Prabowo, Hadi dan Mahendra Dihujani Pertanyaan Soal Natuna

Senin, 20 Januari 2020 - 14:46 WIB
Prabowo, Hadi dan Mahendra...
Prabowo, Hadi dan Mahendra Dihujani Pertanyaan Soal Natuna
A A A
JAKARTA - Komisi I DPR menghujani Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan pertanyaan seputar masalah Natuna dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR yang dilaksanakan secara tertutup.

(Baca juga: Prabowo, Panglima TNI, dan Wamenlu Rapat di DPR Bahas Natuna)

"Saya agak terlambat datang tapi lebih banyak pada persoalan Natuna dan saya kira ini juga persoalan yang serius karena kalau kita tidak hadapi dengan serius komprehensif koordinatif," kata Anggota Komisi I DPR Fadli Zon di sela-sela rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).

"Tentu nanti akan terulang lagi apa yang terjadi kemarin dengan masuknya kapal-kapal asing kapal penangkap ikan nelayan atau kapal coast guard di wilayah ZEE kita yang seharusnya memang kita secara fisik juga kuasai," tambahnya.

Menurut Fadli, saat ini rapat sedang diskorsing untuk makan siang dan shalat Zuhur. Tetapi, sampai sebelum diskors tadi, Anggota Komisi I masih mengajukan pertanyaan seputar Natuna, dan pihak pemerintah belum diberi waktu untuk menjawab.

"Tadi lebih sampai yang terakhir, saya masuk yang terlambat, itu lebih banyak pertanyaan dari teman-teman belum dijawab kembali jadi, sekarang break," ujarnya.

Adapun pertanyaan soal Asabri, menurut Fadli tidak ada pertanyaan soal Asabri, pertanyaan lebih fokus pada persoalan Natuna.

"Rasanya sih belum ketika saya masuk belum mendengar itu lebih banyak fokusnya kepada persoalan natuna dan sebagainya," terang Fadli.

Namun demikian, Fadli dan Komisi I lainnya berharap bahwa pemerintah tegas baik dalam diplomasi maupun dalam menunjukkan eksistensi secara militer di perairan Natuna.

Memang Indonesia tidak bisa berkonfrontasi dengan pihak Cina di Natuna namun, pemerintah sudah harus mempersiapkan kemungkinan terburuk dan mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia di laut.

"Kita harus prepare for the worst ya untuk mempertahankan kedaulatan laut atau wilayah kita jangan sampai kemudian kita dilecehkan. Jadi diplomasi juga penting jalan hard diplomasi atau offensive diplomasi sangat penting," tegas Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu.

Selain itu dia menambahkan, karena kedaulatan wilayah perairan Indonesia diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) di mana 9 garis putus-putus juga tidak diakui, Indonesia tidak perlu melakukan negosiasi dengan Cina

"Saya kira, forum-forum internasional juga mereka sendirian walaupun mereka di ASEAN punya proxy jadi misalnya seringkali kita berharap melalui ASEAN tapi, di ASEAN sendiri kita terpecah ada pihak-pihak yang memang sekrang ini menjadi proxy Cina terutama Kamboja dan Laos," tutupnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1444 seconds (0.1#10.140)