Virus Corona Sudah Level Dua, WNI di Wuhan Minta Dievakuasi
A
A
A
JAKARTA - “Kami merasa tidak aman lagi. Status level virus sudah tingkat dua. Semua ingin dievakuasi, kembali ke Indonesia.”
Itulah jeritan Teuku Agusti Ramadhan, salah satu dari 80 lebih mahasiswa Indonesia yang kini terperangkap di Wuhan, pusat terjadinya wabah virus corona. Apa yang disampaikan ketua himpunan mahasiswa Aceh tersebut bukan hanya mewakili 12 mahasiswa Aceh saja atau hanya mahasiswa Indonesia lainnya, tapi juga mencerminkan harapan dari total 243 WNI yang ada di Provinsi Hubei, China.
Wajar saja mereka meminta segera dievakuasi. Mereka bukan hanya didera ketakutan terpapar virus yang sudah mengakibatkan 80 orang meninggal dunia ini. Pasca isolasi Wuhan, kondisi mereka sangat memprihatinkan. Selain tidak bisa kemana-mana karena seluruh sarana transportasi publik berhenti total, mereka juga kesulitan mendapat bahan makanan, karena banyak toko sembako tutup. Kalaupun ada yang menyediakan, harganya melambung.
Pemerintah Indonesia bukannya tidak memperhatikan kondisi mereka. Melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sudah berupaya mencari cara untuk bisa mengevakuasi mereka secepatnya. ”Kami membahas rencana dan langkah koordinasi dengan Pemerintah China mengenai pilihan evakuasi WNI,” ujar Juru Bicara (Jubir) Kemlu, Teuku Faizasyah, di Jakarta kemarin.
Selain Indonesia, persiapan evakuasi juga dilakukan sejumlah negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Thailand, India, Australia. Namun sejauh ini belum ada evakuasi yang dilakukan.
Kemlu sendiri sudah menyiapkan skenario evakuasi WNI dari Wuhan. Namun, bagaimana teknisnya, Kemlu tidak dapat membeberkan mengingat proses di lapangan memerlukan koordinasi dengan China. Sebagai persiapan, sejauh ini Kemlu meminta WNI mematuhi arahan dari Pemerintah China, termasuk saat tiba waktu evakuasi.
“Pihak Kemlu juga akan memberikan bantuan keuangan. Sebagai bahan perbandingan, Kemlu melakukan komunikasi dengan perwakilan asing lainnya di China yang kemungkinan mengambil opsi serupa,” kata Faizasyah.
Selama menunggu prose sevakuasi, Dubes Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun memastikan pihak KBRI Beijing selalu aktif berkomunikasi dengan WNI di Wuhan, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) China, dan pemerintah setempat, salah satunya untuk memastikan ketersediaan logistik seperti bahan makanan, masker, dan obat-obatan.
Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui tidak mudah mengevakuasi WNI yang saat ini berada Wuhan. Bahkan Indonesia juga mengalami kesulitan mengirim logistik karena Pemerintah China membuat aturan khusus yang memperketat pihak lain masuk Wuhan. Kendati demikian dia menegaskan pemerintah melalui KBRI di Beijing terus berupaya mencari jalan untuk bisa mengevakuasi dan memenuhi kebutuhan logistik untuk WNI di sana.
“Sementara (ada WNI) yang masih di sana. KBRI sudah membicarakan secara detail dan mengikuti,” ucap Jokowi. usai kunjungan ke PT PAL Indonesia(Persero) di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Dia menandaskan, Pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan wabah virus Korona, baik di China maupun di Indonesia. Jokowi juga minta masyarakat meningkatkan kewaspadaannya. Namun dia mengatakan masyarakat tak perlu cemas dan panik secara berlebihan. Jokowi berharap literasi pencegahan virus Korona ditingkatkan.
“Pengawasan di semua bandara sudah dilakukan, terutama yang berhubungan dengan penerbangan dari dan ke China. Yang paling penting adalah hati-hati dan waspada terhadap gejala yang ada,” ucapnya.
Kondisi yang terjadi di Wuhan juga membuat sejumlah negara lain di dunia menyiapkan evakuasi warganya. Prancis dan Spanyol, misalnya, telah bekerjasama dengan Peme rintah China untuk memulangkan warga mereka yang kini berada di Wuhan. Menurut Menteri Kesehatan Prancis Agnes Buzyn, warga Prancis akan keluar dari Wuhan pada pertengahan pekan depan.
“Warga kami di Wuhan sekitar 800 orang. Semuanya sudah mengontak kantor perwakilan kami di China,” kata Buzyn seperti dilansir CNN . “Perdana Menteri Prancis memutuskan untuk memenuhi permintaan mereka untuk keluar dari Wuhan. Saat ini kami mempersiapkan penerbangan langsung dari Wuhan,” tambahnya.
Kemlu Spanyol juga menyatakan sedang berkomunikasi dengan negara Eropa lainnya yang terdampak untuk menyusun repatriasi bersama. Jumlah warga Spanyol yang berada di Wuhan sebanyak 20 orang. Langkah serupa juga diambil AS. Negeri itu bahkan telah menyewa pesawat Boeing 767 yang memiliki 240 kursi untuk memulangkan warganya menuju California. Pesawat itu akan dioperasikan perusahaan swasta. Sejauh ini tidak diketahui berapa banyak warga AS yang akan dipulangkan. Namun non diplomat akan diwajibkan membayar biaya penerbangan menuju AS.
Negara lain seperti Australia dan India juga sedang berupaya memulangkan warganya dari Wuhan. Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan Australia akan merepatriasi seluruh warganya, termasuk 100 anak muda Australia dari Wuhan. Dia telah berkomunikasi dengan Kemlu China, juga negara lainnya.
Bandara Internasional Wuhan merupakan satu-satunya bandara di kawasan tengah China yang memiliki penerbangan langsung menuju 109 destinasi di 20 negara. Beberapa di antaranya menuju Paris, London, Moskow, Roma, New York, San Fransisco, Bangkok, Tokyo, dan Seoul. Pengunjungnya mencapai 29 juta pada 2019.
Sementara itu, seperti dilansir Xinhua, penyebaran virus korona meluas. Sampai Minggu(26/1) malam, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Chiname nyatakan jumlah pasien pengidap pneumonia mencapai 2.744 orang, 769 di antaranya terjangkit dalam 24 jam. Sebanyak 80 orang tewas dan 461 orang dalam kondisi kritis.
Sedikitnya 57 pasien juga terjangkit di luar China, mulai dari Thailand (8), Hong Kong(8), AS (5), Australia (5), Makau (5), Singapura (4), Taiwan (4), Malaysia (4), Korea Selatan (4), Prancis (3), Jepang (3), Vietnam (2), Nepal (1) hingga Kanada (1). Hampir seluruh pasien disebut baru saja bepergian dari Wuhan.
Untuk meminimalkan potensi perluasan wabah, Pemerintah China telah memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek hingga 2 Februari mendatang guna meminimalkan penyebaran virus korona. Kantor Umum Dewan Negara juga meminta seluruh lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, untuk memundurkan jadwal awal semester.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Komite Tetap Biro Politik Komite Pusat Partai Komunis China (CPC) menggelar pertemuan membahas pencegahan dan pengendalian wabah di Beijing, kemarin. SekretarisJenderal (Sekjen) Komite Pusat CPC, Xi Jinping yang juga Presiden China, menegaskan akan berusaha keras memprioritaskan keselamatan warganya. “Kehidupan itu sangat berharga dan penting. Ini merupakan tanggung jawab kami untuk mencegah dan mengendalikan wabah penyakit,” tegas Jinping seperti dikutip Xinhua.
Mengemban amanah dari Jinping, Sekjen Komite Pusat CPC Li Keqiang yang juga Perdana Menteri (PM) China telah pergi menuju Wuhan untuk menginspeksi dan memimpin upaya pencegahan dan pengendalian virus korona. Dia memuji upaya dan pengorbanan petugas kesehatan yang bertugas digaris depan.
Di sisi lain Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus memberikan dukungan dan bantuan kepada China, juga negara lainnya yang terdampak, melalui kantor cabangnya untuk mengendalikan virus korona. Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan akan berkunjung ke China dalam waktu dekat.
Kekhawatiran Keluarga
Selain mahasiswa dan WNI yang ada di Wuhan, kekhawatiran juga dirasakan keluargamereka di Tanah Air. Merekapun berharap keluarga merekabisa secepatnya kembali ke Indonesia semakin kondisi di Negeri Tirai Bambu memburuk. Perasaan ini antara lain dialami keluarga Nasriudin Herlidan Megawati, warga Desa Sumber Kedawung, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo. Pasangan suami istri itu resah karena putri kedua mereka bernama Lailatul Komaria Saadah sedang menempuh kuliah di Fuzhou, China.
Mereka bertambah resah karena berdasar komunikasi lewat video call, Lailatul dan teman-temannya dilanda ketakutan karena penyebaran virus korona semakin parah. Mereka semakin resah karena Pemerintah China menutup bandara internasional lewat kota itu per 31 Januari 2020 mendatang yang bisa membuat mereka semakin terkurung di China dan semakin terancam terkena virus korona.
“Teman-temanku sudah pada mau pulang sebelum tanggal 31 Januari karena mau dikosongkan di sini. Semua pada ketakutan. Aku sama teman-teman juga sempat ke Wuhan naik kereta, semua ketakutan,” kata Lailatul saat berkomunikasi dengan kakaknya Ulfi Rodiawati Rosidah lewat video call kemarin.
Ulfi Rodiawati Rosidah, kakak Lailatul, menambahkan bahwa adiknya telah meminta keluarga untuk mencarikan dana agar dia bisa segera pulang ke Indonesia sebelum tanggal tersebut. Keluarga sedang mengupayakan agar Lailatul bisa kembali ke Probolinggo. “Kami merasa cemas saat ini. Semoga dia bisa cepat pulang. Saya dulu juga pernah di China selama tiga tahun,” kata Ulfi Rodiawati Rosidah.
Trisuto, warga Desa Tanggul Wetan, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, juga mencemaskan kondisi anaknya, Aprilia Mahardini, yang kini tengah ber ada di Wuhan, China. Aprilia merupakan 1 dari 12 mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang tengah belajar di Central China Normal University (CCNU). "Perhimpunan Mahasiswa Tiongkok di Wuhan bersama pihak KBRI dan Kemlu, semuanya selalu berkoordinasi. Jika tak ada kepentingan mendesak, sebaiknya di kamar. Misal harus ke luar, harus pakai masker khusus,” kata Aprilia saat dihubungi via Video Call.
Untuk memonitor kondisi putri sulungnya, Trisuto mengaku melakukan komunikasi melalui handphone baik melalui pesan singkat atau videocall yang dilakukannya hampir setiap hari. Trisuto merasa tidak tenang jika putri sulungnya ini masih berada di Wuhan, China. “Kalau kondisinya makin memburuk seperti ini, dengan cara apa pun mahasiswa-mahasiswa ini harus dievakuasi,” katanya, Minggu (26/1/2020). (Muh Shamil/Victor Maulana/Kiswondari/inews.id/ant)
Itulah jeritan Teuku Agusti Ramadhan, salah satu dari 80 lebih mahasiswa Indonesia yang kini terperangkap di Wuhan, pusat terjadinya wabah virus corona. Apa yang disampaikan ketua himpunan mahasiswa Aceh tersebut bukan hanya mewakili 12 mahasiswa Aceh saja atau hanya mahasiswa Indonesia lainnya, tapi juga mencerminkan harapan dari total 243 WNI yang ada di Provinsi Hubei, China.
Wajar saja mereka meminta segera dievakuasi. Mereka bukan hanya didera ketakutan terpapar virus yang sudah mengakibatkan 80 orang meninggal dunia ini. Pasca isolasi Wuhan, kondisi mereka sangat memprihatinkan. Selain tidak bisa kemana-mana karena seluruh sarana transportasi publik berhenti total, mereka juga kesulitan mendapat bahan makanan, karena banyak toko sembako tutup. Kalaupun ada yang menyediakan, harganya melambung.
Pemerintah Indonesia bukannya tidak memperhatikan kondisi mereka. Melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sudah berupaya mencari cara untuk bisa mengevakuasi mereka secepatnya. ”Kami membahas rencana dan langkah koordinasi dengan Pemerintah China mengenai pilihan evakuasi WNI,” ujar Juru Bicara (Jubir) Kemlu, Teuku Faizasyah, di Jakarta kemarin.
Selain Indonesia, persiapan evakuasi juga dilakukan sejumlah negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Thailand, India, Australia. Namun sejauh ini belum ada evakuasi yang dilakukan.
Kemlu sendiri sudah menyiapkan skenario evakuasi WNI dari Wuhan. Namun, bagaimana teknisnya, Kemlu tidak dapat membeberkan mengingat proses di lapangan memerlukan koordinasi dengan China. Sebagai persiapan, sejauh ini Kemlu meminta WNI mematuhi arahan dari Pemerintah China, termasuk saat tiba waktu evakuasi.
“Pihak Kemlu juga akan memberikan bantuan keuangan. Sebagai bahan perbandingan, Kemlu melakukan komunikasi dengan perwakilan asing lainnya di China yang kemungkinan mengambil opsi serupa,” kata Faizasyah.
Selama menunggu prose sevakuasi, Dubes Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun memastikan pihak KBRI Beijing selalu aktif berkomunikasi dengan WNI di Wuhan, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) China, dan pemerintah setempat, salah satunya untuk memastikan ketersediaan logistik seperti bahan makanan, masker, dan obat-obatan.
Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui tidak mudah mengevakuasi WNI yang saat ini berada Wuhan. Bahkan Indonesia juga mengalami kesulitan mengirim logistik karena Pemerintah China membuat aturan khusus yang memperketat pihak lain masuk Wuhan. Kendati demikian dia menegaskan pemerintah melalui KBRI di Beijing terus berupaya mencari jalan untuk bisa mengevakuasi dan memenuhi kebutuhan logistik untuk WNI di sana.
“Sementara (ada WNI) yang masih di sana. KBRI sudah membicarakan secara detail dan mengikuti,” ucap Jokowi. usai kunjungan ke PT PAL Indonesia(Persero) di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Dia menandaskan, Pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan wabah virus Korona, baik di China maupun di Indonesia. Jokowi juga minta masyarakat meningkatkan kewaspadaannya. Namun dia mengatakan masyarakat tak perlu cemas dan panik secara berlebihan. Jokowi berharap literasi pencegahan virus Korona ditingkatkan.
“Pengawasan di semua bandara sudah dilakukan, terutama yang berhubungan dengan penerbangan dari dan ke China. Yang paling penting adalah hati-hati dan waspada terhadap gejala yang ada,” ucapnya.
Kondisi yang terjadi di Wuhan juga membuat sejumlah negara lain di dunia menyiapkan evakuasi warganya. Prancis dan Spanyol, misalnya, telah bekerjasama dengan Peme rintah China untuk memulangkan warga mereka yang kini berada di Wuhan. Menurut Menteri Kesehatan Prancis Agnes Buzyn, warga Prancis akan keluar dari Wuhan pada pertengahan pekan depan.
“Warga kami di Wuhan sekitar 800 orang. Semuanya sudah mengontak kantor perwakilan kami di China,” kata Buzyn seperti dilansir CNN . “Perdana Menteri Prancis memutuskan untuk memenuhi permintaan mereka untuk keluar dari Wuhan. Saat ini kami mempersiapkan penerbangan langsung dari Wuhan,” tambahnya.
Kemlu Spanyol juga menyatakan sedang berkomunikasi dengan negara Eropa lainnya yang terdampak untuk menyusun repatriasi bersama. Jumlah warga Spanyol yang berada di Wuhan sebanyak 20 orang. Langkah serupa juga diambil AS. Negeri itu bahkan telah menyewa pesawat Boeing 767 yang memiliki 240 kursi untuk memulangkan warganya menuju California. Pesawat itu akan dioperasikan perusahaan swasta. Sejauh ini tidak diketahui berapa banyak warga AS yang akan dipulangkan. Namun non diplomat akan diwajibkan membayar biaya penerbangan menuju AS.
Negara lain seperti Australia dan India juga sedang berupaya memulangkan warganya dari Wuhan. Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan Australia akan merepatriasi seluruh warganya, termasuk 100 anak muda Australia dari Wuhan. Dia telah berkomunikasi dengan Kemlu China, juga negara lainnya.
Bandara Internasional Wuhan merupakan satu-satunya bandara di kawasan tengah China yang memiliki penerbangan langsung menuju 109 destinasi di 20 negara. Beberapa di antaranya menuju Paris, London, Moskow, Roma, New York, San Fransisco, Bangkok, Tokyo, dan Seoul. Pengunjungnya mencapai 29 juta pada 2019.
Sementara itu, seperti dilansir Xinhua, penyebaran virus korona meluas. Sampai Minggu(26/1) malam, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Chiname nyatakan jumlah pasien pengidap pneumonia mencapai 2.744 orang, 769 di antaranya terjangkit dalam 24 jam. Sebanyak 80 orang tewas dan 461 orang dalam kondisi kritis.
Sedikitnya 57 pasien juga terjangkit di luar China, mulai dari Thailand (8), Hong Kong(8), AS (5), Australia (5), Makau (5), Singapura (4), Taiwan (4), Malaysia (4), Korea Selatan (4), Prancis (3), Jepang (3), Vietnam (2), Nepal (1) hingga Kanada (1). Hampir seluruh pasien disebut baru saja bepergian dari Wuhan.
Untuk meminimalkan potensi perluasan wabah, Pemerintah China telah memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek hingga 2 Februari mendatang guna meminimalkan penyebaran virus korona. Kantor Umum Dewan Negara juga meminta seluruh lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, untuk memundurkan jadwal awal semester.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Komite Tetap Biro Politik Komite Pusat Partai Komunis China (CPC) menggelar pertemuan membahas pencegahan dan pengendalian wabah di Beijing, kemarin. SekretarisJenderal (Sekjen) Komite Pusat CPC, Xi Jinping yang juga Presiden China, menegaskan akan berusaha keras memprioritaskan keselamatan warganya. “Kehidupan itu sangat berharga dan penting. Ini merupakan tanggung jawab kami untuk mencegah dan mengendalikan wabah penyakit,” tegas Jinping seperti dikutip Xinhua.
Mengemban amanah dari Jinping, Sekjen Komite Pusat CPC Li Keqiang yang juga Perdana Menteri (PM) China telah pergi menuju Wuhan untuk menginspeksi dan memimpin upaya pencegahan dan pengendalian virus korona. Dia memuji upaya dan pengorbanan petugas kesehatan yang bertugas digaris depan.
Di sisi lain Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus memberikan dukungan dan bantuan kepada China, juga negara lainnya yang terdampak, melalui kantor cabangnya untuk mengendalikan virus korona. Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan akan berkunjung ke China dalam waktu dekat.
Kekhawatiran Keluarga
Selain mahasiswa dan WNI yang ada di Wuhan, kekhawatiran juga dirasakan keluargamereka di Tanah Air. Merekapun berharap keluarga merekabisa secepatnya kembali ke Indonesia semakin kondisi di Negeri Tirai Bambu memburuk. Perasaan ini antara lain dialami keluarga Nasriudin Herlidan Megawati, warga Desa Sumber Kedawung, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo. Pasangan suami istri itu resah karena putri kedua mereka bernama Lailatul Komaria Saadah sedang menempuh kuliah di Fuzhou, China.
Mereka bertambah resah karena berdasar komunikasi lewat video call, Lailatul dan teman-temannya dilanda ketakutan karena penyebaran virus korona semakin parah. Mereka semakin resah karena Pemerintah China menutup bandara internasional lewat kota itu per 31 Januari 2020 mendatang yang bisa membuat mereka semakin terkurung di China dan semakin terancam terkena virus korona.
“Teman-temanku sudah pada mau pulang sebelum tanggal 31 Januari karena mau dikosongkan di sini. Semua pada ketakutan. Aku sama teman-teman juga sempat ke Wuhan naik kereta, semua ketakutan,” kata Lailatul saat berkomunikasi dengan kakaknya Ulfi Rodiawati Rosidah lewat video call kemarin.
Ulfi Rodiawati Rosidah, kakak Lailatul, menambahkan bahwa adiknya telah meminta keluarga untuk mencarikan dana agar dia bisa segera pulang ke Indonesia sebelum tanggal tersebut. Keluarga sedang mengupayakan agar Lailatul bisa kembali ke Probolinggo. “Kami merasa cemas saat ini. Semoga dia bisa cepat pulang. Saya dulu juga pernah di China selama tiga tahun,” kata Ulfi Rodiawati Rosidah.
Trisuto, warga Desa Tanggul Wetan, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, juga mencemaskan kondisi anaknya, Aprilia Mahardini, yang kini tengah ber ada di Wuhan, China. Aprilia merupakan 1 dari 12 mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang tengah belajar di Central China Normal University (CCNU). "Perhimpunan Mahasiswa Tiongkok di Wuhan bersama pihak KBRI dan Kemlu, semuanya selalu berkoordinasi. Jika tak ada kepentingan mendesak, sebaiknya di kamar. Misal harus ke luar, harus pakai masker khusus,” kata Aprilia saat dihubungi via Video Call.
Untuk memonitor kondisi putri sulungnya, Trisuto mengaku melakukan komunikasi melalui handphone baik melalui pesan singkat atau videocall yang dilakukannya hampir setiap hari. Trisuto merasa tidak tenang jika putri sulungnya ini masih berada di Wuhan, China. “Kalau kondisinya makin memburuk seperti ini, dengan cara apa pun mahasiswa-mahasiswa ini harus dievakuasi,” katanya, Minggu (26/1/2020). (Muh Shamil/Victor Maulana/Kiswondari/inews.id/ant)
(ysw)