia penting untuk memikirkan konteks proxy war karena masih terus diciptakan dan dipakai oleh negara-negara besar, bahkan lebih sering dipakai ketimbang pada masa perang dingin masih berlangsung.

"Negara-negara besar ini memang ingin menciptakan satu fasad, lapisan luar yang tidak tembus pandang, tidak nyata langsung dari luar bahwa mereka melakukan hal-hal yang sebenarnya patut dikritisi dan ditolak di tingkat internasional," katanya.

Pertanyaannya, kata Dinna Wishnu, apakah Indonesia cukup jeli untuk melihat ini, atau semata-mata mengikut jalur pragmatis seperti kelompok-kelompok yang akhirnya berhasil dimainkan menjadi proxy war ini.

"Kalau kita tidak hati-hati terhadap proxy war, itu bahaya. Sebab proxy war itu tidak pernah terjadi dalam semalam, dan proxy war pasti melibatkan elite, pasti melibatkan orang-orang yang punya akses senjata, dan punya akses pada kelompok-kelompok yang merasa kecewa, termasuk juga sektarian dalam bentuk kekecewaannya," tuturnya.

Menurutnya, dari segi geografis, wilayah Indonesia memang lebih sulit dimasuki langsung oleh penetrasi proxy war ISIS. Namun, secara umum wilayah Asia Tenggara sangat rentan karena banyak lubang yang bisa ditembus.

Misalnya di wilayah Filipina Selatan, Sulu, Sabah, Serawak, Myanmar, Thailand selatan, Pekanbaru dan daerah Asia Tengah, China. "Itu mudah dimasuki kalau tidak dipantau dengan baik," katanya.

Kata Dia, Indonesia harus waspada terhadap perang energi. Sebab sekarang sumber daya energi dari Indonesia lebih banyak yang dibawa keluar dibanding yang di negara lain. Sementara negara lain banyak menabung energi dari yang mereka beli dari Indonesia untuk dijual kembali kepada Indonesia.

Sementara itu, Analis Konflik dan Terorisme Alto Luger mengapresiasi respons cepat pemerintah atas keinginan sebagian besar WNI untuk tidak membuat masalah dengan memulangkan eks kombatan ISIS ke Indonesia.

Namun, menurutnya masih banyak pekerjaan rumah (PR) pemerintah, misalnya soal proses identifikasi 689 orang ini apakah semua teroris atau tidak. Kedua, sudah ada deportan yang kembali ke Indonesia.

Alto mengatakan, pemerintah seharusnya memiliki mekanisme yang baik agar baimana mereka tidak kembali bergabung dengan ISIS atau kelompok radikal lainnya. "Pencegahan yang tertintegrasi dengan rehabilitasi itu menjadi PR pemerintah. Jadi bukan soal pemulangan saja," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1714 seconds (0.1#10.140)