Mahfud MD: Omnibus Law Permudah Masuknya Investasi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan Omnibus Law akan mempermudah masuknya investasi. Hal ini diungkapkan Mahfud dalam pidatonya saat membuka seminar bertajuk 'Law and Regulation Outlook 2020: The Future of Doing Business in Indonesia' yang digelar Dentons HPRP di Hotel Shangri La, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Saat ini, kata Mahfud demi menggenjot investasi, pemerintah berencana menggabungkan 1.244 pasal dari 79 undang-undang dalam satu tempat yang disebut Omnibus Law. "Omnibus Law akan mempermudah masuknya investasi lantaran segala aturan yang selama ini tumpang tindih dari berbagai instansi bakal diatur lewat satu komando. Kalau memang ke satu tujuan yang sama, kenapa tidak pakai satu tempat saja," katanya.
Mahfud menceritakan, nama Omnibus pertama kali digunakan di Kota Paris, Perancis pada tahun 1830. "Di Paris, 190 tahun lalu atau tahun 1830 untuk pertama kalinya hadir sebuah bus yang bisa mengangkut barang dan orang sekaligus ke satu tujuan yang sama. Konon, dulu di sana saat itu belum ada bus yang dipakai untuk mengangkut orang dan barang sekaligus alias dibawa secara terpisah-pisah. Bus itu disebut dengan nama Omnibus."
Kemudian, tambah Mahfud istilah Omnibus Law dikenal sebagai hukum yang dipakai untuk memuat banyak hal namun lebih efisien. "Nama Omnibus ini kemudian dipakai oleh negara-negara Amerika Latin. Mereka menggunakan istilah ini untuk sebuah istilah hukum yang bisa mengatur banyak hal lewat sebuah undang-undang," jelasnya.
Ia mengatakan, dari arahan Presiden Joko Widodo bahwa Omnibus Law itu diperlukan sebab perubahan dunia yang berlangsung sangat cepat. Selama ini, Indonesia sulit merespons perubahan karena terhalang oleh banyaknya aturan. "Konsep Omnibus Law juga menjawab persoalan tata aturan yang hingga kini masih tumpang tindih di Indonesia. Aturan-aturan itu bisa menghambat masuknya investasi ke Tanah Air," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, setidaknya ada tiga Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law yang diajukan pemerintah kepada DPR. Ketiganya adalah RUU Omnibus Law Perpajakan, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dan RUU Omnibus Law Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Mahfud menambahkan, Indonesia bisa menganut konsep Omnibus Law karena sebagai sebuah negara tidak terikat dengan aturan hukum tertentu. "Salah jika masih ada yang menganggap Indonesia negara yang menganut konsep civil law alias semuanya harus ditentukan berdasarkan aturan perundang-undangan. Indonesia tidak pernah secara definitif menganut civil law system," tegasnya. (Baca Juga: PKS Tolak RUU Cipta Lapangan Kerja jika Cabut Kewajiban Sertifikasi Halal).
PasaInya, kata Mahfud, Indonesia telah menghapus kata Rechtsstaat dalam Undang-Undang Dasar yang mengharuskan negara menganut sepenuhnya sistem hukum sipil. Dengan adanya UU berkonsep Omnibus Law, Indonesia bisa menggabungkan paham civil law system dan common law system untuk mencari keadilan demi mencapai satu tujuan yang sama.
"Kita tidak pakai rechstaat karena terlalu membelenggu meski itu juga bagus karena menjamin kepastian hukum. Oleh karena itu, bicara Omnibus Law, jangan lagi dikaitkan dengan civil atau common law. Hukum itu harus disepakati, bukan karena dia baik atau benar," tegas Mahfud.
Saat ini, kata Mahfud demi menggenjot investasi, pemerintah berencana menggabungkan 1.244 pasal dari 79 undang-undang dalam satu tempat yang disebut Omnibus Law. "Omnibus Law akan mempermudah masuknya investasi lantaran segala aturan yang selama ini tumpang tindih dari berbagai instansi bakal diatur lewat satu komando. Kalau memang ke satu tujuan yang sama, kenapa tidak pakai satu tempat saja," katanya.
Mahfud menceritakan, nama Omnibus pertama kali digunakan di Kota Paris, Perancis pada tahun 1830. "Di Paris, 190 tahun lalu atau tahun 1830 untuk pertama kalinya hadir sebuah bus yang bisa mengangkut barang dan orang sekaligus ke satu tujuan yang sama. Konon, dulu di sana saat itu belum ada bus yang dipakai untuk mengangkut orang dan barang sekaligus alias dibawa secara terpisah-pisah. Bus itu disebut dengan nama Omnibus."
Kemudian, tambah Mahfud istilah Omnibus Law dikenal sebagai hukum yang dipakai untuk memuat banyak hal namun lebih efisien. "Nama Omnibus ini kemudian dipakai oleh negara-negara Amerika Latin. Mereka menggunakan istilah ini untuk sebuah istilah hukum yang bisa mengatur banyak hal lewat sebuah undang-undang," jelasnya.
Ia mengatakan, dari arahan Presiden Joko Widodo bahwa Omnibus Law itu diperlukan sebab perubahan dunia yang berlangsung sangat cepat. Selama ini, Indonesia sulit merespons perubahan karena terhalang oleh banyaknya aturan. "Konsep Omnibus Law juga menjawab persoalan tata aturan yang hingga kini masih tumpang tindih di Indonesia. Aturan-aturan itu bisa menghambat masuknya investasi ke Tanah Air," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, setidaknya ada tiga Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law yang diajukan pemerintah kepada DPR. Ketiganya adalah RUU Omnibus Law Perpajakan, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dan RUU Omnibus Law Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Mahfud menambahkan, Indonesia bisa menganut konsep Omnibus Law karena sebagai sebuah negara tidak terikat dengan aturan hukum tertentu. "Salah jika masih ada yang menganggap Indonesia negara yang menganut konsep civil law alias semuanya harus ditentukan berdasarkan aturan perundang-undangan. Indonesia tidak pernah secara definitif menganut civil law system," tegasnya. (Baca Juga: PKS Tolak RUU Cipta Lapangan Kerja jika Cabut Kewajiban Sertifikasi Halal).
PasaInya, kata Mahfud, Indonesia telah menghapus kata Rechtsstaat dalam Undang-Undang Dasar yang mengharuskan negara menganut sepenuhnya sistem hukum sipil. Dengan adanya UU berkonsep Omnibus Law, Indonesia bisa menggabungkan paham civil law system dan common law system untuk mencari keadilan demi mencapai satu tujuan yang sama.
"Kita tidak pakai rechstaat karena terlalu membelenggu meski itu juga bagus karena menjamin kepastian hukum. Oleh karena itu, bicara Omnibus Law, jangan lagi dikaitkan dengan civil atau common law. Hukum itu harus disepakati, bukan karena dia baik atau benar," tegas Mahfud.
(zik)