Hari Pers Nasional, Direktur LP3ES Minta Media Introspeksi
A
A
A
JAKARTA - Bertepatan dengan Hari Pers Nasional yang diperingati 9 Februari ini, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menyampaikan refleksinya terkait keberadaan media saat ini.
Menurutnya, hari ini demokrasi kita membutuhkan jurnalisme lebih dari sebelumnya. Hal ini karena demokrasi kita tengah mengalami proses regresi yang serius yang sangat rentan mengarah pada autoritarianisme. Sayangnya, banyak peristiwa menunjukkan bahwa jurnalisme kita gagal untuk menjadikan dirinya sebagai medium yang menghadirkan aspirasi dan pikiran publik. "Alih-alih mendorong konsolidasi, jurnalisme kita justru memunggungi demokrasi," ujarnya, Minggu (9/2/2020).
Dia mengatakan, indikatornya adalah jurnalisme kita gagal bahkan untuk sekadar mengimplementasikan sembilan elemen paling dasar jurnalisme sebagaimana diungkap oleh Kovach dan Rosenstiel (2016). Elemen-elemen ini disarikan dari 21 diskusi kelompok terarah yang dihadiri 3000 jurnalis yang meliputi testimoni lebih dari 300 jurnalis di Amerika.
Adapun elemen yang dimaksud yakni jurnalisme adalah kebenaran, loyalitas kepada publik, disiplin verifikasi, independensi, mengawasi kekuasaan dan menyambung lidah mereka yang tertindas, media harus bisa menjadi forum publik untuk menyampaikan kritisisme, jurnalisme harus memikat dan relevan, berita harus proporsional dan komprehensif, dan mendengarkan panggilan hati nurani.
"Setiap jurnalis harus memiliki semaacam kesadaran akan etika dan tanggung jawab diri sebagai semacam kompas moral. Mereka memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan sekeras-kerasnya panggilan hati nurani mereka dan memberikan peluang selebar-lebarnya bagi pihak lain untuk melakukan hal yang sama. Salah satu manisfestasi dari hal ini adalah kemampuan seorang jurnalis untuk mendengarkan
amanat hati nurani rakyat. Sayangnya kemampuan ini mulai menjadi barang langka dalam jurnalisme kita," ujarnya.
Menurutnya, ketika sembilan elemen jurnalisme gagal dipenuhi, yang terjadi kemudian adalah defisit demokrasi sebagai res-publica di mana publik dan segenap apirasinya seharusnya mendapat tempat utama.
"Media dan jurnalisme kita justru menjadi corong dari elite yang juga memunggungi nilai-nilai demokrasi, dipenuhi bias dan sensasi, urung menegakkan independensi dan menjalankan disiplin verifikasi. Harus disadari bahwa ketika demokrasi runtuh dan berubah menjadi otoriterisme, salah satu korban pertamanya adalah kebebasan media."
Dalam keadaan ini, lanjutnya, media harus melakukan introspeksi dengan sangat serius dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya agar tidak semakin ditinggalkan oleh publik. (Baca Juga: Tanam Pohon Bersama Presiden, PWI Daerah Bawa Pohon Masing-masing ke HPN 2020).
Menurutnya, hari ini demokrasi kita membutuhkan jurnalisme lebih dari sebelumnya. Hal ini karena demokrasi kita tengah mengalami proses regresi yang serius yang sangat rentan mengarah pada autoritarianisme. Sayangnya, banyak peristiwa menunjukkan bahwa jurnalisme kita gagal untuk menjadikan dirinya sebagai medium yang menghadirkan aspirasi dan pikiran publik. "Alih-alih mendorong konsolidasi, jurnalisme kita justru memunggungi demokrasi," ujarnya, Minggu (9/2/2020).
Dia mengatakan, indikatornya adalah jurnalisme kita gagal bahkan untuk sekadar mengimplementasikan sembilan elemen paling dasar jurnalisme sebagaimana diungkap oleh Kovach dan Rosenstiel (2016). Elemen-elemen ini disarikan dari 21 diskusi kelompok terarah yang dihadiri 3000 jurnalis yang meliputi testimoni lebih dari 300 jurnalis di Amerika.
Adapun elemen yang dimaksud yakni jurnalisme adalah kebenaran, loyalitas kepada publik, disiplin verifikasi, independensi, mengawasi kekuasaan dan menyambung lidah mereka yang tertindas, media harus bisa menjadi forum publik untuk menyampaikan kritisisme, jurnalisme harus memikat dan relevan, berita harus proporsional dan komprehensif, dan mendengarkan panggilan hati nurani.
"Setiap jurnalis harus memiliki semaacam kesadaran akan etika dan tanggung jawab diri sebagai semacam kompas moral. Mereka memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan sekeras-kerasnya panggilan hati nurani mereka dan memberikan peluang selebar-lebarnya bagi pihak lain untuk melakukan hal yang sama. Salah satu manisfestasi dari hal ini adalah kemampuan seorang jurnalis untuk mendengarkan
amanat hati nurani rakyat. Sayangnya kemampuan ini mulai menjadi barang langka dalam jurnalisme kita," ujarnya.
Menurutnya, ketika sembilan elemen jurnalisme gagal dipenuhi, yang terjadi kemudian adalah defisit demokrasi sebagai res-publica di mana publik dan segenap apirasinya seharusnya mendapat tempat utama.
"Media dan jurnalisme kita justru menjadi corong dari elite yang juga memunggungi nilai-nilai demokrasi, dipenuhi bias dan sensasi, urung menegakkan independensi dan menjalankan disiplin verifikasi. Harus disadari bahwa ketika demokrasi runtuh dan berubah menjadi otoriterisme, salah satu korban pertamanya adalah kebebasan media."
Dalam keadaan ini, lanjutnya, media harus melakukan introspeksi dengan sangat serius dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya agar tidak semakin ditinggalkan oleh publik. (Baca Juga: Tanam Pohon Bersama Presiden, PWI Daerah Bawa Pohon Masing-masing ke HPN 2020).
(zik)