Rencana Ibu Kota Baru, Status Administratif Akan Permudah Pembangunan

Senin, 20 Januari 2020 - 07:15 WIB
Rencana Ibu Kota Baru,...
Rencana Ibu Kota Baru, Status Administratif Akan Permudah Pembangunan
A A A
JAKARTA - Langkah pemerintah mengusulkan ibu kota baru berstatus kota administratif dinilai tepat. Sebab status itu akan memudahkan pemerintah pusat dalam membangun ibu kota baru itu nantinya.

”Iya memudahkan pembangunan. Jika status daerah otonom lebih banyak hal yang harus dipersiapkan,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng di Jakarta, kemarin.

Menurut Endi, jika ibu kota negara langsung menjadi daerah otonom, hal itu akan berpotensi menghambat pembangunan. Sebab, dengan status daerah otonom, mau tidak mau dinamika politik lokal akan ada karena harus melangsungkan pilkada dan harus ada DPRD.”Untuk ibu kota baru memang jangan dulu masuk politik lokal. Karena bisa kehilangan fokus. Tidak konsentrasi membangun ibu kota. Malah disibukkan dengan pilkada, DPRD, anggaran, dan harus menyiapkan berbagai peraturan daerah,” ungkapnya.
Dia berpendapat akan lebih baik jika kota administratif ibu kota baru langsung berada di bawah koordinasi presiden. Bahkan dia menyebut pemimpin kota administratif tersebut harus setara dengan menteri. Dengan demikian sosok pemimpin ibu kota baru nantinya ditunjuk langsung oleh presiden dari kalangan birokrat dan bagian dari pemerintah pusat.”Jadi wali kota admiinistratif akan mengurusi proses masa transisi di mana harus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga. Dengan level setara menteri, hal itu akan punya kekuatan untuk berkoordinasi," ungkapnya.
Menurut dia, ada beberapa hal yang harus dikerjakan oleh pemimpin kota administratif tersebut. Di antaranya meletakkan fondasi pemerintahan, membangun sistem, melihat kemungkinan perluasan area. ”Tentu melanjutkan apa yang telah dikerjakan oleh Badan Otorita Ibu Kota yang mungkin belum tuntas sehingga presiden tidak boleh asal-asalan menunjuk wali kotanya. Harus yang berkemampuan kuat,” paparnya.

Endi juga menilai status kota administratif bukanlah bersifat paten. Dengan berkembangnya kota, bisa saja ibu kota baru nanti menjadi daerah otonom. ”Sebuah kota itu pasti berevolusi. Saya perkirakan status kota administratif cukuplah sampai 15 tahun. Setelah itu kota pasti berkembang dan harus dibuka opsi menjadi kota otonom. Seperti halnya London juga administratif, setelah itu menjadi kota otonom dan memilih wali kotanya,” katanya. (Baca: Pembangunan Ibu Kota Baru, Pemerintah Klaim Keluarkan Tak Lebih dari Rp100 T)

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar memastikan bahwa kota administratif tidak akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada). Namun belum dapat dipastikan juga siapa yang akan menunjuk pemimpin kota administratif tersebut. ”Tidak ada pilkada. Jadi daerah administratif hanya akan dipimpin eksekutif saja tanpa DPRD. Tapi siapa yang menunjuk kepala daerahnya, tentu itu masih dibahas lebih lanjut,” ungkapnya.

Dia mengatakan ada dua kemungkinan mekanisme pemilihan kepala daerah tersebut. Pertama ditunjuk langsung oleh presiden. Yang kedua ditunjuk langsung oleh gubernur provinsi. ”Ini memang ada beberapa varian. Bisa saja ditunjuk langsung presiden dan pemerintahan ibu kota baru di bawah pemerintah pusat. Bisa juga ditunjuk gubernur dan pemerintahannya di bawah pemerintah provinsi,” ujarnya.

Ditanya soal pengawasan, Bahtiar menyebut jika di bawah presiden, DPR akan ikut mengawasi jalannya pemerintahan di ibu kota baru. Sementara jika di bawah gubernur, DPRD yang akan ikut mengawasi. ”Kalau saya pribadi berpendapat bahwa memang akan lebih efektif di bawah presiden langsung sehingga garis koordinasinya langsung ke pusat dan lebih mudah. Tapi sekali lagi itu sangat tergantung pada pembahasan di DPR mendatang,” paparnya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah telah merampungkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara Baru. Dengan begitu pada akhir bulan ini akan segera diserahkan RUU itu kepada DPR. ”Draf Undang-Undang Ibu Kota sudah rampung. Minggu depan saya harapkan insyaallah sudah akan kita sampaikan kepada DPR,” sebutnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menekankan bahwa ibu kota negara harus memiliki organisasi yang fleksibel. Selain itu dipastikan tak ada pemilihan kepala daerah di ibu kota negara baru nantinya karena berstatus administratif.”Yang paling penting saya kemarin titip ke Bappenas yang menyiapkan ini, ada fleksibilitas organisasi. Jadi ada kecepatan di situ. Artinya tidak seperti organisasi-organisasi yang sudah ada seperti sekarang ini. Artinya kota itu wilayah administratif,” tandasnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Manoarfa juga pernah menyebut bahwa ibu kota baru hanya akan dipimpin city manager. Dia akan menaungi area pelayanan publik dan pemerintahan.”Di dalam 256.000 hektare itu ada yang 56.000 hektare adalah kawasan khusus yang tidak masuk di dalam daerah otonomi pemerintahan yang akan diurus oleh city manager,” ungkapnya.
Ditanya siapa yang akan memilih city manager nantinya, politikus PPP itu mengatakan belum diputuskan. (Dita Angga)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1139 seconds (0.1#10.140)