ISNU Dorong Pesantren Bisa Mandiri Secara Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren harus berpengaruh terhadap penguatan ekonomi pesantren. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa salah satu fungsi pesantren yakni pemberdayaan masyarakat.
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa mengatakan, esensi membangun ekonomi pesantren harus dilakukan sistematis dengan keberpihakan pemerintah.
"Kalau ekonomi pasar yang berkembang, sampai kiamatpun pesantren akan menjadi subordinat dari sistem ekonomi nasional. Dari sisi politis memang ada orang yang khawatir. Banyak yang enggak mau kalau ekonomi NU itu menjadi besar," ujar Ali Masykur dalam Diskusi Panel Ahli bertajuk Penguatan Ekonomi Pesantren Pasca Undang-undang Nomor 18/2019 tentang Pesantren yang digelar Pimpinan Pusat ISNU di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Ali Masykur mengatakan, perlu ada akselerasi ekonomi pesantren yang menjadi kekuatan ekonomi nasional yang di-drive dari pesantren.
"Negara jangan merasa tersaingi untuk membesarkan ekonomi pesantren karena Indonesia kuat karena pesantren," katanya. (Baca Juga: Melalui Wirausaha, Wapres Ajak Santri Ikut Atasi Kemiskinan)
Ali mencontohkan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur yang memiliki aset senilai Rp2,5 triliun lebih dengan mengoptimalkan sindikasi alumni Sidogiri di berbagai daerah. Langkah yang dilakukan yaitu dengan membuat berbagai produk ekonomi seperti minuman dan makanan kemasan, sarung, dan lainnya.
Menurut dia, saat ini nilai untuk pemenuhan kebutuhan pokok nasional mencapai Rp1.500 triliun. Namun, untuk pemenuhan kebutuhan pokok tersebut bukan dilakukan oleh kalangan pesantren, namun oleh para importir.
Karena itu, menurut dia, perlu dihitung kebutuhan ekonomi pesantren, misalnya kebutuhan beras, bawang, minyak dan lain-lain sehari-hari.
"Kita akan potong jaringan ritel. Ini perlu kita pikirkan bersama. Inilah yang dikehendaki Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Sansuri, Kiai Hasyim yang disebut Nahdlatut Tujjar, kembali ke basis ekonomi," kayanya.
Menurut Ali Masykur, hanya dengan ekononi yang kuat dan kemandirian pesantren, tidak ada yang bisa membeli NU.
"Kalau masih seperti ini kan NU mudah dibeli. Tanpa ekonomi yang kuat, pesantren akan menjadi kepentingan sesaat. Dengan cara itu, saya yakin implikasi politik NU tak bisa dibeli siapapun," paparnya.
Dengan jumlah masyarakat santri mencapai 92-an juta jiwa maka potensi ekonomi pesantren sangat besar.
"Kalau NU tidak menjadi pemain ekonomi maka kita akan terus menjadi subordinat dari sistem pasar. Yakni modal, produk, network maka network-nya harus kita potong. Di situlah kemandirian NU melalui kemandirian pesantren," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, tugas pesantren selain pendidikan, juga ada tugas dakwah dan pemberdayaan masyarakat. "Dalam sejarah, pesantren itu menjadi penggerak ekonomi. Para kiai adalah juga pelaku ekonomi," katanya.
Dengan adanya pasal yang mengatur tentang fungsi pemberdayaan masyarakat maka negara memiliki kewajiban untuk menyiapkan pendanaaan ekonomi pesantren. "Ada tugas negara memberikan permodalan untuk pesantren," tutur Dasopang yang juga mantan ketua Panja UU Pesantren.
Menurut dia, sumber daya dan infrastruktur pesantren sebagai penggerak ekonomi sebenarnya cukup. Hal yang diperlukan adalah keberpihakan politik, bukan dengan melarang pihak lain, tapi memberikan ruang yang lebih terbuka kepada pesantren untuk memainkan peran-peran ekonomi baik dalam bidang produksi maupun pemasaran, termasuk ekspor.
"Itu yang kita lihat masih belum bisa dimainkan pesantren. Kalau produksi bisa, tinggal jaringan nasional dan internasionalnya," katanya.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof Abdurrahman Mas'ud menambahkan, resources pesantren sebenarnya sangat kuat. Kini dengan adanya UU Pesantren yang akan ditindaklanjuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) maka pengakuan negara terhadap pesantren semakin kuat.
"Peran besar dunia pesantren tidak perlu diragukan. Ke depan, dari sisi UU sudah kuat, tinggal mengawal SDM-nya harus diperkuat untuk pemberdayaan pesantren sehingga tinggal dilakukan penguatan koordinasi," katanya.
Mas'ud mengatakan, pesantren di Indonesia ke depan akan semakin kuat seiring adanya UU, PP dan juga PMA sehingga semua pihak, terutama kalangan politik akan melirik pesantren. Tiga hal yang membuat pesantren selalu kuat yakni karena pesantren punya kesinambungan sejarah yang kuat sejak zaman Wali Songo. Kedua, dasar ideologi menyatu antara ajaran agama dan kebangsaan.
"Ketiga landasan budaya yang kuat. Kalau kita bilang pesantren, kita bicara budaya tradisional dan di pesantren itu sangat kuat," katanya.
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa mengatakan, esensi membangun ekonomi pesantren harus dilakukan sistematis dengan keberpihakan pemerintah.
"Kalau ekonomi pasar yang berkembang, sampai kiamatpun pesantren akan menjadi subordinat dari sistem ekonomi nasional. Dari sisi politis memang ada orang yang khawatir. Banyak yang enggak mau kalau ekonomi NU itu menjadi besar," ujar Ali Masykur dalam Diskusi Panel Ahli bertajuk Penguatan Ekonomi Pesantren Pasca Undang-undang Nomor 18/2019 tentang Pesantren yang digelar Pimpinan Pusat ISNU di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Ali Masykur mengatakan, perlu ada akselerasi ekonomi pesantren yang menjadi kekuatan ekonomi nasional yang di-drive dari pesantren.
"Negara jangan merasa tersaingi untuk membesarkan ekonomi pesantren karena Indonesia kuat karena pesantren," katanya. (Baca Juga: Melalui Wirausaha, Wapres Ajak Santri Ikut Atasi Kemiskinan)
Ali mencontohkan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur yang memiliki aset senilai Rp2,5 triliun lebih dengan mengoptimalkan sindikasi alumni Sidogiri di berbagai daerah. Langkah yang dilakukan yaitu dengan membuat berbagai produk ekonomi seperti minuman dan makanan kemasan, sarung, dan lainnya.
Menurut dia, saat ini nilai untuk pemenuhan kebutuhan pokok nasional mencapai Rp1.500 triliun. Namun, untuk pemenuhan kebutuhan pokok tersebut bukan dilakukan oleh kalangan pesantren, namun oleh para importir.
Karena itu, menurut dia, perlu dihitung kebutuhan ekonomi pesantren, misalnya kebutuhan beras, bawang, minyak dan lain-lain sehari-hari.
"Kita akan potong jaringan ritel. Ini perlu kita pikirkan bersama. Inilah yang dikehendaki Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Sansuri, Kiai Hasyim yang disebut Nahdlatut Tujjar, kembali ke basis ekonomi," kayanya.
Menurut Ali Masykur, hanya dengan ekononi yang kuat dan kemandirian pesantren, tidak ada yang bisa membeli NU.
"Kalau masih seperti ini kan NU mudah dibeli. Tanpa ekonomi yang kuat, pesantren akan menjadi kepentingan sesaat. Dengan cara itu, saya yakin implikasi politik NU tak bisa dibeli siapapun," paparnya.
Dengan jumlah masyarakat santri mencapai 92-an juta jiwa maka potensi ekonomi pesantren sangat besar.
"Kalau NU tidak menjadi pemain ekonomi maka kita akan terus menjadi subordinat dari sistem pasar. Yakni modal, produk, network maka network-nya harus kita potong. Di situlah kemandirian NU melalui kemandirian pesantren," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, tugas pesantren selain pendidikan, juga ada tugas dakwah dan pemberdayaan masyarakat. "Dalam sejarah, pesantren itu menjadi penggerak ekonomi. Para kiai adalah juga pelaku ekonomi," katanya.
Dengan adanya pasal yang mengatur tentang fungsi pemberdayaan masyarakat maka negara memiliki kewajiban untuk menyiapkan pendanaaan ekonomi pesantren. "Ada tugas negara memberikan permodalan untuk pesantren," tutur Dasopang yang juga mantan ketua Panja UU Pesantren.
Menurut dia, sumber daya dan infrastruktur pesantren sebagai penggerak ekonomi sebenarnya cukup. Hal yang diperlukan adalah keberpihakan politik, bukan dengan melarang pihak lain, tapi memberikan ruang yang lebih terbuka kepada pesantren untuk memainkan peran-peran ekonomi baik dalam bidang produksi maupun pemasaran, termasuk ekspor.
"Itu yang kita lihat masih belum bisa dimainkan pesantren. Kalau produksi bisa, tinggal jaringan nasional dan internasionalnya," katanya.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof Abdurrahman Mas'ud menambahkan, resources pesantren sebenarnya sangat kuat. Kini dengan adanya UU Pesantren yang akan ditindaklanjuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) maka pengakuan negara terhadap pesantren semakin kuat.
"Peran besar dunia pesantren tidak perlu diragukan. Ke depan, dari sisi UU sudah kuat, tinggal mengawal SDM-nya harus diperkuat untuk pemberdayaan pesantren sehingga tinggal dilakukan penguatan koordinasi," katanya.
Mas'ud mengatakan, pesantren di Indonesia ke depan akan semakin kuat seiring adanya UU, PP dan juga PMA sehingga semua pihak, terutama kalangan politik akan melirik pesantren. Tiga hal yang membuat pesantren selalu kuat yakni karena pesantren punya kesinambungan sejarah yang kuat sejak zaman Wali Songo. Kedua, dasar ideologi menyatu antara ajaran agama dan kebangsaan.
"Ketiga landasan budaya yang kuat. Kalau kita bilang pesantren, kita bicara budaya tradisional dan di pesantren itu sangat kuat," katanya.
(dam)