Bawaslu Keluhkan Ada Daerah Kurangi Anggaran Pengawasan Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), M Abhan menyebut ada daerah yang melakukan pengurangan anggaran pengawasan pilkada dari yang telah disepakati dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Padahal besaran NPHD sudah disepakati antara pemda dengan Bawaslu di daerah.
Hal ini disampaikan Abhan saat bertemu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. “Maka kami meminta untuk dari Mendagri tetap menguatkan bahwa apa yang sudah menjadi NPHD itu untuk dilaksanakan. Tidak ada pengurangan. Karena kalau itu ada pengurangan tentu akan mempengaruhi terkait dengan pembiayaan pengawasan di kami,” ujzrnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Abhan menyebut setidaknya terdapat enam daerah yang mengurangi anggaran pengawasan pilkada. Enam daerah tersebut antara lain Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, Mukomuko, Rejang Lebong, Purworejo dan Kota Baru. (Baca juga: Soal Netralitas ASN, Bawaslu Ingatkan Larangan Mutasi Jabatan Jelang Pilkada )
“(Alasannya) Iya ada keterbatasan anggaran,” tuturnya.
Namun, Abhan menyebut sudah ada diskusi dengan Kemendagri terkait solusi kekurangan anggaran tersebut. Salah satunya provinsi akan memberikan dukungan anggaran.
“Iya ada yang keterbatasan anggaran APBD. Tapi tadi sudah diskusi ada solusi insya Allah beberapa daerah akan disupport oleh APBD provinsinya. Mudah-mudahan itu menjadi cara penyelesaian di enam daerah itu,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Syarifuddin mengakui telah mendapatkan laporan terkait ketidakkonsistenan daerah dalam penganggaran pilkada. Dimana jumlah yang disepakati di dalam NPHD berbeda dengan yang dianggarkan dalam APBD.
“KPU juga sempat melaporakan. Jadi menyikapi hal ini kami sudah menyiapkan surat untuk dikirim ke seluruh daerah pilkada bahwa daerah harus konsisten karena kan dasar penganggaran itu harus sesuai NPHD,” paparnya.
Dia menduga penyebab ketidakkonsistenan anggaran tersebut karena alotnya pembahasan APBD di DPRD. Pasalnya jika NPHD sudah ditandatangani maka eksekutif di daerah seharusnya sudah tahu kondisi anggarannya.
“Salah satu latar belakang dikurangi ini karena mungkin agar APBD diketok tepat waktu. NPHD kan sebelum pembahasan APBD. Dan itu kan antara pemda saja dengan penyelenggara. Nah setelah itu berubah karena agar APBD tidak belarut-larut,” katanya.
Syarifuddin pun meminta agar jajaran penyelenggara maupun pengawasan di daerah untuk tidak khawatir. Menurutnya saat ini penyelenggaran harus tetap berjalan sesuai tahapan. (Baca juga: Kemendagri Pastikan Mutasi Jelang Pilkada Bukan Mobilisasi Dukungan )
“Para penyelenggara tidak perlu risau. Secara prinsip anggaran pilkada siap. Pengalaman pilkada serentak kita sudah lama dan ini selalu terjadi. Tapi akhirnya selesai. Tidak ada daerah yang menunda pilkada karena anggaran tidak cukup,” pungkasnya.
Hal ini disampaikan Abhan saat bertemu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. “Maka kami meminta untuk dari Mendagri tetap menguatkan bahwa apa yang sudah menjadi NPHD itu untuk dilaksanakan. Tidak ada pengurangan. Karena kalau itu ada pengurangan tentu akan mempengaruhi terkait dengan pembiayaan pengawasan di kami,” ujzrnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Abhan menyebut setidaknya terdapat enam daerah yang mengurangi anggaran pengawasan pilkada. Enam daerah tersebut antara lain Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, Mukomuko, Rejang Lebong, Purworejo dan Kota Baru. (Baca juga: Soal Netralitas ASN, Bawaslu Ingatkan Larangan Mutasi Jabatan Jelang Pilkada )
“(Alasannya) Iya ada keterbatasan anggaran,” tuturnya.
Namun, Abhan menyebut sudah ada diskusi dengan Kemendagri terkait solusi kekurangan anggaran tersebut. Salah satunya provinsi akan memberikan dukungan anggaran.
“Iya ada yang keterbatasan anggaran APBD. Tapi tadi sudah diskusi ada solusi insya Allah beberapa daerah akan disupport oleh APBD provinsinya. Mudah-mudahan itu menjadi cara penyelesaian di enam daerah itu,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Syarifuddin mengakui telah mendapatkan laporan terkait ketidakkonsistenan daerah dalam penganggaran pilkada. Dimana jumlah yang disepakati di dalam NPHD berbeda dengan yang dianggarkan dalam APBD.
“KPU juga sempat melaporakan. Jadi menyikapi hal ini kami sudah menyiapkan surat untuk dikirim ke seluruh daerah pilkada bahwa daerah harus konsisten karena kan dasar penganggaran itu harus sesuai NPHD,” paparnya.
Dia menduga penyebab ketidakkonsistenan anggaran tersebut karena alotnya pembahasan APBD di DPRD. Pasalnya jika NPHD sudah ditandatangani maka eksekutif di daerah seharusnya sudah tahu kondisi anggarannya.
“Salah satu latar belakang dikurangi ini karena mungkin agar APBD diketok tepat waktu. NPHD kan sebelum pembahasan APBD. Dan itu kan antara pemda saja dengan penyelenggara. Nah setelah itu berubah karena agar APBD tidak belarut-larut,” katanya.
Syarifuddin pun meminta agar jajaran penyelenggara maupun pengawasan di daerah untuk tidak khawatir. Menurutnya saat ini penyelenggaran harus tetap berjalan sesuai tahapan. (Baca juga: Kemendagri Pastikan Mutasi Jelang Pilkada Bukan Mobilisasi Dukungan )
“Para penyelenggara tidak perlu risau. Secara prinsip anggaran pilkada siap. Pengalaman pilkada serentak kita sudah lama dan ini selalu terjadi. Tapi akhirnya selesai. Tidak ada daerah yang menunda pilkada karena anggaran tidak cukup,” pungkasnya.
(kri)