Omnibus Law Dinilai Hadirkan Bisa Kepastian Hukum
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia (YKCHI) Otty HC Ubayani menilai skema Omnibus Law (penyatuan regulasi) dibutuhkan untuk mengatasi kendala dalam memperbaiki regulasi guna kemudahan berbisnis.
Dia memberikan contoh RUU Pertanahan, khususnya konsep sistem pendaftaran tanah. "Maka, perubahan ini akan mencabut beberapa pasal Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah," ujarnya dalam diskusi perayaan tujuh tahun Ikatan Alumni Notariat Universitas Diponegoro (Ikanot Undip) di Jakarta, Sabtu 18 Januari 2020.
Demikian pula, lanjut dia, untuk merevisi Undang-undang di bidang Kehutanan, maka yang harus direvisi ternyata tidak hanya Undang-undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan saja, karena Undang-undang yang bersangkutan memiliki keterkaitan atau terganjal dengan Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan/atau bahkan berdampak pada Undang-undang Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Otty meyakini adanya kesepakatan akan memberlakukan Satu undang-undang, maka terjadi pembenahan yang sangat fundamental untuk beberapa aspek perundang-undangan dan sekaligus dapat memperbaiki sekian banyak Undang-undang yang selama ini dianggap tumpang tindih dan terkesan menghambat proses kemudahan berusaha (Omnibus Law).
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jimly Asshidiqqie menilai produk perundang-undangan terkait pembentukan ibu kota negara (IKN) baru bisa menggunakan skema omnibus law.
Dia berharap Omnibus law IKN menjadi prioritas, sama halnya dengan omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan.
"Kalau semua undang-undang yang terkait IKN masuk, mungkin ada sekitar 82 UU yang akan disatukan. Saya kira terkait IKN ini lebih objektif memilihnya. Tetapi enggak apa-apa, karena yang sudah disepakati terlebih dahulu RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan. Kalau enggak salah IKN juga sudah masuk," ujar Pakar hukum tata negara ini.
Dia kemudian memaparkan alasan menyebut Omnibus Law IKN penting diprioritaskan. Antara lain, karena proses pemindahan ibu kota sudah dimulai. Karena itu udang-undangnya perlu segera disahkan agar tidak menjadi masalah nantinya.
"Terkait anggaran pemindahan ibu kota misalnya, kalau undang-undangnya belum selesai, maka itu (anggarannya) enggak sah," katanya. (Baca Juga: Omnibus Law, Jurus Baru Tarik Investasi)
Mantan ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini berharap dalam Omnibus Law IKN dibahas status Jakarta nantinya. Dia memberikan contoh, tetap dijadikan daerah khusus sebagai kota bisnis. "Saya kira skema omnibus law ini baik. Sekali dipraktikkan maka seterusnya akan menjadi pedoman," katanya.
Dia memberikan contoh RUU Pertanahan, khususnya konsep sistem pendaftaran tanah. "Maka, perubahan ini akan mencabut beberapa pasal Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah," ujarnya dalam diskusi perayaan tujuh tahun Ikatan Alumni Notariat Universitas Diponegoro (Ikanot Undip) di Jakarta, Sabtu 18 Januari 2020.
Demikian pula, lanjut dia, untuk merevisi Undang-undang di bidang Kehutanan, maka yang harus direvisi ternyata tidak hanya Undang-undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan saja, karena Undang-undang yang bersangkutan memiliki keterkaitan atau terganjal dengan Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan/atau bahkan berdampak pada Undang-undang Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Otty meyakini adanya kesepakatan akan memberlakukan Satu undang-undang, maka terjadi pembenahan yang sangat fundamental untuk beberapa aspek perundang-undangan dan sekaligus dapat memperbaiki sekian banyak Undang-undang yang selama ini dianggap tumpang tindih dan terkesan menghambat proses kemudahan berusaha (Omnibus Law).
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jimly Asshidiqqie menilai produk perundang-undangan terkait pembentukan ibu kota negara (IKN) baru bisa menggunakan skema omnibus law.
Dia berharap Omnibus law IKN menjadi prioritas, sama halnya dengan omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan.
"Kalau semua undang-undang yang terkait IKN masuk, mungkin ada sekitar 82 UU yang akan disatukan. Saya kira terkait IKN ini lebih objektif memilihnya. Tetapi enggak apa-apa, karena yang sudah disepakati terlebih dahulu RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan. Kalau enggak salah IKN juga sudah masuk," ujar Pakar hukum tata negara ini.
Dia kemudian memaparkan alasan menyebut Omnibus Law IKN penting diprioritaskan. Antara lain, karena proses pemindahan ibu kota sudah dimulai. Karena itu udang-undangnya perlu segera disahkan agar tidak menjadi masalah nantinya.
"Terkait anggaran pemindahan ibu kota misalnya, kalau undang-undangnya belum selesai, maka itu (anggarannya) enggak sah," katanya. (Baca Juga: Omnibus Law, Jurus Baru Tarik Investasi)
Mantan ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini berharap dalam Omnibus Law IKN dibahas status Jakarta nantinya. Dia memberikan contoh, tetap dijadikan daerah khusus sebagai kota bisnis. "Saya kira skema omnibus law ini baik. Sekali dipraktikkan maka seterusnya akan menjadi pedoman," katanya.
(dam)